Chapter 14: HP Baru.

34 28 1
                                    

_________
Terlalu Beruntung, jika hanya mendapatkan kebaikan, tanpa satupun keburukan
_________
***

"Lo nggak papa, kan, Clara?" Indah menghampirinya dan memerhatikan kondisi gadis itu.

Clara menggeleng. "Nggak papa, kok." Ia kemudian mengambil handphonenya yang dijatuhkan Salwa tanpa sadar dan sudah bersimbah susu segar.

"Duh, maaf ya, gegara gue, HP lo jadi basah gini." Indah merasa bersalah dengan tindakannya barusan.

Clara hanya diam, perlahan membersihkan layar HP-nya yang sudah gelap. Indah mengambil HP Clara pelan dan membersihkannya dengan ujung seragamnya.

"Keknya udah parah deh, gue bawah ke tukang servis aja ya. Siapa tau masih bisa diperbaiki."

Tak ada jawaban.

"Clara?" panggil Indah ragu, ia perlahan memperhatikan gadis itu yang tengah bengong sendiri.

"Ah, iya?" Clara terkesiap.

"HP lo gue bawa ke tukang servis ya? Udah nggak bisa idup lagi. Pulang sekolah kita beli HP baru ya?" bujuk Indah, dia berharap Clara mau menerima tawarannya.

"Hem, ya udah deh. Tapi boleh gue minta sim card nya, nggak? Ada nomor Ibu gue di sana."

"Ah, iya."

Indah segera mengeluarkan sim card dari HP Android itu dan memberikannya ke Clara. Gadis itu segera memasukkannya ke saku dada.

Tak lama setelahnya, bell berbunyi....

"Wah, udah bell masuk. Yuk ke kelas."

"Yuk."

***

Di tengah ketegangan belajar, Clara tak sengaja melihat seorang siswi dari balik jendela kelas. Siswi itu berdiri di tengah lapangan dan teriknya matahari menjelang siang. Tak lain dan tak bukan, Salwa. Ia baru saja kena hukuman atas perbuatannya tadi. Gang-nya pun hanya bisa pasrah dan harus merelakan ketua mereka menjalani hukuman yang mereka anggap tidak manusiawi itu. Padahal hanya berdiri di tengah lapangan selama 10 menit, tidak manusiawi dari segi mananya?

"Lagi liatin apaan?" bisik Indah, yang ternyata menyadari jika fokus Clara sedang tidak ke papan tulis.

Clara sedikit ragu memberitahunya. "Itu, si Salwa dapat hukuman. Gue kira guru tadi bakal memaklumi hal tersebut."

Indah ber-oh panjang, lalu berkata, "Cuma sebagian guru doang yang bisa dia sogok, selebihnya memihak ke Papa Garry."

Mendengar saudaranya disebut oleh Indah, Larry yang semula fokus ke pelajaran lantas menoleh dan penasaran dengan apa yang kedua gadis itu perhatikan dari balik jendela.

"Kalian, berdua! Yang di kursi belakang." kejut guru di kelas.

Keduanya pun terkejut dan sontak melihat ke papan tulis. Mereka seketika gugup dan jantungnya berdebar kencang, seperti orang yang ketahuan mencuri sesuatu.

Sedangkan Larry menundukkan kepalanya, berharap guru itu tidak menyadari jika dia kehilangan fokusnya juga.

"Apa yang kalian perhatikan tadi?" sambung guru tersebut.

"Ng-nggak ada, Pak."

"Awas ya, kalo ketahuan lagi, Bapak kurangi nilai kalian."

"Baik, Pak," jawab keduanya hampir bersamaan.

Setelahnya pelajaran pun berlangsung normal. Hingga akhirnya bell pulang berbunyi. Sang guru pun menghentikan aktivitas mengajarnya dan menutup kembali spidol hitam itu.

"Baik, karena waktunya sudah habis, kisi-kisi ulangan persiapan UTS hanya sampai sini. Fokuslah ke bab 1 sampai 4. Selebihnya good luck, anak-anak."

"Terima kasih, Pak."

Guru itu merapikan buku dan spidol dalam genggaman dan pergi setelahnya. Suara berisik kembali bergema ketika guru itu sudah cukup jauh.

Namun, tiba-tiba senyap kembali. Clara yang merasakan keanehan itu pun menatap teman-teman sekelasnya dan semua orang tertuju ke satu arah, pintu kelas.

