Chapter 7: Berpura-pura

74 49 54
                                    

_______________
Pura-pura hanya akan menimbulkan kebohongan lainnya.
_____________
****

"Nggak lo kejar?"

Garry tersenyum sinis. "Ngapain? Lagi pula pelakunya cuma minta tebusan doang."

Cowok dingin itu pergi dengan santainya. Dia nggak mikirin gimana takutnya Clara karena diseret dalam hal ginian. Tapi tunggu, dia kan belum jawab apapun tentang penawaran Garry barusan. Jadi....

"Oh iya, gue lupa bilang." Garry berhenti melangkah, Clara melihat punggungnya. "Diam artinya setuju. No debat! Good bye di jam istirahat siang nanti." Dia melambaikan tangannya dan melanjutkan langkahnya.

Clara membiarkannya pergi, ia hanya diam membisu. Mungkinkah secara tak sengaja dia menyetujui hal itu? Kok bisa? Astaga! Bagaimana mungkin dia malah menimbang-nimbang atas penawaran terburuk itu. Gunakan kewarasan lo, Clara! Harusnya langsung lo tolak, apapun rewardnya....

***

Clara telah tiba di kelas dan duduk di kursinya kemarin. Baik Larry maupun Indah belum datang. Ia hanya bisa memandangi teman-teman kelasnya yang mengobrol dan bercanda satu sama lain. Memberinya rasa iri serta rindu dengan teman-teman lamanya.

"Hei!" kejut Indah, Clara sampai terkesiap. Ia terlalu asik dalam bayangan masa lalunya.

"Ah, In-Indah. Ngagetin aja." Clara mengelus dadanya, agar jantungnya berdetak normal kembali.

Indah terkekeh. "Ngelamunin apa sih? Sampe gue panggil dari tadi gak nyaut-nyaut."

"Ah, bukan apa-apa kok. Sorry ya." Clara berusaha tersenyum sebisanya.

"Santai. Ngomong-ngomong, ini Larry kemana? Lo liat dia nggak?"

Clara menggeleng, ia melirik jam tangannya. "Padahal kelasnya mau mulai 10 menit lagi."

"Cie... yang khawatir sama Larry." Indah menggodanya, tetapi Clara membantahnya halus.

Tinggal bilang suka, apa susahnya sih? Cewek nyebelin, dikira gampang pura-pura kek gini?

Akhirnya cowok yang mereka tunggu telah muncul di ambang pintu. Indah segera beranjak dan menghampiri siswa tadi.

"Larry, sini-sini." Tanpa persetujuannya, Indah menarik paksa tangan Larry dan menyeretnya ke kursi.

Larry hanya pasrah dan mengikuti kemauan dari gadis ambis itu. "Ngapain sih, Dah? Gue baru datang ke kelas loh."

"Dih, apaan sih." Indah tersenyum tipis. "Minta catatan lo dong? Gue kemaren lupa nyatet."

"Tumben, biasanya lo yang paling rajin di kelas."

Indah terkekeh malu. "Ya maaf, gue terlalu fokus ke Clara kemaren."

Larry mengangguk dan menerima alasan Indah barusan. "Tapi, gue gak bawah bukunya. Lo sih gak bilang, padahal kita udah tukaran nomor."

Indah hanya tersenyum, ia menoleh ke Clara dan memberikan jempol kepadanya.

Maksudnya apa? Clara bertanya-tanya dalam hati.

Tak lama setelah itu, sang guru pun masuk dan memulai pelajarannya. Pembelajaran belajar lancar dan tibalah saatnya jam istirahat.

Seperti kemarin, seluruh siswa telah keluar dari kelas, kecuali Clara yang masih merapihkan barangnya. Kemudian setelah selesai, saat Clara hendak beranjak dari tempat duduknya....

"Diem disitu!" perintah seseorang. Clara menoleh dan terlihat Garry diambang pintu. Alih-alih menurutinya, ia malah berjalan ke arahnya.

"Apa sih?!" Clara yang terlihat risih pun mencoba untuk melewati pintu itu, tetapi tubuh Garry menghalangi.

Garry berdecak. "Diem napa! Ntar orang lain dengar, tau."

"Bodoh amat, biarin juga. Ngapain gue peduli?" Clara pura-pura melawan. Namun, dari matanya jelas sangat ketakutan.

Garry segera membekap paksa mulut Clara dengan tangannya dan mendorong gadis itu ke dalam kelas, serta menutup pintu kelas.

