(2) Part 2

12K 1.6K 143
                                    

Kala Nayela membuka matanya dan melirik ke arah jendela, ia mendapati langit sudah terlihat sedikit kejinggaan. Dengan susah payah, ia berusaha untuk duduk dan bersandar di brankarnya.

Tidak ada siapa pun di ruangan itu kecuali dirinya. Entah kemana perginya Aston hingga ia sendirian di sini. Namun ia tidak terlalu mempermasalahkan hal itu.

Sebab masalah paling utama saat ini yang patut ia pikirkan lebih dulu adalah, bagaimana cara agar ia bisa selamat dari targetnya yang kebetulan adalah tunangannya sendiri, mengingat statusnya sebagai putri dari pembunuh orang tua sang antagonis.

Di tambah lagi, kali ini ia berada di tubuh seorang gadis yang memiliki kelainan jantung sejak lahir. Bukan perkara mudah untuk menjalankan tugas dengan kondisi tubuh yang buruk.

Meratapi kesengsaraannya di dunia ini membuat Nayela teringat akan sosok Keiran.

Jujur saja, meskipun dirinya sudah menempati raga barunya ini selama tiga hari, Nayela masih sering merindukan suaminya yang manja dan penuh perhatian itu.

Ia cukup puas dengan pilihan yang dibuatnya untuk tetap tinggal di sisi Keiran hingga ajal tiba. Nayela bahkan masih mengingat perasaan nyaman dan tenang kala Keiran mengusap puncak kepalanya di saat kesadarannya sudah mulai di ambang batas.

"Aku merindukanmu, Kei.." gumam Nayela sembari menghela napas dan memejamkan matanya.

"Hm? Jadi kau tak merindukanku?" tanya seseorang membuat kedua mata Nayela refleks terbuka lebar dan menoleh ke arah pintu yang terbuka.

Di sana, berdiri seorang pria, yang mungkin berusia pertengahan dua puluh tahunan dengan visual yang menawan, tengah menatap ke arah dirinya dengan tatapan mata biru yang hangat.

Mulut Nayela spontan menggumam, "Sander.."

Meski volume suaranya sangat pelan, tapi nyatanya hal itu masih dapat didengar oleh sang empunya nama.

Pria itu, Sander, berjalan mendekat lalu mengecup kening Nayela singkat sebelum duduk di kursi yang sebelumnya diduduki Aston.

Ia menggenggam kedua tangan Nayela lembut dan berkata, "Apa kau sudah baik-baik saja? Maaf aku terlambat menjengukmu, Rey."

Nayela menggeleng pelan sebagai sahutan dan tersenyum manis. "Aku sudah merasa lebih baik. Maaf sudah membuat Sander khawatir. Aku pasti merepotkanmu," ujarnya yang diakhiri gumaman lirih.

"Hey. Apa yang kau katakan itu, hm? Mana mungkin aku kerepotan karena tunanganku yang manis ini? Aku justru senang jika bisa direpotkan olehmu," ucap pria itu dengan raut wajah geli lalu menjawil ujung hidung Nayela genit.

Gadis itu terkekeh pelan dan mengulurkan sebelah tangannya untuk menangkup dan mengusap lembut pipi Sander seraya tersenyum hangat. "Kau sangat baik hingga aku merasa, aku tidak cukup pantas untuk bersanding denganmu," ucap Nayela.

Sander tampak tertegun sesaat kala ia merasakan usapan halus dan hangat di pipi kanannya. Namun dengan segera, ia mengendalikan dirinya dan balas tersenyum manis.

"Baik. Cukup untuk kalimat-kalimat melantur itu. Lebih baik kita makan. Kau pasti lapar 'kan? Aku membawakan makanan kesukaanmu," ucap Sander sambil membongkar isi kantung plastik yang dibawanya.

Selagi Sander sibuk, diam-diam Nayela berbicara dengan sistemnya.

'Tolong tampilkan persentasenya,' pintanya.

["Baik, Tuan Rumah."]

Pemberitahuan!
[Persentase Kepercayaan : -25%]

Nayela secara refleks memejamkan matanya dan mengepalkan kedua tangannya pada selimut untuk melampiaskan keterkejutannya agar tak disadari oleh Sander.

In Order To Save The Male Antagonist's LivesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang