50. EL VENENO

137 15 21
                                    

HAI SEMUA MAAF BANGET UPDATE NYA LAMA DUNIA SEDANG GILA AKHIR AKHIR INI😭😭

SEMOGA INI BISA NGOBATIN KANGEN SAMA DUO EL YAAW

HAPPY READING!!

50. EL VENENO

Elang kalang kabut menelpon semua teman-teman Elina. Begitupun dengan Bunda yang mondar-mandir kesana-kemari karena khawatir. Pasalnya pulang dari pemakaman papanya tadi Elina berpamitan untuk pergi ke apartemen Gladyssa tapi hingga malam menjelang Elina tak kunjung kembali. Parahnya pula, ketika Elang menanyakan keberadaan Elina pada Gladyssa, gadis itu menjawab tidak tahu dan Elina tidak ada ke kediamannya sama sekali.

Elang mengacak rambutnya frustasi, memang semua ini adalah salahnya. Ia tidak seharusnya membiarkan Elina pergi sendirian dalam kondisinya yang kacau seperti itu. Ia dilanda rasa gundah, ingin menemani gadis itu, tapi pasti Elina tidak akan mau sebab sudah muak melihat dirinya.

"Aku nggak bisa diam aja Bun. Aku harus cari Elina."

Cowok itu akhirnya mengambil kunci mobilnya dan pergi dengan terburu-buru. Bunda pun tidak mampu berkata tidak. Elang tetaplah Elang yang keras kepala. Lagipula itu adalah keputusan yang benar. Elina harus ditemukan, takut-takut gadis itu nekat melakukan sesuatu yang membahayakan dirinya.

Elang menyusuri hampir setiap jalan di kota ini. Mencari keberadaan Elina dengan perasaan gundah. Semua tempat-tempat yang biasa ia datangi bersama Elina sudah ia kunjungi pun tempat-tempat favorit Elina. Taman komplek, El Cielo, 88, rumah lamanya, bahkan rumah teman-teman gadis itu sudah Elang singgahi. Namun Elina sama sekali tidak kelihatan batang hidungnya.

Elang mencengkram kemudi, kepalanya berpikir keras untuk mencari dimana kemungkinan Elina berada. Ia bersumpah tidak akan memaafkan dirinya sendiri apabila terjadi sesuatu pada Elina. Ia berdecak kasar ketika laju kendaraan hanya bisa merayap. Elang mengalihkan netranya pada bangunan di sisi-sisi jalan. Lampu-lampu gedung itu berkilauan, membuatnya berpikir ke satu tempat dimana Elina mungkin berada disana.

***

Sementara di lain tempat, gemerlap kelap-kelip lampu dan musik yang memekakkkan telinga itu nampaknya tidak mengganggu seorang gadis yang mengenakan mini dress tali spaghetti warna merah yang membentuk lekuk tubuhnya secara sempurna. Tentu saja, momen ini adalah momen yang sudah dinantikannya sejak lama. Elina berjalan mendekat ke arah dancefloor. Di tangannya ada sebuah botol alkohol yang masih penuh. Gadis itu benar-benar sudah kehilangan kesadaran, berjalan saja sudah sempoyongan. Tetapi ia ingin membuktikan apakah ia mewarisi gelar Dewa Alkohol yang dimiliki sang ayah atau tidak.

Gadis itu menenggak cairan itu langsung dari botolnya, lantas ia berteriak, "Buat dunia yang nggak pernah adil!"

Tak berhenti disitu, Elina menenggak lagi hingga tersisa separuh. Ia mengangkat botol itu tinggi-tinggi, "Buat pecundang-pecundang yang pernah Elina sayang!"

"Buat Mama yang memilih untuk menyerah, padahal Elina bertahan mati-matian buat Mama!"

Lagi, gadis itu menengguk alkohol itu secara brutal sampai cairan berwarna merah itu menetes di pipinya. Elina baru berhenti ketika botol itu sudah kosong. Ia mengusap pipinya secara kasar. Lantas ia mengangkat satu tangannya lalu berjingkrak-jingkrak mengikuti beats lagu Habits yang menggema. Ia berteriak menunjukkan euphoria namun ada setitik air yang menetes dari ujung netranya.

"Semuanya sampah!"

Elina sudah benar-benar lelah, jadi ia memilih untuk selesai. Ia tidak akan berpura-pura kuat lagi. Elina mengubur dalam-dalam terkait harapannya tentang pelangi dibalik hujan ini. Nyatanya hujan itu tidak pernah berubah menjadi pelangi, justru badai yang datang memporak-porandakan hidupnya.

EL VENENOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang