بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
۞اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ، وَعَلَىٰ آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ۞
[Allahuma sholi ala Muhammad, wa ala ali Muhammad.]•••
•
•
•
Pukul 07.00 pagi.
Hari Ahad ini. Setelah sarapan bersama tadi pagi, Imama dan Alisha telah berpamit sekaligus izin kepada Abi Jaffar dan Umi Fatimah untuk memutuskan tinggal di Ndalem pondok Pesantren Al-Hafizma. Keduanya pun mengizinkan putri dan menantunya itu untuk pergi. Setelah selesai mereka melepas kebersamaan, mereka pun mulai melanjutkan perjalanan menuju Pesantren Al-Hafizma dengan diantar oleh Iqbal. Lelaki itulah yang menyetir mobil. Karena memang mobilnya juga, bukan?
"Huh, Sunyi kalau nggak ada kamu, Al." Iqbal mengatakan jujur dari hatinya. Hampa sekali jika tidak ada sang adik. Siapa yang akan ia ganggu lagi nanti? Siapa yang akan membangunkannya ketika ia tidak bangun subuh? Sedangkan sang adik sudah menikah dan mempunyai rumah tangga baru. Dan dirinya juga belum memiliki dampingan.
"Kasihan," lirih Alisha. Seakan-akan tahu apa yang Iqbal baru saja batinkan bahwa ia tak memiliki pasangan.
"Tega," balas Iqbal.
Imama pun hanya bisa terkekeh kecil dengan menggelengkan kepalanya. Sedikit ia menarik napas panjang sebelum memanggil nama Iqbal. "Jika boleh saya memberi usul. Kamu sering saja tinggal di Asrama Hafizma. Itu juga rumahmu, Bal."
Iqbal melirik Imama di kaca spion mobil.
"Kapan-kapan, deh."
Terlihat, Imama mengangguk di sana.
Selepas itu, Alisha langsung membenarkan duduknya. "Kita bakal tinggal di sana aja, ya, Afizh?"
Merasa paham akan apa yang dipertanyakan oleh Alisha. Imama mengangguk. "Iya, Na. Tapi kalau kamu lagi rindu sama Abi dan Umi. Kita bisa kok sering pulang ke rumah mereka."
•••
Beberapa puluhan menit telah berlalu. Iqbal kini sudah menghentikan mobilnya di depan Asrama Hafizma. Sebelumnya, Iqbal sudah turun terlebih dahulu untuk masuk ke sana. Sedangkan kedua pasangan itu masih di dalam mobil.
"Pakaikan dong," pinta Alisha kepada Imama dengan memberikan cadar kepada Imama. Imama pun mengangguk menurut.
"Sini." Imama mengambil cadar itu dan memasangnya di wajah perempuannya.
Berhasil terikat, Alisha tersenyum. Hal itu pun tersadar oleh Imama.
"Humairah? Lagi senyum, ya? Pasti manis banget."
Alisha tersentak, ia langsung duduk menjauh dari Imama. "Iya. Mending Afizh jangan liat. Soalnya nanti Afizh bisa pingsan di sini," selesai mengatakan itu, Alisha langsung keluar dari mobil. Padahal, disaat Alisha mengatakannya, hatinya sudah ingin berteriak.
KAMU SEDANG MEMBACA
IMAMA AL-HAFIDZH
Teen Fiction[SUDAH TERBIT] Novel tersedia di Gramedia dan TBO Apakah kalian pernah menemukan seorang pemuda laki-laki yang rela membakar jari-jari tangannya di api lilin, karena seorang gadis SMA? Imama Al-Hafidzh, dialah yang melakukannya. "Demi Allah, pikiran...