Playlist
Fiersa Besari - Garis Terdepan7. LANGIT MALAM & ES PUTER
"Gue pernah bilang lo kelihatan lebih cantik pas nangis. Tapi bukan berarti gue suka lihat lo nangis." - Elang Dewanata
Setengah jam lagi bel berbunyi, Elina sudah menapakkan kakinya di sekolah. Seperti biasa, ia berjalan melewati koridor kelas XII. Namun hal anehnya, banyak sekali tatapan tidak mengenakkan yang Elina dapatkan. Gadis itu lantas memastikan penampilannya, tidak ada yang aneh. Ia hanya mengenakan hoodie berwarna hitam yang dipadukan dengan sneakers putih juga menggendong backpack berwarna hijau tosca. Semalam hujan, pagi ini cuaca jadi dingin dan Elina memutuskan untuk mengenakan hoodie.
Ia juga tidak memoleskan make up diwajahnya, hanya memakai lipbalm dan bedak tabur agar tidak terlihat pucat. Tidak ada yang salah. Lantas mengapa mereka menatap seperti itu padanya.
Elina tetap menyapa orang-orang yang dia kenal dengan senyum canggung. Meskipun tidak dibalas. Elina terus melangkahkan kakinya sampai ada satu suara yang mengganggunya, “Pencitraan banget sih, kemarin sok-sokan nolak, merasa paling tersakiti sampai nangis-nangis. Nggak tahunya dibelakang diembat juga.”
Elina menolehkan pandangannya pada segerombolan kakak kelas itu. Mereka dengan terang-terangan membicarakan Elina sambil menertawainya.
“Maksud kakak apa, ya?” tanya Elina.
Semenjak kejadian di kantin hari itu, Elina sudah biasa jika dirinya dijadikan bahan gosip. Bahkan orang-orang yang tidak dia kenal turut membicarakannya. Elina hanya diam saja, berpura-pura tidak mengetahui apa yang mereka bicarakan.
Elina juga jadi jarang ke kantin. Sebisa mungkin dia menghindari keramaian agar tidak mendengar gosip-gosip tentang dirinya. Namun kali ini, ia merasa terganggu dengan kata ‘nggak tahunya dibelakang diembat juga’ yang diutarakan kakak kelasnya.
“Ternyata benar ya, lo itu nggak punya harga diri.” Ucap kakak kelas yang satunya lagi.
“Saya nggak ngerti maksud kakak. Dan saya rasa, kita nggak pernah punya masalah.” Bantah Elina.
“Sebagai sesama perempuan, gue bisa ngerasain juga gimana sakitnya Karin. Lo bayangin aja kalau dia lihat orang yang paling dia percaya nusuk dia dari belakang. Bahkan, sampai pelukan sama cowok yang dia suka.”
“Pelukan?” tanya Elina tak mengerti.
“Nggak usah belaga polos deh. Perlu gue bawain mading ke sini sekarang?”
Elina tidak menjawab pertanyaan mereka lagi. Mading, dia bisa menemukan jawaban dari semua ini. Buru-buru Elina melangkahkan kakinya menuju mading. Gadis itu sangat terkejut ketika wajahnya terpampang jelas di mading. Di foto itu dia tengah berpelukan dengan seorang pria berjaket parasut hitam. Meskipun wajah cowok itu tidak terlihat. Semua orang juga tahu siapa yang memiliki jaket dengan bordir gambar elang dan tulisan 'eagle eye’. Tentu saja, siapa lagi jika bukan Elang Dewanata.
Elina memejamkan matanya. Apalagi sekarang, siapa yang dengan tega mengambil dan menyebarkan foto ini. Orang-orang pasti akan salah paham dan menyimpulkan yang tidak-tidak. Padahal bukan seperti itu kenyataannya.
“Sekarang lo mau bantah gimana lagi?” ujar Karin. Gadis itu sudah berdiri di belakang Elina. Kedua tangannya terlipat di depan dada.
“Lo salah paham, kejadiannya nggak seperti itu. Gue bisa jelasin-”
“Udahlah, El. Air mata lo itu nggak akan mempan. Lagipula gue udah biasa kali. Dulu juga, lo bilang lo nggak suka sama Bayu, lo nggak pernah punya niat rebut Bayu dari gue. Tapi apa? Ujung-ujungnya lo jadian kan sama Bayu.” Cerca Karin.
KAMU SEDANG MEMBACA
EL VENENO
Fiksi RemajaTak ada angin, tak ada badai sosok yang paling digilai dan disegani di SMA Cahaya Pelita, Elang Dewanata meminta Elina untuk menjadi pacarnya. Padahal saat itu Elang sedang dekat dengan Karin, perempuan yang juga menjadi incaran semua orang dan tak...