55. STRANGER

116 10 10
                                    

HAI OMG MINTA MAAF BGT YAA AKU LAMA UP NYA😔😔

MAKIN MENUJU ENDING AKU MAKIN WRITERS BLOCK NIH, kaya ga rela kalo El Veneno tamat huhuu

BTW BTW, kalian mau ending gimana nih? Happy atau sad?

KOMEN DISINI YA!

55. STRANGER

Berita itu sudah menyebar kemana-mana. Tentang berakhirnya hubungan Elina dan Elang. Mereka mengetahui itu karena melihat tidak ada interaksi sama sekali antara Elang dan Elina. Biasanya mereka terlihat selalu tertawa beriringan, tapi kini ketika berpapasan pun tidak saling sapa. Hanya Elang saja yang berusaha menatap Elina sementara Elina abai. Sehingga mulai banyak perbincangan yang merebak. Mereka menerka-nerka apa penyebab Elina dan Elang berakhir demikian. Banyak dari mereka yang menyayangkan, namun ada pula yang mensyukurinya.

Elina berusaha tutup telinga akan apapun pendapat orang-orang. Dia akhirnya memberanikan diri untuk muncul. Berjalan sendirian ke kantin dan menemukan sahabat-sahabatnya sudah duduk di satu meja. Ada Evelyn, Meera, Gladyssa, dan Viola. Elina mengambil tempat tepat di sebelah Meera. Wajah mereka semua nampak lesu. Tidak bersemangat seperti biasanya sehingga membuat Elina bertanya-tanya.

Meera menatapnya, lama sekali. Sampai Elina kebingungan sendiri. Lalu pada detik berikutnya gadis itu tiba-tiba meneteskan air mata. Meera menangis tersedu-sedu. Suaranya cukup keras hingga Elina panik. Elina langsung memeluk gadis itu dan menepuk-nepuk punggungnya.

"Meer, kenapa? Kok nangis sih?" tanya Elina panik.

Meera menangis semakin keras, "Kenapa hidup lo berat banget sih, El? Kenapa lo bisa kuat banget jadi anak..."

"Gue nggak habis pikir, kenapa bisa lo kuat sampai sekarang. Kalo gue jadi lo, mungkin dari dulu gue udah nyerah."

Evelyn ikut mengangguk, "Gue yang hidup serba ada aja pernah hampir bunuh diri cuma gara-gara nggak sejalan sama orang tua."

"Kalau gue ada di posisi lo mungkin gue bakal hilang arah. Nggak tahu deh bakal jadi apa. Jadi orang jahat kali," Viola turut menimpali.

"Kok bisa sih El? Lo tetep berada di jalan yang lurus, jadi anak berprestasi, dan tetep jadi anak baik even ke orang yang udah nyakitin lo?" tanya Gladyssa yang tidak bisa Elina jawab. Sebab ia tidak menemukan jawabannya. Ia pun sebenarnya bingung mengapa ia bisa bertahan sejauh ini. Tetap menjadi anak baik yang menjadi favorit semua orang. Dahulu mungkin ia bisa menjawab karena Mama. Tapi kini Mama sudah pergi, jadi seharusnya Elina bisa menyerah. Namun pada kenyataannya ia memilih bertahan karena banyak orang yang membutuhkannya. Ia sedang terseret arus tapi masih harus berusaha untuk menyelamatkan orang lain.

Untuk menjadi baik, Elina tidak tahu definisi baik yang orang-orang sematkan untuknya itu bagaimana. Ia hanya tidak bisa marah, tidak bisa melampiaskan perasaan kecewa ataupun sedihnya. Hatinya selalu tidak tega ketika melihat orang lain menderita, walau itu harus mengorbankan dirinya sendiri.

Elina yang awalnya mengerutkan kening perlahan mulai paham. Dia teruskan usapannya di punggung Meera sambil menatap sahabatnya satu per satu. Memilih untuk tertawa kecil, "Kok jadi lo yang nangis sih, Meer? Udah dong, gue nggak apa-apa."

Evelyn mencebik, "Bohong."

"Lo nggak harus selalu kuat kok, El. Lo boleh jadi lemah di depan kita." tutur Viola. Badannya condong ke depan guna mengusap lengan Elina.

Elina memilih untuk tersenyum tipis. Kalimat itu menyentuh hatinya hingga tanpa sadar matanya berkaca-kaca. Sejak kecil ia memiliki image sebagai anak baik, anak pintar dan berprestasi. menjadi teladan bagi teman-teman atau saudaranya. Itu menyedihkan sebenarnya, karena sejak saat itu Elina tumbuh menjadi anak yang haus akan validasi. Ia percaya bahwa ia harus selalu menjadi hebat agar semua orang tetap menyayanginya. Agar orang-orang tidak pergi darinya.

EL VENENOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang