Chapter 11

17.3K 1.5K 27
                                    

Spesial nemenin ngabuburit yah semuanya. Author up sore.
Alasannya, baru bangun soalnya. Maafkan author yang niatnya up tadi siang tidak jadi.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Saat semua orang terkejut hanya Bagas yang tidak terlihat terkejut. Ia malah tersenyum saat Jason melafalkan kelanjutan ayatnya. Beberapa orang juga ada yang langsung menatap Al-Qur'an mereka dan menyemak dengan seksama.

Jason benar-benar melafalkan ayat-ayat Al-Qur'an. Semua orang sudah mendengar ada salah satu tamu seorang pria ingin belajar Al-Qur'an. Namun ia tidak bisa membacanya, dan setiap diajari oleh ustad Fian dia selalu marah-marah.

Namun yang disangka mereka tidak dapat membaca kini, tengah melafalkan ayat-ayat Al-Qur'an dengan jelas. Semua orang tentu saja terkejut, apalagi para ustad.

Yang tidak dapat menahan rasa terkejutannya adalah Ustad Fian. Ia tidak tahu bagaimana Jason dapat melafalkan Al-Qur'an dengan lancar. Ia seorang buta huruf bukan? Ia bahkan tidak dapat mempercayai apa yang ia lihat dan dengar.

Saat ayat 142 bertepatan dengan halaman terakhir juz pertama, Kyai mengangkat tangannya menyuruh Jason berhenti. Jason langsung mengucap hamdalah. Walaupun begitu, dalam hati jantungnya marathon. Kenapa Kyai sendiri yang menghentikannya? Apakah ia melakukan sebuah kesalahan?

"Sudah juz dua. Silahkan dilanjut sebelahnya," kata Kiyai dengan nada yang tenang.

Jason menghela nafas lega, ia kira dirinya membuat kesalahan. Ia tidak mengharap pujian, tapi jika dirinya melakukan kesalahan itu pasti akan sangat memalukan.

Kyai mengatakannya karena tidak ada ustad lain yang menghentikan Jason. Mereka semua terlalu terkejut walau hanya untuk bersuara. Bahkan mereka juga ingin tahu, seberapa jauh Jason dapat melafalkan Al-Baqarah.

"Bu-bukannya dia buta huruf?" Guman Ustad Fian tidak percaya. Mulutnya tidak tahan untuk tidak mengatakan pertanyaan itu.

"Apa? Dia buta huruf?" Tanya salah satu ustad yang terlihat lebih senior.

Bagas yang hendak melanjutkan ayat selanjutnya menjadi terhenti. Para ustad sedang sibuk berbicara sendiri menanyakan soal kejadian Jason yang dapat melafal Al-Qur'an.

"Dia buta huruf? Lalu bagaimana dia dapat melafalkan Al-Qur'an dengan jelas?"

"Apa dia benar-benar buta hurud atau berpura-pura?"

"Ana dengar bahkan dia tidak dapat membaca Al-Ikhlas, bagaimana dia bisa menghafal Al-Baqarah?"

"Apa mungkin orang tidak dapat membaca Al-Qur'an menghafalnya?"

"Jika menghafal surat pendek ana tidak ragu. Namun ia melafalkan Al-Baqarah."

"Apa dia dibantu seseorang mungkin curang?"

"Tidak mungkin, dia sangat jelas pelafalannya."

Saat semua ustad berbisik-bisik, para santri hanya dapat diam dan memperhatikan. Tak lama Kyai mengangkat tangan kanannya membuat semua ustad yang berbisik langsung terdiam.

"Sangat ribut!" Ucap Kyai walau masih dengan nada yang tenang namun semuanya sangat hening.

"Saudara Jason, apakah saudara benar-benar tidak membaca Al-Qur'an. Semua orang meragukan saudara dengan lafal saudara barusan," kata Kyai membuat Jason menjadi semakin gugup.

Kenapa atmosfirnya sangat berbeda? Benar kata Hera, ini bukan areanya. Jika dikantor ia sebagai penguasa, bahkan tidak ada yang dapat menekan auranya. Namun di sini, Jason rasanya sangat merasa tertekan. Ia harus menekankan kepada dirinya mulai saat ini jika, ia hanya tamu di pondok.

Mendadak GusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang