Jangan lupa play media yang aku sisipin yaa gaiss:))
29. MINI ELINA
Seperti rutinitas biasanya Elang beserta teman-temannya membolos jam pelajaran. Mereka berkeliling sekolah, entah mencari apa. Mungkin mencari hiburan dari suntuknya menghadapi pelajaran kimia. Penampilan mereka jauh dari kata rapi. Elang bahkan mengganti sepatunya dengan sandal slop berwarna hitam. Begitu pula dengan Aldo dan Alex yang atasannya telah keluar dari celana tanpa dasi. Bryan pun sama, hanya saja dasinya tetap terpasang walau melorot.
Mereka berempat memasuki kantin. Kaki Elang langsung terarah menghampiri meja di pojok ruangan ketika matanya menangkap Elina dan teman-temannya ada di sana. Elina terlihat menunduk dan menelungkupkan wajahnya dibalik tangannya. Sepertinya gadis itu tidur.
"Wah, parah kalian semua, cewek gue diajak nggak bener." gerutu Elang.
Gladyssa, Meera, Viola, menatapnya terkejut. Kecuali Evelyn yang menatapnya malas. Gadis yang ujung rambutnya berwarna abu-abu itu memang tidak ada sopan santunnya pada kakak kelas.
"Enak aja! Justru Elina yang ngajak kita kesini." protes Gladyssa tak terima.
"Halah, bohong banget lu." timpal Aldo.
Gadis bermata sipit itu berusaha melebarkan matanya agar terlihat galak, "Lo aja yang nggak tau, Elina ini covernya doang alim, aslinya dakjal."
Elang mengerutkan alisnya tidak percaya. "Dia nih, kerjaannya nonton drakor pas pelajaran, ijin ke kamar mandi padahal ke kantin, bolos upacara terus tidur di uks, setiap hari tidur pas jam pelajaran." jelas Gladyssa.
"Sumpah? Demi apa?" Alex terkejut mendengar penuturan Gladyssa.
"Keren banget tapi, nggak pernah ketahuan guru." tambah Aldo.
Viola mencebikkan bibir, "Guru juga pada tahu kali, cuma karena Elina anak kesayangan jadi dibiarin."
Baik Elang, Aldo, maupun Alex dan Bryan mengambil kursi di sebelah dan bergabung di meja Elina. "Ya pantes sih, dilihat dari dedikasinya Elina buat sekolah ini."
"Kutu kupret ini kerjaannya manggil gue di kelas alasannya rapat osis, padahal ngajak ke kantin." ujar Meera.
"Keren sih, Elina. Pinter dan nggak boring. Menarik banget jadi cewek." tutur Alex dan Elang menyetujuinya. Benar, Elina memang terlihat semenarik itu dengan seluruh kemampuan, kepribadian, dan kecantikannya.
Elang mendengarkan mereka, tapi matanya terfokus pada Elina yang sedang terlelap. Gadis itu tidur dengan alis yang berkerut dan bibir cemberut. Menggemaskan sekali.
Tangannya terulur untuk mengelus rambut Elina, tetapi dicegah oleh Evelyn. Elang menatapnya seolah bertanya. "Biarin aja, kasihan dia nggak tidur semaleman." ungkapnya.
"Kenapa?"
"Biasa, bokapnya."
"Lagi?" tanya Elang.
"Dia sampe nangis tadi gara-gara ulangan matematikanya remidi. Padahal lo tau sendiri, seumur hidup Elina paling jelek matematikanya ya 95." sahut Meera.
"Dia kepikiran banget kayaknya, traumanya makin parah." ujar Gladyssa.
Elang menipiskan bibirnya. Ia pikir hidup terlalu kejam pada gadis baik hati dihadapannya ini. Atau, karena Tuhan tahu Elina anak perempuan yang kuat, jadi Tuhan mempercayakan beban seberat itu padanya. Jujur, dari hati yang paling dalam. Elang tidak tega pada Elina.
***
Matahari telah menghilang dari pandangan. Elang bersandar di pintu mobilnya. Ia menunggu Elina keluar dari sekolah, hari ini gadis itu ada latihan persiapan lomba pidato dan ekskul paskibra. Sepulang sekolah Elang tidak pulang kerumahnya, melainkan ke El Cielo. Cowok itu masih memakai celana sekolahnya, ia hanya berganti kaus dan mengenakan hoodie hitam. Kepalanya ia tutup dengan tudung hoodie tersebut. Elang berniat menghibur Elina ke pasar malam untuk menghiburnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EL VENENO
Teen FictionTak ada angin, tak ada badai sosok yang paling digilai dan disegani di SMA Cahaya Pelita, Elang Dewanata meminta Elina untuk menjadi pacarnya. Padahal saat itu Elang sedang dekat dengan Karin, perempuan yang juga menjadi incaran semua orang dan tak...