11. OLIMPIADE MATEMATIKA
***
Hari yang ditunggu Elina akhirnya tiba. Jantung Elina cukup berdebar. Selangkah lagi mimpinya akan tercapai. Jika ia menang, ia tidak perlu khawatir akan uang sekolahnya lagi. Beasiswanya akan diperpanjang hingga ia lulus nanti. Ia juga akan langsung di terima di Oxford University lengkap dengan beasiswanya. Universitas impiannya. Elina melebarkan senyumnya, menyemangati dirinya sendiri. Mulutnya tak henti-henti merapalkan doa.
Keadaannya sudah cukup membaik. Belum sembuh seratus persen. Tetapi Elina sudah mampu beraktivitas seperti sedia kala.
Gadis itu mulai melangkahkan kakinya memasuki halaman gedung tempat dilaksanakannya olimpiade. Elina terkejut setengah mati melihat keadaan halaman gedung.
Semua anggota Eagle Eye berada disana. Mereka datang beramai-ramai dengan mengenakan kaos kebanggaan mereka. Kaos hitam bertuliskan 'Eagle Eye' disertai gambar kepala burung elang di bagian dada kanan. Siapapun yang mengenakan kaos itu, pasti memiliki ikatan dengan Eagle Eye. Siapapun yang mengenakan kaos itu, pasti akan mendapatkan perlindungan dari Eagle Eye.
Spanduk hitam raksasa milik mereka juga sudah menjuntai diikat rapi dari ujung rooftop. Tak hanya itu, foto Elina juga terpampang tepat di sebelah spanduk itu. Bisa kalian bayangkan bukan, seberapa gugupnya Elina. Didukung seperti ini bukannya membuat Elina semangat. Yang ada Elina tidak konsentrasi, karena tingkat ketampanan mereka melewati batas.
Pasukan Eagle Eye dengan kompak mengumandangkan yel-yel yang mereka ciptakan untuk SMA Cahaya Pelita. Mereka bernyanyi diiringi oleh ketukan drum yang mereka bawa. Mereka memang tidak pernah tanggung-tanggung. Solidaritas mereka amat kuat. Pasukan Eagle Eye selalu bisa membuat suatu acara menjadi begitu meriah.
Elang berada di bagian paling depan, sebagai center. Cowok itu yang memimpin pasukan Eagle Eye mengumandangkan yel-yel. Ia juga memegang sebuah bucket bunga di tangannya.
Elina menengok ke sekitar. Seluruh orang yang ada disana memandang ke arahnya. Elina dan Eagle Eye menjadi pusat perhatian. Hal itu membuat Elina semakin gugup. Elina lebih baik dihadapkan puluhan soal matematika daripada situasi seperti ini. Bahkan Bu Sari juga turut menatapnya aneh. Tapi banyak juga peserta lain yang memandangnya iri. Mereka sibuk mengabadikan aksi Eagle Eye dengan ponsel mereka. Jujur, Elina merasa sangat tersanjung. Tak pernah sebelumnya ia didukung sampai seperti ini. Ia ingin berteriak sekarang juga. Elina tak mampu terus menahan senyum seperti ini.
Elang berjalan mendekat pada Elina. Ia tersenyum miring, namun terlihat sangat manis. Senyum devil itu memiliki pesona tersendiri bagi sosok Elang Dewanata. Tatapnya begitu dalam dan lekat. Rambutnya yang tebal berantakan akibat tertiup angin. Tolong, kenapa Elang sangat tampan. Elina menggelengkan kepalanya kuat- kuat. Tahan Elina, tahan.
"Semangat, El. Lo pasti menang, percaya sama gue." Ucap Elang. Ia menyodorkan bunga itu lalu mengacak rambut Elina.
"M-makasih." Jawab Elina sedikit gugup. Padahal ia sudah berusaha dengan sangat keras untuk menyingkirkan detak jantungnya yang tak karuan. Namun tetap gagal.
"Mm, tapi kalian nggak perlu repot-repot kaya gini. Emang kalian nggak sekolah?"
"Kita dapat dispensasi dong. Kan jadi supporter lomba. Ya, nggak?" sahut Elang yang langsung diangguki teman-temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EL VENENO
Novela JuvenilTak ada angin, tak ada badai sosok yang paling digilai dan disegani di SMA Cahaya Pelita, Elang Dewanata meminta Elina untuk menjadi pacarnya. Padahal saat itu Elang sedang dekat dengan Karin, perempuan yang juga menjadi incaran semua orang dan tak...