13. PEDULI
Keluarga Dewanata sedang melaksanakan makan malam bersama. Mereka terlihat begitu harmonis. Tidak ada sekat antara anak dan orang tua. Mereka benar-benar dekat seperti teman. Sesekali mereka semua tertawa karena Elang dengan sengaja membuat Lily-adik perempuannya kesal.
"Yah, Elang mau minta tolong." Ujar Elang mulai serius. Semua orang mulai menatap Elang penuh tanya. Tidak biasanya anak itu seserius ini.
"Apa?" tanya Keenan-ayah Elang.
"Selaku donatur utama keputusan ayah pasti sangat dipertimbangkan. Jangan setuju untuk cabut beasiswa Elina Shaletta." Tutur Elang. Mereka semakin mengernyitkan alis. Siapa lagi Elina Valetta itu.
"Siapa?" tanya Keenan lagi.
"Elina Shaletta, murid SMA Cahaya Pelita kelas sepuluh MIPA satu. Dia anak beasiswa yang berprestasi di banyak bidang. Kemarin dia juara dua olimpiade matematika internasional. Tapi, yayasan mau cabut beasiswanya karena dia nggak jadi juara satu." Jelas Elang.
"Kenapa?"
Elang berdecak kesal, "Ngomong sama ayah nih kaya belajar kaidah kebahasaan wawancara. Jawabnya cuma apa, siapa, kenapa."
Sontak Keenan, Lily, maupun Lydia tertawa geli melihat wajah galak Elang. Terselip sebuah kecurigaan di benak Lydia. Dia tahu betul putranya tidak biasanya peduli seperti ini pada orang lain.
"Maksud ayah, kenapa harus nggak setuju?"
"Kemanusiaan, Yah. Juga sebagai bentuk terimakasih karena dia udah banyak mengharumkan nama SMA Cahaya Pelita."
"Sok-sokan ngomongin kemanusiaan, nilai PPKN Mas tuh benerin dulu." Timpal Lily. Elang langsung saja memelotot pada adik satu-satunya itu.
"Bikinin adek baru dong, Bun. Yang ini resek, buang ke laut aja." Balas Elang sewot seraya mencubit hidung Lily.
Keenan melipat tangannya di depan dada, "Nggak bisa, El. Peraturan adalah peraturan, tetap harus ditaati."
Jika menyangkut sebuah peraturan, Keenan memang sedikit keras hati. Susah memang kalau punya ayah seorang jenderal. Elang memutar otak, memikirkan bagaimana cara untuk meluluhkan hati ayahnya.
"Elang janji nggak ngerokok, nggak pulang pagi sebulan deh. Tapi ayah turutin Elang." putus Elang.
Keputusan yang amat mengejutkan semua orang. Pasalnya, rokok adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari Elang. Lydia saja sampai lelah menyuruh Elang berhenti merokok, tapi anak itu tetap tak berhenti. Ajaib sekali sosok Elina ini, bisa membuat Elang berkorban hingga demikian.
Walau sesungguhnya Elang sangat berat hati, hidupnya tanpa rokok bagaikan sayur sop tanpa garam. Hambar. Demi Elina, ia sampai rela melakukan hal ini.
"Tumben banget sih anak Bunda peduli begini sama orang." Timbrung Lydiaa. Ia tersenyum curiga.
"Kasihan aja bun, beasiswa itu harapan dia satu-satunya buat lanjutin sekolahnya."
"Kok kakak tahu?" sambung Lily.
"Ini kenapa pada heboh sih, orang cuma masalah sepele gini doang. Jadi gimana, yah?" Elang jengah, sebab sejak tadi keluarganya banyak bertanya. Padahal ia sedang tidak membuka sesi wawancara.
Elang memang sangat galak dan keras kepala. Namun disisi lain, dia juga merupakan pribadi yang humoris, hangat, dan menyenangkan. Meskipun terkesan jahil, Elang selalu bisa menghidupkan sebuah suasana.
"Iya, ayah usahain. Besok sehabis meeting ayah ke sekolah kamu." Ujar Keenan. Pria paruh baya itu menyudahi kegiatan makannya. Lalu berpamitan untuk menyelesaikan pekerjaannya. Disusul oleh Lily yang meninggalkan meja makan untuk mengerjakan tugas sekolahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EL VENENO
Teen FictionTak ada angin, tak ada badai sosok yang paling digilai dan disegani di SMA Cahaya Pelita, Elang Dewanata meminta Elina untuk menjadi pacarnya. Padahal saat itu Elang sedang dekat dengan Karin, perempuan yang juga menjadi incaran semua orang dan tak...