“Kucing ini lucu banget!”
Nara melangkah sembari memeluk erat kucing putih yang telah Gojo selamatkan dari atas pohon beberapa waktu lalu. Senyuman lebar juga rona merah pada kedua pipinya menambahkan kesan manis di wajah.
Membuat muka Gojo yang berjalan di samping Nara agak merona merah.
“Untung kau tinggi, Gojo. Jadi, gak perlu manjat pohon, kau hanya perlu menaikkan tanganmu ke atas dan dapat, deh!” Nara mengeratkan pelukan pada kucing itu, lalu menggoyangkan tubuhnya ke kanan dan kiri.
“Makanya jangan pendek,” balas Gojo. Cuek.
“Aku sudah cukup tinggi, kok. Lihat?” Nara mengukur tingginya dengan tubuh Gojo. “Aku setinggi bahumu, lho.”
“Oh?” Gojo menaikkan sebelah alisnya. Berhenti melangkah. Lantas memutar tubuhnya ke samping, menghadap Nara. “Kau sudah makin tinggi, ya, ternyata? Dulu hanya sebatas dadaku saja.”
“Kan!”
“Tapi itu belum cukup untuk mengalahkanku, sih.” Gojo menaikkan kedua bahunya sebentar.
“Aku sudah cukup puas dengan tinggiku sekarang. Omong-omong, boleh aku pinjam kacamatamu sebentar?”
“Huh? Buat apa?”
“Sebentar saja.”
Gojo melepas kacamata bulat hitam miliknya, lalu menyerahkan benda itu pada Nara.
“Arigato!”
“Sebenarnya kau mau apa, sih, Nara?” tanya Gojo. Mengernyit dengan menaikkan satu alisnya.
Nara tak menjawab. Tangan kanannya memakaikan kacamata hitam Gojo pada sang kucing putih.
“He? Dia jadi mirip denganmu, Gojo.” Nara menggendong kucing itu ke atas. Menempelkan wajahnya dengan muka si remaja pria.
Wajah Gojo berubah datar. “Kau bercanda?”
“Tidak. Dia beneran mirip denganmu.”
“Terserah padamu.” Tangan kiri Gojo terulur menarik kacamatanya dari si kucing. “Kau menyamakanku dengan kucing itu karena bulunya 'kan?”
Kepala Nara miring ke kiri. Tersenyum lebar. “Soalnya sama-sama imut, sih. Jadi kupikir akan cocok. Mungkin ... aku akan membeli kacamata hitam juga buat kucing ini.” Nara mengelus bulu halus hewan itu.
“Kau mau merawatnya?”
“Iya, sayang kalau kubiarkan.” Nara menaikkan bahunya. “Oh, iya, Gojo.”
“Apa?”
Nara menaikkan tangan kanannya ke atas. Dua jarinya terangkat, tepat di depan mata sang surai putih. “Ini berapa?”
“Kau pikir aku apa, huh? Bahkan anak kecil saja tahu jumlahnya dua.”
“Ha?” Nara menganga. “Bukan itu. Aku ingin tahu apa kau masih bisa melihat walau pakai kacamata hitam yang benar-benar gelap total.”
“Nara. Kalau aku tidak bisa melihat dengan kacamata ini. Kau pikir aku bisa jalan dengan baik sekarang, huh?”
“Oh, iya. Kau benar. Aku lupa itu.”
“Dasar bodoh!” Tangan kiri Gojo mengacak-acak puncak kepala Nara.
“Hei! Rambutku nanti jadi berantakan, tau!” Gadis itu memukul-mukul lengan Gojo yang mengusap surainya, juga agak tertawa karena merasa senang.
Yah, diperlakukan seperti ini ... sudah membuatnya merasakan kebahagiaan sederhana. Terlebih, oleh orang yang sebenarnya ia cintai.
Sang surai putih tertawa. Tangannya pun juga tak berhenti mengusap rambut hitam sang gadis. Melihat Nara tertawa dengan rona merah di wajahnya membuat Gojo makin ingin menjahili gadis itu.
Dia suka melihat wajah Nara berubah merah seperti apel karena malu atau senang dengan tingkahnya. Itu menggemaskan, dan Gojo dibuat tertawa hanya dengan air muka gadis itu.
Oh? Sampai kapan perasaan senang ini tetap bertahan?
“Annara.”
“He?”
Nara dan Gojo menatap ke depan. Menemukan Choso berdiri di sana ... bersama Geto yang tampak canggung.
“Oh? Kak Choso!” sapa Nara ceria.
“Yo.” Choso melangkah mendekat. “Aku ingin mengajakmu ke kafe. Apa kau mau?”
“Eh? Boleh, kok.”
Gojo menurunkan tangannya dari puncak kepala Nara, lantas berjalan meninggalkan kedua orang yang tampak asik dengan obrolan mereka, menghampiri Geto yang kini sedang mengusap tengkuknya.
“Maaf, Satoru,” kata Geto.
“Ah, gak papa, sih.” Gojo merangkul kawannya. “Ayo pergi, Suguru.”
Nara melirik dari balik pundak Choso. Menatap kepergian Gojo bersama Geto. Sang gadis lantas mengulum bibir, agak tak rela pria itu pergi begitu saja tanpa mengatakan apa pun padanya.
Mungkin ... aku juga salah karena langsung mengabaikannya saat kak Choso datang, batin Nara. Menunduk.
Choso menatap sang gadis. Lalu mengerjap sebentar, ia pun menghela napas. “Bagaimana kalau kita pergi sekarang?”
“Ah, ayo.” Nara mengangguk.
Sampai kapan gadis itu tetap membohongi perasaannya sendiri?
「🌺」
KAMU SEDANG MEMBACA
Misunderstand
FanfictionSedikit kisah dengan konflik ringan antara dua hati yang sulit menyatu karena kesalapahaman. Bagaimana cara mereka mengakhiri kesalapahaman itu agar perasaan cinta mereka saling terikat? ▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃ Original Story by Ann White. Cover Book E...