Cakra membaringkan badannya yang terasa sangat berat. Entahlah pikirannya malam ini sedang kacau. Ia menatap langit-langit kamar dengan cahaya redupnya.
Ia teringat, saat dirinya masih kecil dulu. Setiap papanya pulang kantor, beliau selalu menyalakan stereo dan menutup mata menikmati setiap alunan musik. Mereka berdua, salah. Melainkan Cakra, Candra, dan papanya. Hampir setiap hari melakukan aktivitas tersebut.
Ritual malam musik itu telah lama terlupakan.
"Bahagia banget ya, gue dulu."
Dan setiap malam, ketika beliau menyambut anak kembarnya dipangkuannya, yang ditanyakan hanya : "Sudah bikin PR?".
Papanya selalu menuntut mereka untuk menjadi orang pintar dan sukses. Ia disekolahkan di sekolah ternama Jakarta. Harus mendapatkan nilai sempurna.
Itu membuat Cakra tidak menyukai sifat egois papanya. Berbeda dengan Chandra yang selalu menurut dan ia juga bertekad sama dengan papanya.
Hingga, papanya selalu membedakan dirinya dengan kembarannya. Tidak support dengan apa saja yang dilakukan Cakra. Hal tersebut membuatnya malas dan memilih hidup bebas.
"Halo, anak kesayangan papa. Gimana sekolahnya?" tanya papa kepada mereka berdua yang sedang makan malam bersama.
"Chandra dapet nilai 100 matematika, pa!" ucap Chandra kecil, mengangkat garpu dan sendoknya saling semangatnya ingin memberitahu.
Papa tersenyum lebar menampilkan deretan giginya, lalu mengusap rambut Chandra.
"Bagus, pintar sekali!" papa memberi pujian.
"Kalau kamu Cakra, gimana?" ia beralih bertanya kepada Cakra.
Raut wajahnya terlihat sangat sedih dan takut. Ia hanya menunduk tidak berani menatap mata papanya yang kini sedang memandanginya.
"Cakra dapet nilai 80, pa." ucapnya lirih.
Senyumnya yang tadi mengembang, seketika hilang. Rahangnya mengeras.
"Bagaimana kamu ini? Bukannya guru kamu sudah mengajari banyak hal? Papa juga sudah masukkan kamu ke bimbel loh. Kamu ini belajar atau engga?"
Matanya memerah, jelas. Sudah biasa Cakra mendapati kalimat-kalimat papanya yang selalu memarahi dan menyalahkannya.
Cakra hanya terdiam.
"Jawab Cakra, kamu punya mulut untuk bicara."
"Cakra sudah belajar, pa." jawabnya, ia masih takut untuk menatap papanya.
"Kalau sudah belajar, kenapa kamu tidak mendapat nilai sempurna? Chandra saja bisa." tanyanya lagi.
Chandra ikut menunduk, sebenarnya ia juga tidak enak hati kepada Cakra yang selalu dimarahi. Ia tahu, bahwa Cakra sudah berusaha maksimal untuk mendapat nilai yang sama seperti dirinya.
"Udah mas, jangan marahi Cakra terus. Dia udah belajar, semuanya butuh proses." kini mamanya ikut bicara untuk membela Cakra.
"Lihat sendiri kan? Anak ini selalu tidak bisa membuat ku puas."
"Jangan bicara sembarangan! Dia masih kecil."
Mamanya membopong tubuh kecil Cakra masuk ke dalam kamarnya. Beliau tidak mau Cakra terhasut omongan papanya, yang menyakiti hati.
Ia mendudukkan Cakra diatas kasur. Memberi senyuman dan mengusap-usap kepalanya. Tangisan Cakra pecah saat itu juga.
"Cakra, kamu udah lakuin yang terbaik kok nak. Jangan pikirin omongan papa, ya?" mamanya mencoba menenangkan Cakra yang semakin tersedu-sedu.
"Cakra ngga pinter, papa ngga sayang Cakra."
Siapa ibu yang tidak sakit hati mendengar anaknya berkata seperti itu?
"Ssstt. Cakra anak pinter, Cakra anak yang baik, mama sama papa bangga punya Cakra."
"Yang harus Cakra lakuin adalah tingkatin belajar Cakra, ya? Jangan putus asa nak."
Cakra terkekeh mengingat kembali kenangan masa kecilnya. Dirinya yang selalu cengeng, dirinya yang pendiam.
Kini ia paham, bahwa semuanya tidak bisa dipaksakan. Dan setiap orang punya kapasitas dan kemampuan masing-masing.
Di sisi lain, dirinya bangga memiliki support system seperti mamanya. Dan Sabrina. Entahlah, Cakra juga tidak tahu apakah dirinya akan bertemu kembali dengannya atau mustahil.
Pikirannya bergelanyut mengingat semua kenangan bersama keluarganya dulu, dan bersama Sabrina.
"i'm just tired with the whole."
KAMU SEDANG MEMBACA
CAKRAWALA
Teen FictionHidupnya kini telah berubah 180° setelah kepergian sang kekasih. Keluarga yang tidak harmonis semakin membuatnya jengah. Hubungan baik antara dirinya dan saudara kembarnya berubah setelah mengenal seorang perempuan yang sedikit berhasil mengubah hid...