「🌺」 ── 𖤘 :: Di Toko Perhiasan.

192 27 9
                                    

“Tunggu! Kita sebenarnya mau ke mana, Gojo?”

Nara menarik-narik tangannya dari genggaman kasar Gojo. Meskipun tahu perbedaan kekuatan mereka terlampau jauh, Nara tetap berusaha untuk melepas cengkeraman pria itu karena tangannya mulai terasa agak sakit.

“Kita ke toko perhiasan!” jawab Gojo ceria.

Tanpa menyadari perjuangan Nara di belakangnya.

Nara menghela napas. Terkekeh canggung. “Kau mau apa ke toko perhiasan sampai menarikku seperti ini?”

“Oh.” Gojo mengusap dagunya. “Nanami ingin membeli kalung ... atau cincin? Entahlah, tapi dia minta bantuan padaku untuk melakukannya.”

“Eh?” Nara mengerjap. “Nanami-san pakai perhiasan?”

Gojo berhenti melangkah, lantas membalikkan tubuhnya ke belakang. Melayangkan tatapan aneh pada Nara dengan kedua alis yang mengernyit keras.

“Kau ini ... menganggap Nanami apa, huh?” tanya Gojo.

“Kan katanya—”

“Dia mau memberikan perhiasan itu pada seseorang.” Gojo melanjutkan langkah. Disusul Nara yang kini telah berdiri di sampingnya.

“Seseorang? Kekasihnya?” tanya gadis itu.

“Mungkin?”

“Lalu kenapa mengajakku?”

Gojo tersenyum miring.

“Nanami memintaku untuk mengajakmu karena dia yakin kau bisa memilihkan kalung ataupun cincin untuknya,” jawab Gojo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Nanami memintaku untuk mengajakmu karena dia yakin kau bisa memilihkan kalung ataupun cincin untuknya,” jawab Gojo.

“Oh, begitu. Padahal, dia bisa meminta tolong padaku secara langsung ... kenapa harus lewat kau dulu?” Nara memiringkan kepalanya.

“Yaah, entahlah~ kita sampai!” Gojo menarik pintu masuk toko perhiasan, lantas melangkah masuk diikuti Nara.

“Hmmm ....” Pria itu menyentuh dagu. “Nara, kau ke sebelah kiri, aku akan ke bagian kanan.”

“Oh, baiklah.” Nara mengangguk.

“Dan jangan coba-coba buat kabur, paham?” Gojo melirik ke arah Nara dengan tatapan tajam.

“Iya, iya.” Nara meringis, lantas melangkah pergi ke arah kiri sesuai perkataan Gojo tadi.

Gojo menatap kepergian sang gadis selama beberapa saat. Melihat punggung mungil yang tertutupi surai hitam itu dari jauh. Gojo lantas membalikkan tubuhnya ke arah kanan, melangkah seraya melihat-lihat sederetan perhiasan di dalam lemari kaca.

“Hm?” Gojo menaikkan satu alisnya ke atas. Netra indahnya berkilat menatap hairpin berbentuk daun musim gugur yang tampak cantik. Pria itu menyeringai lebar, lantas meminta pada pelayan tempat ini untuk mengambil satu hiasan rambut itu.

“Silakan.” Pelayan itu mengulurkan jepitan rambut permintaan Gojo pada sang pria.

Si surai putih menyentuh hairpin itu dengan jadi telunjuk juga jempol. Lalu, mengarahkannya ke arah Nara yang sedang sibuk memilih. Gojo diam sambil memandangi. Mengira-ngira. Apakah hiasan rambut ini cocok dengan sang gadis?

“Heee. Aku ambil ini, ya?” kata Gojo pada pelayan tadi.

“Selera kekasih Nanami-san itu apa, ya? Kalau begini ... aku juga tidak bisa memilih ...,” gumam Nara. Mengernyitkan kening seraya menangkup satu pipi.

Gojo melempar satu hiasan rambut itu ke atas lalu menangkapnya lagi sembari melangkah mendekati Nara. Mengikis jarak mereka. Gojo membungkukkan tubuh. Tangan kanannya lantas terangkat, menjepitkan hairpin itu ke sisi rambut Nara.

“Eh? Gojo—” Nara menahan napas. Kedua matanya menangkap pemandangan lekukan leher Gojo di hadapan. Mengundang rona merah yang perlahan menghiasi wajah manisnya.

“Nah, pakai itu!” kata Gojo. Mundur satu langkah ke belakang.

“Ha?” Nara menaikkan tangan kanannya ke atas, kemudian meraba sisi kanan rambutnya. Merasakan sesuatu yang agak dingin dan kasar. “Kau ... apa ini?”

“Jepitan rambut.”

“Untukku?”

“Aku memakaikannya untukmu. Kurasa itu sudah jelas ‘kan?”

“Aku tahu, tapi—”

“Aku akan menghajarmu kalau jepitan rambut itu hilang, Nara.”

Kasar banget, batin sang gadis, “Bagaimana dengan pesanan Nanami-san? Aku kesulitan memilih karena tidak tahu selera gadisnya.”

“Ah, aku baru dapat telepon darinya kalau dia sendiri yang akan pergi mencari,” jawab Gojo. Berbohong.

“Eh? Jadi?”

“Kita pergi, dong. Aku lapar. Bagaimana kalau ke restoran dulu?” Gojo melangkah, langsung menarik lengan Nara untuk keluar.

“Eh, tapi-tapi—!”

“Ayooo!”

Gojo berbohong jika dia pergi ke tempat ini dengan alasan Nanami meminta bantuannya. Itu hanya alasan yang ia buat-buat agar bisa menarik gadis ini pergi jalan bersamanya.

Karena bukan Gojo Satoru namanya kalau dia mengajak dengan cara biasa.

Di saat Nara juga masih mencintai pria lain.

Kapan gadis itu akan sadar atas perasaan sang surai putih?

「🌺」

MisunderstandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang