Part 5

17.8K 2.4K 35
                                    

Setelah dua hari tak masuk ke sekolah, Keiran hadir di hari ketiga. Ketika ia melangkah masuk ke dalam kelas, ia melihat 'teman sebangku'nya telah duduk di kursinya sambil membaca buku dan mendengarkan musik dari airpods-nya.

Keiran teringat akan hari di mana dirinya jatuh sakit. Setelah kematian ibunya, tak ada seorang pun yang berada di sampingnya saat ia sakit. Namun hari itu, dia berada di sana. Gadis itu.

Telapak tangan Keiran mencengkeram tasnya erat saat dadanya merasakan sesuatu yang tak nyaman. Setelah menetralkan suasana hatinya, ia melangkah menuju ke bangkunya.

Gadis itu tampak tak menyadari kehadirannya meski ia sudah menduduki kursi di sebelahnya. Diam-diam Keiran melirik buku yang gadis itu baca.

'The Lost Symbol,' batinnya. Dahinya mengernyit. Ia kira, gadis-gadis lebih tertarik membaca novel tema roman picisan. 

Ia tidak menyangka gadis seperti orang yang ada di sebelahnya justru membaca karya Dan Brown yang sama sekali tidak ada romansanya itu.

Karena sibuk dengan pikirannya, Keiran tidak sadar jika Nayela menyudahi kegiatannya. Gadis itu sedikit terkejut kala menoleh dan mendapati Keiran tengah menatap tajam ke arahnya.

"Selamat pagi, Keiran." Gadis itu menyapanya hangat setelah berhasil menetralkan ekspresinya.

Keiran tersadar dan menatapnya setengah linglung. Lalu mengangguk dan bergumam, "Um."

Lagi-lagi Nayela terkejut hingga matanya terbelalak. Ia mengedipkan matanya beberapa kali tak percaya dan Keiran semakin menatapnya heran dengan dua alis yang terangkat.

"Em, kau akhirnya membalas sapaanku," ucap gadis itu disertai senyuman semringah. 

Sejenak, Keiran terpaku melihat senyuman manis itu. Entah kenapa, pemuda itu baru menyadari jika teman sebangkunya itu ternyata sangat cantik dan manis, apalagi saat tersenyum. Itu terlihat berseri.

Tunggu. Apa yang ia pikirkan? Keiran segera berbalik dan menghadap ke depan untuk menghindari wajah Nayela.

"Apa tubuhmu sudah terasa lebih baik?" tanya gadis itu. Keiran kembali meliriknya sekilas sebelum balas mengangguk.

"Syukurlah," timpal gadis itu lagi dengan penuh rasa syukur seolah dirinya sendiri yang baru saja sembuh dari demam.

Keiran tak memahami pola pikir gadis ini. Sudah ada banyak gadis yang ia temui, hampir tak ada satu pun yang bersikap seperti gadis ini secara konsisten.

Apalagi, setelah mereka tahu bahwa ia adalah anak haram keluarga Zachary.

Tatapan mereka yang semula ramah atau biasa saja, secara signifikan, berubah menjadi benci, jijik, serta tidak bersahabat.

Apa gadis ini tidak tahu siapa dia, sehingga sikapnya sangat baik padanya? Lalu apa yang terjadi setelah dia tahu siapa dirinya? Apa dia akan memandangnya seperti orang lain memandang dirinya?

Saat pikiran itu tiba-tiba terlintas di kepalanya, dada Keiran terasa sedikit sesak dan nyeri. Jemari tangan kanannya yang memegang pena, refleks menegang.

"—ran.."

"Keiran!"

Pena di tangannya refleks terlepas dari genggaman tangannya ketika mendengar suara khas memanggil namanya. Ia menoleh melihat Nayela dan menyadari bahwa seisi kelas menatap ke arahnya.

"Mr. Zachary, tolong jangan melamun di kelas saya," peringat guru di yang berdiri memegang buku cetak di tangannya dengan tatapan tajam menatapnya.

Keiran sedikit menegang kala ia mendengar guru itu menyebut nama belakang 'keluarga'nya. Kemudian ia menunduk dan mengucapkan permintaan maaf.

In Order To Save The Male Antagonist's LivesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang