15 • Langit Dua Warna

53 24 0
                                    

🍄🍄🍄🍄…………

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍄🍄🍄🍄
…………..

“Nilai manusia tidak bisa diukur hanya dengan melihat bagaimana perilakunya.“
______________________________


Bunyi jarum jam yang memutari angka-angkanya, mulai terdengar berantakan saat Aira memikirkan tentang Agha. Ya, dia pembohong ulung yang sering berkata kalau dia sudah melupakan Agha.

Padahal, dadanya sakit bukan main saat dia tau kalau saingannya bernama masa lalu. Uh! Sulit! Meskipun begitu, satu yang pasti, Aira menyadari satu hal ini.

Nilai manusia tidak bisa diukur hanya dengan melihat bagaimana perilakunya. Boleh jadi sangat buruk, karena dia punya masalahnya sendiri. Boleh jadi sangat baik, sebab dia sedang mencoba menutupi masalah atau mungkin satu kebohongan dalam hidupnya. Ya, tidak ada manusia yang hidup dengan baik-baik saja.

Agha juga begitu, dia dikenal brengsek, tapi bahkan masalahnya lebih rumit daripada yang Aira pernah pikirkan.

Bagaimana ini? Dia jadi merindukan Agha. Tidak! Jangan! Satu minggu lagi, penilaian akhir semester sudah di mulai. Aira harus fokus, menghafal dan menamatkan beberapa drama korea, yang sudah dipersiapkan dengan setoples besar popcorn.

"Kak! Pinjem charger!" teriak si bungsu di tengah malam ini sukses membuat lamunan Aira buyar.

"Kak Aira! Buruan! Nanti hp gue mati, lo mau tanggung jawab kalau gue kalah main game?" teriaknya lagi, refleks membuat Aira mengambil chargerannya yang tergeletak tidak berharga di samping rubrik yang beberapa hari lalu sudah Agha susun untuknya.

"Sabar, Banu! Jangan teriak begitu! Udah malem, nanti Ibu bangun," gerutunya sambil melempar chargeran yang jatuh tepat di antara kaki jenjang adiknya.

"Lagian! Buka pintu aja lama! Ambilin buru chargernya, tanggung ini nanti kalah!"

Aira mendelik sinis, Banu ini memang definisi sempurna dari kata kurang ajar. Dengan segera dia menendang chargerannya, sambil menggebrak pintu kamarnya.

"Ambil sendiri! Lo bukan Raja!"

Memang, ada-ada saja pengganggu yang senang sekali mengacaukan pikirannya yang sedang bermain-main dengan Agha.

Dalam helaan napas panjang yang dia ambil sebagai pereda rasa kesal, Aira mengambil rubik yang tadi sempat terperangkap dalam retinanya. Rubik dengan kenangan yang terperangkap hangat dalam ingatannya bersama anak lelaki yang terkenal karena keberengsekannya.

"Kangen banget gue sama, lo! Sedikit menyesal menolak ajakan lo, tapi it's okay! Gue emang lemot tapi gue nggak bego!" lirih Aira kemudian mengacak-ngacak rubiknya.

After Summer Rain (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang