"Bunda!" Clara sontak mendekap Bundanya cepat, sampai-sampai yang dipeluk terkejut. "Ayah kenapa, Bun?"
Bunda perlahan mengelus-elus punggung anaknya. "Bukan apa-apa, Sayang, Ayahmu banyak pikiran, jadi dia sedang tertekan sekarang. Selayaknya kamu yang lagi dikasih banyak PR, pasti stress kan?"
"Serius?"
"Iya, serius. Masa Bunda bohong sama kamu sih?" Bundanya menyudahi dekapan anaknya, memegang bahunya dan tersenyum. "Kamu nggak usah takut ya, kalo Ayahmu macam-macam sama kamu, Bunda siap pasang badan."
"Saya juga, Tante," kata Garry ikut-ikutan, ia mendekati keduanya, pandangannya tertuju pada Clara. "Tante, sebelumnya maaf jikalau lancang, tapi kami kudu cepat-cepat berangkat, sebentar lagi gerbang bakal ditutup."
Clara membalas tatapan cowok itu. "Tapi kan biasanya lo selalu telat, Gar?"
"Lo nggak ingat sama kesepakatan kita? 'Dilarang menggunakan kekuasaan.'"
Bundanya tersenyum, ia melepas genggaman tangannya pada bahu Clara, kemudian membalik tubuh anaknya dan mendorongnya. "Iya, Tante paham kok. Tolong jaga anak Tante ya, meski kita baru pertama kali bertemu, Tante yakin kamu adalah orang yang bertanggung jawab."
"Terima kasih, Tan." Garry memberi hormat sesaat, kemudian membimbing Clara ke arah mobilnya yang entah sejak kapan terparkir di depan rumah cewek itu.
"Makasih juga ya, Gar, kalo nggak ada lo, gue nggak tau gimana keadaannya sekarang. Ngomong-ngomong, kok bisa sih lo datang tepat waktu gitu?"
"Keren kan?" balas Garry berbangga diri. "Lo harusnya memamerkan pacar lo ini."
Wajah Clara tiba-tiba berubah datar. "Idih, ogah bet gue."
Sementara Garry tertawa di sampingnya. "Kampret lo."
Bundanya melihat keduanya dari kejauhan, ia tau anaknya akan bahagia ketika bersama lelaki pilihannya sendiri. Ia tak ingin sistem perjodohan seperti dirinya dulu kembali terulang. Jika bukan karena orang tua mereka yang begitu dekat bak saudara, mungkin dia akan menolak mentah-mentah permintaan itu.
"Bunda akan terus mendoakan yang terbaik untuk kalian berdua," katanya lirih saat Clara melambaikan tangannya dari dalam mobil yang sedang melaju.
"Dah dah, Bun!"
Ia pun membalas lambaian itu dengan senyuman. Setelah mobil hilang dari pandangannya, senyumannya usai, ia melirik ke pintu masuk. Haruskah ia kembali masuk? Tidak, Sit! Biarkan dia memikirkan kesalahannya sendiri.
Tak lama kemudian, ia melangkahkan kakinya pergi dari rumah putih dua lantai itu. Menutup kembali gerbang rumah, tak lama kemudian sebuah mobil berhenti di dekatnya.
"Sit!" Dari jendela mobil, ada lambaikan tangan. Bundanya melirik dan mengenali lambaikan itu. Dia kemudian mendekat, membuka pintu mobil dan masuk ke dalamnya.
***
Mobil Garry dan Clara telah tiba di dalam parkiran sekolah. Cewek itu cukup heran dengan keadaan sekolah, biasanya banyak siswa yang berjalan di sepanjang koridor, tapi tadi sangat sepi. Ia memeriksa jam tangannya, menunjukkan pukul 06.45, belum telat.
"Gar, siswa lainnya mana ya? Kok sepi banget koridor tadi," tanya Clara tepat setelah cowok itu keluar dari mobil.
"Kelas Ekstrakurikuler, Sayang."
"Eh?" Clara terkejut atas dua hal; tiba-tiba kelas Ekstrakurikuler dan panggilan sayang dari Garry. "Oh, oh—gitu."
"Napa kaku gitu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm not Your Doll [END]✅
Fiksi Remaja[UPDATE SETIAP HARI] "Kenalin! Ini selingkuhan gue." Gimana perasaan lo ketika, ada cowok asing yang tiba-tiba merangkul pundak lo dan berkata demikian? Pasti Ilfil, 'kan? Begitu juga dengan Clara yang tiba-tiba di pertemukan dengan Garry dalam situ...