"Garry!"

"Gue nggak mimpi, 'kan? Garry bener-bener ke kelas kita."

"Foto guys. Foto!"

Dan sejumlah reaksi berlebihan lainnya. Namun, cowok itu melangkah maju dan pergi ke meja Clara. Ia berhenti tepat di depan gadis itu, yang tengah membereskan barang-barangnya.

Semua siswi terkejut heran, mereka tak menyangka jika Rumor mereka pacaran itu benar adanya. Semua orang mengira jika Clara hanyalah alat untuk memutuskan Salwa, tetapi itu salah besar.

"Masih lama? Lemot amat, masukin buku doang!" keluh Garry malas. Ia memainkan kakinya sembari menunggu.

"Apa sih, Gar? Lo mau apa lagi?" tanya Clara bingung sekaligus takut, tak biasanya Garry menghampirinya dengan banyak orang seperti ini.

"Tentu aja pulang bareng, lo lupa punya pacar?!" Nadanya sedikit naik, ia merasa jengkel karena Clara sama sekali tak mengerti maksud kedatangannya.

"Nggak bisa!" Indah berdiri dan menghampiri cowok terpopuler satu sekolah itu. "Pulang sekolah gue mau beliin Clara sesuatu."

"Sesuatu?!" beo Garry tak mengerti.

"Iya." Kemudian dia mendekatkan bibirnya ke telinga Garry, berbisik, "Tadi kan lo udah sama dia. Gantian dong, rakus amat lo jadi pacarnya. Atau ini bakal jadi pertemuan terakhir lo sama dia."

Indah sudah mengancam, jika begitu Garry hanya bisa menerima tawarannya. Ia paham betul dengan sifat gadis paling pintar itu, dia bisa melakukan apa saja untuk memenuhi keinginannya. Maka dari itu, Garry menjaga jarak darinya—bukan menghindari, tetapi lebih ke pertemanan biasa, tidak lebih.

"Ya udah, iya. Dan lo," tunjuk Garry, "jaga mata, Indah punya banyak Cowok ganteng yang udah ngantri kalo dia open Pacar. Jangan sampe lo ke picut salah satunya."

Clara tak begitu mengerti, tetapi karena malas berdebat akhirnya dia mengiyakan saja semua perkataan cowok itu.

***

Keduanya—Indah dan Clara— tengah berada di konter HP, begitulah Clara menyebutnya. Mereka melihat-lihat HP yang dipajang di Mall itu. Indah menawarkan beberapa, tetapi setelah melihatnya Clara menggeleng, tidak suka.

"Gimana kalo ini?" tunjuk Indah random.

"Layarnya kebesaran, Ndah. Anu, gak bisa beli dengan merk yang sama kayak punya gue sebelumnya aja?" tanya Clara iseng.

"Nggak dong, itu bukan ganti rugi namanya. Ini udah ponsel terbaik di negara kita, loh. Merk iPhone. Yuk ah, pilih."

"Hem, aku suka sama itu."

Clara menunjuk iPhone 6 plus. Karena sudah terlalu lelah menawarinya berbagi macam iPhone terbaru, akhirnya Indah menuruti kemauan temannya itu.

Selera orang kampung emang norak semua!

"Mbak, tolong masukin sim card yang ini ya." Clara memberikan sim card-nya tadi, dan sales yang bertugas itupun memenuhi keinginannya.

"Yey udah selesai." Indah berpura-pura senang, padahal wajahnya sangat menunjukkan kesinisan.

"Iya nih, makasih banyak ya, Indah. Gue bener-bener seneng dengan ponsel barunya."

Sales itu memberikan HP beserta kotaknya yang sudah di satukan di kantong plastik hitam. "Terima kasih banyak, Kak."

Mereka pun pergi dari sana.

"Eh, keknya gue nggak bisa deh nganter lo pulang. Gue masih ada beberapa urusan, kayak nge-print tugas dan sebagainya. Ehmm, lo nggak papa, 'kan, pulang sendiri?"

"Ya, nggak papa, kok. Gue bisa pulang sendiri. Sekali lagi, makasih hadiahnya, Indah." Clara benar-benar gadis polos.

"Ya udah, bye-bye." Indah berlarian kecil meninggalkan gadis itu, kembali memasuki tokoh elektronik....

***

Jangan lupa Vote dan Komen, makasih✌️

I'm not Your Doll [END]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang