8. SAKIT

379 30 3
                                    

Playlist
PUBLIC - Make you mine

8. SAKIT

"You know that i won't stop untill i make you mine, El." - Elang Dewanata


***

Semesta sedang sangat tidak berpihak pada Elina. Sudah satu jam ia menunggu di halte. Dari yang tadinya berdesak-desakan hingga kini hanya tersisa segelintir saja. Hujan belum juga berhenti, ia jadi tidak bisa pulang.

Kondisi fisiknya tidak memungkinkan untuk menerobos hujan. Gadis itu sedang demam. Ia tidak mau merepotkan orang lain jika sakitnya semakin parah. Cuaca semakin dingin, ia juga lupa untuk membawa jaket. Elina meletakkan kepalanya yang terasa amat berat pada sandaran besi. Gadis yang biasanya tak kenal lelah itu kini nampak pucat. Ia hanya bisa menggosok-gosok telapak tangannya untuk menghalau hawa dingin. Ia memejamkan matanya sebentar.

"Elina." Panggil Elang yang tiba-tiba sudah berada tepat di depan Elina dengan motornya. Hujan masih sangat deras, namun cowok itu tampak acuh. Seragamnya basah kuyub. Kedatangan cowok itu langsung menjadi pusat perhatian seluruh siswa yang ada di halte. Dimana pun ia berada, cowok bengal itu pasti menjadi pusat perhatian. Ia memiliki auranya sendiri. Pesona Elang justru bertambah ketika terguyur hujan seperti ini. Tak ada yang mampu menolak pesona seorang Elang Dewanata.

"Lo tunggu sebentar lagi masih kuat, kan? Gue ambil mobil dulu. Sebentar banget." Ujar Elang.

Elina terkejut bukan main. Melihat Elang yang rela hujan-hujanan hanya untuk membuat dirinya aman. Kepalanya semakin terasa ingin pecah. Bukan hanya Elina, semua siswa yang ada di halte ingin menjerit mendengar pernyataan Elang.

"Nggak usah macam-macam, Kak. Hujannya deras banget. Mending lo naik kesini sekarang. Gue nggak mau ada orang sakit, cuma gara-gara gue." Peringat Elina.

"Lo bisa nggak, sekali aja nggak keras kepala?" Sarkas Elang. Jika dia sudah mengeluarkan ciri khas preman paling ditakuti di SMA-nya, siapa lagi yang berani melawan. Label paten milik Elang. Semua orang tunduk kala melihat penyerang barisan terdepan itu.

"Udah. Gue cabut dulu ya, 10 menit aja kok. Lagian nggak boleh nolak rejeki. Kapan lagi lo dapet rejeki nomplok, dianterin pulang sama cogan kayak gue?" Ujar Elang dengan tampang tengilnya, secepat itu ia merubah ekspresi. Hal yang hanya bisa ditemukan di sosok Elang.

Begitu mendengar Elina akan mengomel, Elang buru-buru melajukan motornya dengan kecepatan kilat. "Kak! Kak Elang! Astaga. Bandel banget, sih." Elina berdecak kesal. Mau berteriak lagi, suaranya sudah tidak keluar. Ia hanya bisa mengelus dada melihat tingkah Elang yang super ajaib. Kalau Elang sudah memutuskan, siapa yang bisa mencegah.

"Elina, lo pakai pelet apaan sih? Sampai Elang bisa kaya gitu. Bagi tips dong," titah salah satu teman seangkatannya.

"Tukeran aja yuk, Na. Gue juga mau digituin."

"Karin yang cantik subhanallah gitu dicampakkan. Eh, dia malah pindah haluan ke yang modelan begini." Sahut teman yang satunya lagi.

Padahal tadi mereka duduk masing-masing, ketika Elang pergi mereka langsung bergerombol hanya untuk membicarakannya. Elina menghela napas. Berusaha tidak menghiraukan ocehan mereka. Bohong jika Elina tidak sakit hati. Elina sebenarnya sangat sensitif, meskipun dari luar terlihat cuek. Dia tidak pernah membalas, dia selalu memendam. Dia selalu memikirkan apa yang orang katakan. Berujung rasa insecure dan overthinking yang tiada habisnya.

Elina memang pintar dan multitalenta. Ia bisa menguasai sesuatu hanya dalam sekejap. Tapi itu tidak ada apa-apanya dengan Karin. Karin cantik, sangat cantik. Bahkan bisa dibilang primadona di SMA Cahaya Pelita. Dia berkelas dan memiliki segalanya. Semua yang dia mau, bisa dia dapatkan. Semua orang berlomba-lomba untuk bisa dekat dengannya. Bukankah, goodlooking akan selalu menjadi yang utama.

EL VENENOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang