2 • Perak Bermata Satu

91 34 2
                                    

🍄🍄🍄🍄

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍄🍄🍄🍄

Cinta dalam diam itu bukan masalah besar selama tidak diperjuangkan, diam saja sampai perasaan itu hilang sendirinya.”
______________________________


Hujan turun malam ini, panasnya ibu kota masihlah sama. Sama seperti mata dan dada Aira yang kepanasan. Kedua retina bulat kehitamannya itu, tidak teralihkan sedikitpun. Menatapi layar persegi panjang dengan barisan kalimat panjang di dalamnya.

Raina Aira Narissara, 17 tahun, siswa menengah atas kelas dua ini, jomblo dari lahir. Si lemot akut yang menyukai basa basi ini, tidak pernah absen menyukai kakak kelasnya selama hampir dua tahun ke belakang. Memilih mencintai dalam diam, adalah pilihan paling tepat yang dia yakini. Namun, bisikan setan dari teman satu kelasnya, membuat Aira berani mengaku pada kakak kelasnya itu. Hasil akhirnya tentu saja berhasil menjerumuskan Aira dalam lubang penyesalan. Ya, dia sedang meratapi betapa menyedihkanya dia saat ini.

Kata-kata Dipta saat menolaknya masih terasa ngilu sampai saat ini.

Biar Aira mengingat lagi, bagaimana kejadiannya.

Hari sabtu, tepat sepulang kumpulan teater, Aira dengan hati yang berdebar kencang, mencoba menahan Dipta yang hendak pergi, setelah mengemasi barangnya.

“Kak Dipta, aku boleh minta waktunya sebentar?” Tanpa mencurigai pertanyaanku, Dipta mengangguk sambil tersenyum.

Entah kenapa, ucapan Nadin malah memberikan sedikit harapan pada Aira yang saat itu putus asa cintanya selama ini memanglah selalu bertepuk sebelah tangan. Ya, ucapan memang memiliki kekuatan yang mampu membolak balikkan hati manusia, atau justru menjerumuskan manusia dalam lubang penyesalan.

Aira salah satunya, dia percaya diri sekali, kalau Dipta juga menyukainya.

“Kak Dipta, sebelumnya aku boleh sampein sesuatu?” Dipta mengangguk lagi, dia terlihat bingung, saat tubuh Aira menyeretnya ke depan tongkrongan sepi di depan kantin.

“Sebelumnya, aku mau minta maaf, kalau aku lancang. Tapi, aku nggak tau gimana cara menyampaikannya selama ini?”

Dipta menikkan satu halisnya sebelah, dia terlihat terkejut dengan pertanyaanku. “Tentang apa? Teater? Atau latihan untuk lomba nanti? Kamu bisa tanya itu tadi di perkumpualn, loh.”

“Bukan itu,” sergah Aira membuat kerutan di dahi lawan bicaranya semakin banyak.

Apa Dipta memang benar tidak sepeka itu?

After Summer Rain (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang