Chapter 26

12.6K 1K 16
                                    

Hera membuka pintu ruang BK. Hal pertama yang ia lihat beberapa guru tengah melihat layar komputer. Sementara disalah satu kursi Jason tengah duduk dengan menyatukan kedua tangannya meremasnya tanpa tenanga. Terlihat wajahnya telah pasrah, lelah, dan frustasi.

"Selamat siang," kata Hera masuk dengan sopan.

Saat Hera membuka suaranya, ia melihat Jason menatapnya. Kali ini bukan tatapan seperti pertama kali Hera masuk ruang BK melihat Jason yang berani. Tatapannya juga terkesan lelah dan pasrah. Ada apa lagi kali ini?

"Selamat siang Bu, mari duduk," ajak beberapa guru.

"Siang. Ini ada apa ya?" Tanya Hera penasaran. Tatapan Hera yang masih mengamati setiap wajah itu terhenti saat melihat plastik klip dimeja. Hera tidak bodoh untuk mengetahui itu apa.

"Seperti ini Bu, kami melakukan razia narkoba untuk beberapa siswa. Dari 39 kelas, kami menemukan bukti sebuah Opium. Bertepatan itu berada pada tas putra anda," kata guru dengan wajah seriusnya.

Hera menatap Jason, wanita itu yakin adeknya tidak pernah menyentuh narkoba. Hera selalu mengawasi setiap pergerakan Jason. Serta, Hera dapat mengetahui bagaimana pengguna narkoba itu.

"Saya mengenal adek saya. Pak, saya juga dapat membedakan bagaimana pamakai narkoba. Jason tidak pernah menyentuhnya. Saya selalu mengawasinya," kata Hera membela Jason.

"Maaf Bu, tapi barang bukti berada pada Jason."

"Lalu bagaimana dengan cctv? Kelas memiliki cctv bukan?" Tanya Hera cepat.

"Maaf Bu, cctv dikelas beberapa hari ini mati, serta cctv dikoridor depan kelas Jason. Kami sudah memeriksanya," kata guru langsung membalik layar komputer. Ternyata dari banyaknya kotak cctv ada dua yang gelap.

"Ini sudah direncakan," guman Hera serius.

"Kami juga sepemikiran, namun tidak ada bukti untuk mengangkat Jason. Maaf Bu, walau wali Jason penyandang dana terbesar di sekolah ini. Namun dengan kejadian ini dan peraturan sekolah kami terpaksa—"

Kring! Kring!

Suara telepon kabel dimeja berbunyi, semua fokus terpecah kepada telepon. Hawa diruangan ini sangat berat. Bahkan dinginnya AC tidak mampu untuk mendinginkan kepala semua orang.

Salah satu guru mengangkat telepon tersebut.

"Selamat siang Pak/Bu. Kami dari pos satpam, mohon maaf karena beberapa telepon tidak mendapat jawaban. Kami menginformasikan ada tamu tiga orang dari kepolisian yang dikomandani oleh Bapak Iptu Dicky Mahesa Wicaksana memohon izin untuk masuk."

Guru yang mengangkat telepon terlihat sangat terkejut, polisi? Siapa yang memanggil? Mereka belum membuat laporan atau membawa laporan kepada polisi. Lalu siapa yang mengundang mereka untuk datang?

"Siapa Bu?" Tanya kepala sekolah karena guru tersebut tidak menunjukkan respon cukup lama. Hal itu membuat mereka merasa terganggu.

"Polisi," jawab guru tersebut sedikit menjauhkan gagang telepon.

"Polisi? Siapa yang membuat laporan?" Tanya salah satu guru bingung.

"Saya!"

Semua pasang mata tertuju kepada perempuan muda ini. Putri Hera Wicaksana dengan santainya mengatan hal tersebut.

Jason menatap kakaknya tidak percaya, apa kakaknya itu akan memenjarakan dirinya? Jason tidak tahu situasi saat ini. Dirinya sudah merasa frustasi dan pasrah untuk saat ini.

"Bu—bu... kenapa melibatkan polisi secara langsung," kata beberapa guru yang khawatir berita salah satu siswanya membawa narkoba menyebar di masyarakat luas.

Mendadak GusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang