Chapter 49: Keadaan genting!

13 6 0
                                    

Garry dengan lincahnya memakai krim pada Scraper kue, mengolesi kue itu dengan krim putih sepenuhnya. Setelah selesai, ia membuat motif bergaris dengan pisau gerigi dua sisi itu.

Clara dan Larry hanya memperhatikan saja. Garry memutar-mutar kue dengan cepat, membuat bunga mawar diatas paku kue, dan menyusun mawar-mawar merah itu diatasnya.

"Spuit!" pinta Garry cepat, tanpa menghentikan aktivitasnya.

Clara bergerak cepat, ia mencari benda yang cowok itu maksud. Namun, ia benar-benar tak tahu bagaimana bentuk benda itu. Yang terpikirkan di kepalanya, hanyalah sesuatu yang seperti cetakan.

Tangan Larry mengambil sebuah benda kecil dengan ujungnya bergerigi itu. Ia segera menyerahkannya ke saudaranya dengan senyuman. Garry sempat memandanginya sebentar, tapi ia kembali fokus ke kuenya.

"Ma, makasih, Lar."

Larry terkekeh kecil. "Iya, sama-sama, Ra."

"Kok lo bisa tau sih, itu cetakan?" tanya gadis itu polos. Ia malah penasaran dengan alat-alat dekor.

"Oh, soal itu, Garry emang ahlinya. Gue sempat beberapa kali bantu ia ngedekor."

"Jadi, tuh orang emang beneran bisa ngedekor kue?!" tanyanya lagi, syok parah.

Garry menyela. "Ngobrolnya bisa nanti, nggak? Sekarang fokus bantu gue dekor kue nih."

Keduanya saling pandang, Clara dan Larry. Cowok itu masih tersenyum lebar padanya. Kemudian bersama-sama fokus melihat Garry mendekor.

Garry mengganti ujung spuit, mendekor bagian bawah kue dengan cepat, bentuknya seperti bunga.

"Plastik!" pinta Garry lagi. Ia mengangkat tangannya.

Larry segera memindahkan krim putih itu ke plastik segitiga panjang dan menyerahkannya ke Garry.

Keduanya sangat kompak dalam hal ini, bahkan Clara tak harus bergerak sedikit pun. Ia kebanyakan hanya melihat proses pendekoran kue itu.

"Selesai!" ucap Garry puas setelah menghapus keringat di pelipisnya.

Larry segera menekan tombol merah dibawah alas meja, panitia mengetahui hal itu. Mereka adalah yang pertama menyelesaikan challenge itu.

"Sisa waktu masih 20 menit lagi, yakin sudah menyelesaikan tugasnya?"

"Yakin, Pak," balas Larry menganggukkan kepalanya.

"Anggota lainnya?"

Clara dan Garry mengangguk hampir berbarengan.

"Oke, kelompok kalian sudah selesai. Untuk kelompok yang sudah menyelesaikan challenge, diharapkan meninggalkan ruangan ini. Hasil seleksinya akan diumumkan pada pulang sekolah." Panitia memberitahu.

"Yok!" ajak Garry, ia langsung menggenggam tangan pacarnya dan pergi ke luar ruangan. Di belakang mereka ada Larry yang mengiringi keduanya.

"Apa yang lo mau?" tanya Clara tiba-tiba setelah keluar ruangan. Bahkan belum sampai lima langkah dari pintu.

"Kenapa?" tanya Garry menggoda. "Dekoran kue gue bagus, kan? Ckckck, lo sih, ngeremehin gue."

"Habisnya, lo tuh kek preman sekolah tau, nggak?" balas Clara.

"Siapa yang bilang gue preman sekolah?" tanyanya datar, senyum menggodanya pudar. "Kasih tau ke gue, bakal gue blacklist tuh orang!"

"Tuh liat!" Clara menunjuk wajahnya. "Itu tuh ucapan preman sekolah tau nggak sih, Gar?"

"Hah?"

Larry menyela. "Eh, gue cabut ke tempat lain dulu ya."

"Oh ya udah, hati-hati, Lar," kata Clara membalas lambaikan tangan cowok itu. Ia kembali beralih ke Garry. "Jadi gimana? Apa permintaan lo, Gar?"

"Nanti deh gue spill. Sekarang, mending kita ke kantin, lo nggak lapar?" tanya cowok itu penuh perhatian.

"Ehm, iya juga ya, oke deh kita ke kantin. Tapi Gar, kali ini gue mau bayar sendiri makanan gue."

"Lah, itukan udah ditanggung sejak lo pura-pura jadi pacar gue."

"Oh, jadi lo yang bayarnya," ucap wali kelas mereka, ia berjalan santai ke arah keduanya. "Lo juga, Clara, pake pura-pura pacaran lagi."

"Wali kelas?" balas Clara panik, ia seperti orang tertangkap basah, selayaknya maling. "Bapak nguping pembicaraan muridnya ya?"

"Ya nggak papa, kan? Lagi pun, Bapak udah nggak punya kewajiban buat ngatur-ngatur kalian lagi. Oh ya, ini tadi ada surat dari Ayah lo."

Wali kelas memberikannya sebuah amplop putih, ia segera pergi dari sana bahkan sebelum Clara hendak berterima kasih padanya.

Clara menatap lama amplop itu. Garry menepuk pundaknya pelan. "Gosah dipaksa kalo belum siap ngehadapinnya."

Clara menoleh dengan senyuman. "Ah, makasih, Gar."

"Yuk lanjut ke kantin," ajak Garry, gadis itu mengiyakan pelan. Membuntuti pacarnya sambil terus menggenggam erat amplop tadi.

Mereka melewati koridor sekolah yang sepi, benar-benar sepi, bahkan suara angin sepoi-sepoi terdengar jelas sepanjang lorong.

Mereka membuka pintu transparan kantin, sama kosongnya seperti koridor. Mungkinkah mereka yang pertama selesai? Di belakang mereka, ada Gang Salwa, Dina dan Naura, yang sedang berjalan ke arah kantin, dengan raut wajah cemas dan panik.

"Duh, si centil itu lagi menang, terus kita gimana dong?!" ucap Dina menatap wajah Naura yang sama paniknya.

"Tau tuh, lagian ya, kok bisa sih dia yang menang? Kan Salwa udah satu tim sama Dara, bisa-bisanya malah kalah debat! Pasti si centil Indah itu pake cara curang!"

"Oi!" Kejut Garry dengan nada berat, tatapannya lurus menatap kedua gadis itu. Mereka sontak terkejut, segera menoleh ke sumber suara. Terdiam.

Clara juga ikut-ikutan melihat mereka.

"Yang lo pada bilang barusan itu benar, kan?" tanya Garry setelahnya.

"Iy, iya Gar, semua yang lo, lo dengar barusan itu benar," jawab Dina gugup.

"Kelas Ekstrakurikuler debat, kan?" tanya Garry lagi.

"Iya." Giliran Naura yang menjawabnya dengan anggukan.

Genggaman Garry pada tangan Clara sedikit terhimpit. Cowok itu semakin mengencangkan genggamannya.

"Jadi lo udah mulai, Indah Patrecia!" Garry berdecak pelan, matanya menatap lurus koridor.

"Gar?" panggil Clara pelan. Cowok itu segera tersadar dan menatapnya.

"Sorry, Sayang, keknya kita nggak jadi ke kantin, gue mau—"

"Ikut!" sela Clara, memotong perkataan Garry. Ia mendekatkan wajahnya dengan raut yang serius. "Kalo itu menyangkut Dara, gue harus ikut."

"Tapi....?" Garry hendak menolak, tapi ia pikir itu malah akan membuat hubungan mereka memburuk, jadi ia tak ada pilihan lain selain memperbolehkannya ikut. "Ya sudah, ayo. Kalian berdua, antar gue sama Clara ke sana."

"Ok, oke, Gar." Naura dan Dina berbalik arah dan memimpin jalan. Keduanya saling tatap dalam tundukkan kepala. Dina berusaha menanyakan sesuatu, tetapi Naura terus menggelengkan kepalanya.

Tak butuh lama mereka tiba di depan pintu kelas Ekstrakurikuler bidang Debat itu. Baik Naura maupun Dina hanya diam ditempat, mereka tak berani untuk masuk ke dalam. Terlihat belakang jendela, suasananya cukup mencekam.

Garry maju, melepas genggaman tangannya pada Clara dan membuka pintu kelas dengan lebar.

Di dalam, terlihat Salwa yang terduduk di balik meja mimbar. Gadis itu tertunduk dalam, di sampingnya ada Dara yang menatapnya penuh kesedihan.

Di mimbar satunya, ada Indah dan beberapa siswa asing bagi Clara, mereka berdiri dengan bangga. Apalagi Indah, ia tersenyum penuh kemenangan.

I'm not Your Doll [END]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang