14 • Interogasi

53 23 0
                                    

🍄🍄🍄🍄

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍄🍄🍄🍄

.......................

“Sebab, kebahagiaan dia di masa lalu tidak akan sama dengan kebahagiaan yang akan dia dapetin saat bareng gue..“
______________________________



Sebelum datang menghampiri anak perempuan yang hari lalu sudah di bawa Agha tanpa sanggahan sedikit pun, crush sempat berdiskusi tanpa Agha. Mereka membicarakan Agha yang pernah terjebak Friendzone, dengan gadis di masa lalunya. Lalu, di antara ragu dan pasti, mereka menemukan satu hal yang sama antara Andara dengan Aira.

Aira adalah Andara kedua. Si anak perempuan yang dulu sangat Agha jaga. Pemegang tahta tertinggi dalam hal apa pun bagi Agha Shankara. Mereka bilang, Aira dan Andara itu sama–bicaranya, tatap matanya, bahkan beraninya pun sama. Berani dalam hal menolak Agha secara terang-terangan. Lalu, saat gadis itu terjebak dalam permainan Agha, mereka berdua akhirnya jatuh cinta.

Kalau mau dibicarakan lebih lanjut, gadis yang pernah Agha sukai adalah gadis paling beruntung. Tapi, karena Andara juga, kata paling beruntung menjadi paling tidak mungkin saat siapa pun menjadi milik Agha.

Alasan kenapa, Aidan, Cakra, dan Jaka berani bertaruh untuk Agha dan Aira.

Setelah memarahi beberapa gadis sembarangan yang membicarakan tentang masa lalu Agha, akhirnya ketiga lelaki tadi pergi menyusul Agha yang membawa Aira pergi. Mereka hanya takut, kalau Agha sudah sinting dia akan melakukan apa pun agar orang yang membuatnya kesal itu terluka.

Namun di hari lalu, mereka malah menemukan dua manusia yang sudah berpisah dengan senyum terbaiknya. Sekarang, Jaka si anak lelaki dengan jaket jeans yang membalut kaus polos putihnya itu terus melihat bagaimana cantiknya Aira dengan skirt all white yang dipadukan dengan kaos putih oversize.

Hari minggu, seharusnya Aira berada di rumah. Paling tidak, dia bisa menyuapi ibunya semangkuk bubur. Ya, ibunya sudah pulang dalam kondisi tidak bisa berjalan. Dan itu menjadi alasan di balik Aira menolak ajakan berteman dari si Agha, hatinya sudah cukup sakit melihat ibunya sakit. Jadi, dia tidak mau dengan sengaja menyakiti dirinya sendiri dengan cara mencintai Agha Shankara. Sumber dibalik segala perasaannya.

Sebenarnya, dia rindu. Tapi, bagaimana lagi? Aira sudah mengultimatum dirinya sendiri agar tidak terbuai.

"Rain, ayo buruan cerita. Agha nggak marah sama lo, kan? Hubungan kalian nggak semakin memburuk, kan?" gadis itu menggeleng menjawab pertanyaan si Jaka.

Anak lelaki yang katanya akan tobat bermain wanita, kalau si Agha betulan jatuh cinta. Dia mengharapkan itu, pada gadis bernama Aira.

"Nggak ada apa-apa, ih. Agha cerita sama gue tentang masa lalunya, terus gue udah menyelesaikan segalanya sama dia," jawab Aira apa adanya, kemudian dia menatap dengan seksama segala yang ada di ruangan ini. Studio milik Jaka.

"Terus, kenapa si Agha marah sama si Aidan?" tanya Cakra ikut menimbrung dalam percakapan keduanya.

Aira sempat menghela napas panjang, sambil melihat si Nadin yang sibuk membuka toples berisi kue kering. Ya, gadis itu juga ikut. Dia dibawa paksa sepupu laknatnya, agar Aira juga mau dibawa bersama mereka.

"Mana gue tau," jawab Aira tampak tidak peduli.

"Masa nggak tau?" sambar si lelaki yang tadi sedang dibicarakan.

"Agha itu suka sama lo, Aira! Lo nggak nyadar, Aghanya juga bego!"

Mereka semua mengulum senyum, termasuk si Nadin yang hari lalu habis-habisan memaki Agha di depan mata Aira. Ya, dia kesal pada si lelaki satu itu.

“Terus, apa hubungannya? Sebentar, deh, gue beneran nggak ngerti, kalian ngomongin apaan!" Lihatlah si bodoh satu ini, dia tetap bodoh sampai akhir, bukan?

Lemot parah, hal sebegitu jelas saja, dia tidak peka! Apa-apaan!

"Jadi maksudnya, Agha takut gue ambil lo dari dia," jawab Aidan lugas.

"Terus? Ah--jadi maksudnya Agha suka sama gue, maksudnya suka kaya gue suka sama dia?" Lalu, hal yang seharusnya menjad simple malah menjadi sesuatu hal yang rumit saat Aira katakan.

Jaka adalah orang pertama yang menepuk jidatnya sembari menghela napas panjang.

"Andara kedua banget!" lirih Jaka membuat gemuruh kecil dalam dada Aira beringsut menjadi sesak.

"Gue nggak suka, kalau Agha suka gue karena gue mirip masa lalunya. Sebab, kebahagiaan dia masa lalu tidak akan sama dengan kebahagiaan yang bakal dia dapetin saat bareng gue."

"Ya, Agha memang brengsek sampai akhir," ucap Nadin jujur no sensor, dengan tidak berdosanya dia malah melahap cemilan yang disajikan Jaka.

"Tapi ...." Sebelum Aira melanjutkan bicaranya, Cakra sudah lebih dulu memotong ucapan si gadis cantik ini.

"Nggak usah banyak ngomong, lo tau, nggak, kenapa Agha nggak ada di sini hari ini?" Aira menggeleng mendengar pertanyaan Jaka barusan.

"Mana gue tau, gue sama Agha, kan, nggak ada hubungan apa-apa!" jawab Aira memainkan ponsel dingin di telapak tangannya.

"Ya udah, sama gue aja sinilah, Ra. Lama-lama gemes gue pengen pacarin lo!" gerutu Jaka hendak mengambil tempat lebih dekat dengan Aira, namun satu bantal sudah lebih dulu melayang dalam pelukannya.

"Gue aja ditonjok, lo mau sparing di ring sama Agha?!" protes Aidan, dengan luka lebam di sudut bibirnya, sedangkan Jaka terbahak di tempat.

"Cari yang lain, Dan. Jangan Aira! Lo juga, Jaka, diem atau gue jahit mulut lo!" seru Cakra akhirnya membuka suara.

"Nih, Ra." Cakra menyodorkan satu kertas, kalau dilihat lagi kertas kecil itu berisi alamat.

"Ini apa?" tanya Aira mengambil secarik kertas tadi. "Alamat rumah lo?"

Cakra menggeleng sebagai jawaban. Dia tersenyum kecil kemudian mengacak rambut kehitaman milik Aira. "Alamat rumah Agha. Cuma lo yang bisa keluarin Agha dari rumah itu sekarang."

"Kok, gue?"

"Gue tanya, lo nggak kangen sama Agha? Lo beneran mau nyerah gitu aja? Kalau Agha nggak sadar karena omongan kita, maka lo yang wajib nyadarin."

Aira terdiam cukup lama, sampai akhirnya dia berdeham setelah mencerna ucapan teman-temannya.

"Kewajiban apa? Kewajiban gue ya cuma satu, jaga jarak sama Agha. Tepati janji gue sama Agha. Katakanlah gue lemot, tapi gue punya harga diri. Gue punya yang namanya hak, sama kaya kalian. Meski kadang tulalit, nggak nyambung, gue akan tetap pada pendirian gue. Jauhin Agha seperti janji kita. Gue pamit, kalau urusan kalian cuma ini. Gue mau jaga Ibu gue."

Setelah mengatakan hal tadi, Aira lekas berdiri dari tempatnya.

"Lo suka, kan, sama Agha? Nggak, lo suka sama Agha itu udah pasti, Ra. Jadi, jangan jadi pecundang kaya Agha. Buat Agha sadar, meski lo harus tampar dia,” ucap Cakra, satu-satunya laki-laki paling waras di sini.

"Gue greget, jadi beneran pengen pacarin lo!" ucap Jaka, tersenyum manis.

Kemudian, dia ikut berdiri merangkul pundak Aira, "Ayo, gue anterin."

"Katanya mau tobat kalau udah dapetin gue, Jak! Kok maen rangkul temen gue?!" gerutu Nadin menepuk punggung Jaka.

Tunggu!

Ada yang aneh!

"Kalian jadian?!" seru Aira terkejut. "Hah! Kok, gue nggak tau?"

"Emang cuma lo yang nggak tau, yang nggak peka, Ra. Agha segitu sukanya sama lo aja, lo mikirnya cuma lo yang suka. Bodoh!" tutur Aidan kemudian menepis tangan Jaka dari tempat yang tidak seharusnya.

"Biar gue yang anter, Agha lebih percayain Aira ke gue."

Aidan sudah kalah sejak awal. dia mengakuinya. Namun, Aidan rela menghabiskan waktu lebih lama di samping gadis ini meski hatinya bukan untuk dirinya. Tidak apa-apa, dia sudah terbiasa.

"Ra, coba kasih tau gue gimana rasanya punya orang tua yang masih legkap?" tanya Aidan di balik setir kemudinya, dia tersenyum tipis.

Kalau dipikir-pikir Aira memang tidak pernah menatapnya saat mereka bicara.

"Takut?" jawab Aira ragu-ragu kemudian, dia menatap Aidan yang menghentikan kendaraannya di lampu merah.

"Loh? Kok, takut?" tanya Aidan sekarang baru sadar. Semengerikan apa detak jantungnya saat kedua netranya bertemu dalam telaga jernih dengan dua bola mata indah milik Aira.

"Ya, takut. Sementara gue semakin dewasa, orang tua gue juga semakin tua. Gue bahagia, gue bersyukur, karena sampai sekarang gue tumbuh dewasa dengan melihat bagaimana orang tua gue menua. Tapi, gue takut, gue nggak punya kesempatan buat bikin orangg tua gue bahagia. Gue takut ditinggalkan lebih cepat sebelum gue bisa balikin budi yang udah orang tua gue beri," jawab Aira meraih sabuk kemudi saat Aidan melajukan lagi kendaraannya.

"Sekarang gue paham, kenapa Agha bisa suka sama lo. Dan sekarang, gue juga tau perasaan Agha waktu kakeknya meninggal. Bagi Agha, Kakek Gunawan itu sudah seperti Ayah dan Ibunya, meski orang tuanya masih lengkap, dia hidup dalam keadaan dikekang. Dan sekarang, katanya Agha sibuk belajar. Orang tuanya mau Agha serius mengambil alih usaha Ayahnya nanti."

Aira diam sejenak, pandangannya mematri pada wajah tampan Aidan dengan serius.

"Sebelum telat, nggak ada salahnya lo mulai jujur. Minimal jujur sama diri lo sendiri, Ra. Gue nggak mau lo nyesel kayak gue."

Lalu, semua yakinnya berhasil Aidan runtuhkan.

🍄🍄🍄🍄

 🍄🍄🍄🍄

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
After Summer Rain (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang