Bahkan setelah jam sekolah berakhir, Nayela masih selayaknya orang linglung. Pikirannya berkelana tak tentu arah kala mengingat pemberitahuan sistem di pagi hari tadi.
Kenaikan persentase Keiran mencapai dua kali lipat dari penurunan yang sebelumnya. Naik 30 persen! Ini benar-benar luar biasa hingga gadis itu bahkan tidak bisa mempercayainya.
"Reya?" panggil seseorang. Gadis itu masih diam tak menyahut dan sibuk dengan dunianya sendiri.
Hingga si pemanggil itu berdiri tepat di hadapannya sambil memegang kedua pundaknya. Barulah, gadis cantik berperangai halus itu tersadar. Mata cokelat terangnya terangkat dan bertemu dengan sepasang mata biru gelap.
"Kau kenapa?" tanya si pemilik mata biru itu heran.
Keiran memperhatikan Nayela seharian ini dan ada hal yang sepertinya mengganggu gadis itu sehingga tampak tak fokus, bahkan dalam pelajaran.
"Aku kenapa? Aku baik-baik saja," ujar Nayela sambil tersenyum geli setelah ia tersadar dari lamunannya.
"Kau.." jeda Keiran sembari menatap lamat-lamat ke arah kedua mata itu.
"Ya?" tanya gadis itu, ia dengan sabar menunggu apa yang akan Keiran katakan padanya. Namun, pemuda itu justru menghela napas.
"Syukurlah jika kau baik-baik saja," ucap Keiran pada akhirnya. Ia merasa, jika Nayela tidak ingin bercerita padanya, maka bukan haknya untuk menuntut gadis itu.
Senyum Nayela melebar mendengar respon Keiran. "Um!"
"Mau berjalan keluar bersama?" tawar gadis itu yang diangguki lawan bicaranya.
Kemudian sepasang teman sebangku itu melangkah bersisian menuju ke gerbang sekolah. Nayela selalu mendominasi obrolan dengan cerita-ceritanya, dan Keiran dengan setia mendengarkan. Sesekali ia juga menimpali jika ditanya.
Entah sejak kapan, mendengar gadis di sampingnya ini bercerita, menjadi hobi nomor satunya. Meskipun ia tak selalu menanggapi, tapi melihat berbagai raut wajah yang ditunjukkan Nayela, itu membuat dirinya ketagihan.
"Lalu Ayahku nyaris mengadopsi semua anak anjing yang ada di penangkaran hewan hanya karena aku berkata aku ingin punya anak anjing karena kesepian menjadi anak tunggal," celotehnya.
Keiran mendengus geli. Tuan Anderson benar-benar tipe ayah yang penyayang dan pengertian. Dia tidak seperti kebanyakan ayah yang garang setiap kali dia mendapati putrinya akrab dengan teman laki-laki.
Namun meski demikian, Keiran dapat melihat sorot mata penuh selidik yang kerap kali tertuju padanya malam itu, meski hanya sekilas saja. Tapi, itu wajar, bukan?
"Bagaimana denganmu, Kei? Apa yang kau suka?"
Pertanyaan Nayela membuat pemuda itu menoleh sebelum mengerutkan dahinya, memasang ekspresi orang berpikir.
"Aku, suka bermain saham," gumamnya.
Nayela syok dan refleks menoleh ke kanan serta ke kiri, lalu menghela napas lega setelah memastikan tidak ada orang lain di sekitarnya, terutama Caleb.
"Bermain saham? Itu keren!" pekik Nayela setengah berbisik. Keiran menatapnya dengan senyuman tipis yang mencapai matanya.
Kemudian sebuah ide terlintas di benak gadis itu. Ia diam-diam meminta sesuatu pada sistem di dalam hati untuk membantunya melakukan sesuatu, lalu bersuara kembali.
"Kudengar dari Ayahku, Perusahaan Livo yang ada di pusat kota sedang mengembangkan teknologi yang menggunakan basis kecerdasan buatan. Bukankah menurutmu perusahaan itu memiliki peluang sukses yang cukup besar di masa depan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
In Order To Save The Male Antagonist's Lives
FantasyAstraea Nayela hanya seorang mahasiswa semester tua dari jurusan Ekonomi di univesitas ternama di Ibukota. Kurang dari setahun lagi ia akan menerima gelar di bagian belakang namanya. Namun, tiba-tiba suatu keanehan terjadi. Ketika ia membuka mata...