بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
۞اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ، وَعَلَىٰ آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ۞
[Allahuma sholi ala sayyidina Muhammad, wa ala ali sayyidina Muhammad.]
•••
•
•
•
Sebuah mobil kini berhenti tepat di depan pintu gerbang rumah bertingkat. Merasa ada kejanggalan di perjalanan menuju gerbang, pemilik mobil itu pun langsung keluar dari mobilnya dan sedikit berlari mendekat ke arah seorang gadis yang baru saja telah keluar dari pintu gerbang dengan membawa koper.
"Fatim!" teriaknya, membuat gadis yang dipanggil itu pun menoleh.
"Kamu mau ke mana? Kenapa bawa koper. Koper siapa ini?" Bryan, lelaki itu begitu sangat antusias menanyakan apa yang telah terjadi pada gadis itu, Fatim. Kenapa bisa dia membawa sebuah koper dan seperti ingin pergi dari rumahnya?
Fatim, dia menundukkan kepalanya. "I-iya, maaf, Pak. Sebelumnya maaf kalau saya nggak bilang dulu sama Bapak. Tapi saya izin pergi dari rumah Bapak untuk kembali pulang ke rumah. Maaf sekali lagi, Pak."
"Pulang ke rumah?" Bryan masih tak mengerti. "Tunggu, kalau kamu mau pulang ke rumah kamu, harusnya kamu itu bilang dulu sama saya. Kenapa jadi buru-buru seperti ini? Ayo ceritakan apa yang membuat kamu ingin pulang, kita masuk ke dalam rumah." Bryan mengajak Fatim untuk masuk ke dalam rumahnya kembali.
Namun Fatim menolak uluran tangan dari Bryan. Ia menggeleng. "Emm.. Nggak, Pak. Saya beneran ingin pulang ke rumah. Setelah saya pikir, ingatan saya bener-bener udah pulih sepenuhnya. Dan saya ingin pulang ke rumah saya."
"Tapi kenapa buru-buru?"
"AKU USIR!" tiba-tiba terdengar suara teriakan dari jendela atas kamar milik Devvy yang berhasil menyahut ucapan Bryan.
Bryan terkejut. Ia mendongakkan kepalanya ke atas, menatap Devvy yang memunculkan diri di jendelanya. "Devvy! Why did you throw her out?!" murka Bryan.
Devvy menarik napas panjang, sebelum ia berteriak, "SHE IS EVIL! DIA GAK MAU BANTU AKU DAN MALAH DUKUNG SI PEREMPUAN ITU!" tegasnya.
"PEREMPUAN APA MAKSUDMU?" tanya Bryan masih tak mengerti pada adiknya.
Melihat kekacauan yang takutnya akan semakin membesar nanti. Fatim yang sesaat diam pun kini mulai sedikit mencegah Bryan dan menenangkannya. "Pak... udah, Pak. Nggak usah ribut sama Mbak Devvy. Saya aja yang pergi, Pak."
Bryan mengalihkan tatapannya pada Fatim, ia masih diam tak bersuara. Yang tak lama, terdengar teriakan lagi. "USIR DIA, KAKKKKK!! AKU GAK MAU TAU DIA HARUS PERGI DARI SINI DAN JANGAN PERNAH BAWA DIA KE SINI. BIARIN DIA PULANG!"
"Dev-" dengan tangan yang sudah mengepal ingin masuk ke dalam rumah, tiba-tiba Fatim mencegah Bryan dengan menyentuh lengannya. Hal itu spontan membuat Bryan berhenti melangkah.
Fatim refleks melepaskan sentuhannya. Ia gugup dengan apa yang dilakukan olehnya barusan. "M-maaf, Pak. S-saya nggak maksud untuk nyentuh Bapak."
Bryan mengangguk. Ia tak terlalu memperdulikan tentang hal itu. Tapi berbeda dengan Fatim yang sangat menyesal dikarenakan mereka itu bukan mahram. "Tidak apa-apa. Tapi saya tidak bisa biarkan Devvy melakukan ini sama kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
IMAMA AL-HAFIDZH
Novela Juvenil[SUDAH TERBIT] Novel tersedia di Gramedia dan TBO Apakah kalian pernah menemukan seorang pemuda laki-laki yang rela membakar jari-jari tangannya di api lilin, karena seorang gadis SMA? Imama Al-Hafidzh, dialah yang melakukannya. "Demi Allah, pikiran...