Clara tiba-tiba panik, ia memikirkan hal negatif terhadap pria di depannya ini. Ia memberontak dan sengaja mengigit kulit tangan Garry yang putih bersih.

"Au!" Garry melepas tangannya dari mulut Clara. Ia mengibas-ngibas tangannya ngilu karena gigitan barusan.

"Lo jangan macem-macem ya! Gue teriak nih."

"G*blok! Siapa juga yang mau gituan sama lo!"

"Alesan!" Clara membantahnya cepat. "Lo mau-"

"Justru cewek di sini malah berharap kalau mereka di gituin sama gue. Paham lo!" Garry membalasnya cepat, membuat gadis itu mengkerutkan keningnya dan terdiam.

What?! Demi apa? Sampe rela digituin? Wah, gak bener nih.

"Lo ngarang, 'kan?"

"Apa untungnya gue ngarang? Emang itu kenyataannya kok. Setelah ngelakuin itu, mereka bakal minta gue tanggung jawab dan mau tak mau gue harus tunangan, dan rencana mereka pun berhasil buat jadi keluarga dari Alexandre Group."

Garry menghela napas berat setelah menjelaskan hal itu. "Udah ya, lo diem dulu. Gue mau ngomong ... oke?"

Clara pun mengikuti keinginan Garry, silent.

"Gue mau panas-panasin Salwa, lo tau kan apa yang harus dilakuin? Nah, intinya lo harus jadi pacar gue selama Salwa masih tertarik sama gue." Garry menjelaskan tujuannya.

Clara menimbang-nimbang. Artinya, selama Salwa ngejar-ngejar Garry, selama itu pula dia harus pura-pura jadi pacar Es Kutub ini? Terus, kalo sampe tua Salwa masih ngejar, ya kali Clara juga....

Nggak! Itu gak boleh terjadi. Mana sudi Clara lama-lama hidup berdampingan dengan makhluk itu. Tapi, kalau dipikir-pikir, sepertinya dia bisa mengambil keuntungan sedikit.

"Lo sampe seputus asa gitu buat ngejauhin Salwa dari hidup lo?" tanya Clara iseng. Niatnya hanya untuk menggoda.

Garry terdiam dan tidak merespon apapun.

Clara memutar bola matanya dan tak sengaja beradu dengan mata Garry. Kejadian ini persis seperti yang ia alami kemarin. Apa ini De Javu?

"Gue tunggu diluar." Ucapan Garry barusan melembut, tidak sekasar biasanya. Mungkinkah pertanyaan Clara tadi menyinggung perasaannya?

Clara merasa aneh. Ia seperti bersalah, tetapi dia kan tak melakukan hal apapun. Namun, ya sudahlah. Clara ikuti alur cerita mereka. Lumayan, dia dapat sedikit keuntungan di sini.

Mampus lu, Salwa. Liat aja, kelakuan lo kemaren, bakal gue bales. Lo pikir, cuma lo doang yang panas-panasin gue.

Clara merapikan kembali seragamnya, ia menarik napas panjang di depan pintu kelas. Setelah dirasa cukup yakin, barulah ia membukanya dan terlihat Garry yang menyenderkan punggungnya ke jendela kelas.

"Udah siap ngejalanin peran lo?" tanya Garry dengan tangan yang dilipat di dada.

"Kita liat aja, siapa yang paling menjiwai dalam hal ini," tantang Clara yang menaikkan dagunya.

Garry yang melihat tingkah Clara pun berdecih. "Akting lo jelek banget. Gimana kalau lo tetep jadi anak polos aja?"

"Oh, nantangin lo rupanya. Asal lo tau aja ya, gue udah ikut kelas models selama beberapa bulan. Harusnya lo gak perlu meragukan lagi kemampuan gue."

Garry malah menggigit bibir bawahnya. "Oh ya? Kita liat aja ntar." Dia mendekati Clara dan membuka area lengannya.

"Harus gandengan?" tanya Clara ragu, dia tak tahu kalau bakal ada kontak fisik dengan Kutub ini.

"Ya iya dong, katanya udah ngikut kelas akting. Masa gandengan ala kerajaan aja sampe gugup gitu?"

"Si-Siapa yang gugup!" Pipi Clara merah merona seketika. Ia pelan-pelan melingkari lengan Garry dan mulai berjalan ke arah kantin.

***

I'm not Your Doll [END]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang