"Selamat kepada Indah dan kawan-kawan, sebagai pemenang ekstrakulikuler Debat!" Panitia acara mengumumkannya lewat mic yang menggema di sepanjang ruangan.
Perhatikan Indah teralihkan dengan kedatangan Garry, ia menyeringai lebar, penuh kemenangan dan menatap cowok itu dengan sorotan penuh arti.
"Pak," kata Indah mengangkat tangan, mendekatkan bibirnya ke mic podium itu.
"Ya?"
"Boleh saya katakan permintaan untuk kemenangan saya ini?" tanyanya sopan.
"Boleh, dipersilahkan."
Ia kembali tersenyum miring. "Baik, terima kasih, Pak."
Ia merapihkan bajunya, memperbaiki postur tubuhnya sebelum mengumumkan keinginannya. Ia menatap lebar ke depan, tangannya memegang batang mic kecil pada mimbar.
"Saya ingin ..., Salwa Amanda Jaya di Drop Out dari sekolah ini."
Sontak banyak orang yang tersentak! Mereka terkejut bukan main, tak pernah menyangka jika Indah yang mereka kenal ramah kepada banyak siswa itu meminta musuh bebuyutannya untuk di Drop Out.
Gadis yang disebutkan namanya tadi mematung, matanya bergetar hebat, bahkan tak berkedip sedikit pun. Dara pun juga mengalami hal yang sama, ia bahkan tak pernah berpikir jika permintaan semacam itu akan dilayangkan oleh Indah Patrecia.
"Tidakkah itu keterlaluan, Indah Patrecia?" balas Garry lantang.
Indah beralih menatapnya, siap-siap berbicara, "Keterlaluan? Mengintimidasi beberapa siswa, bahkan sering membuat onar di area sekolah. Menurutku pribadi, sudah saatnya untuk mengambil tindakan tegas terhadap Salwa Amanda Jaya."
Garry hanya berdecak, teman masa kecilnya itu memang pandai memanipulasi keadaan. Seolah dia membiarkan hal itu terjadi, seakan tak peduli, tapi akan ia keluarkan ketika waktunya tiba.
"Baik, setelah berdiskusi singkat, kami pihak panitia menerima keputusan tersebut." Setelah mengatakan hal itu, para panitia bangkit dari duduknya dan pergi begitu saja dari pintu lain.
Indah turun dari panggung, ia menepuk pelan pundak Garry dan menatapnya dengan senyum miring. "Dipersilahkan untuk say goodbye sama mantan lo, Gar."
Kemudian pergi begitu saja, teman-temannya tadi mengekorinya dari belakang. Garry tau, itu siswa dari sekolah lain, tapi pasti Indah telah memanipulasi data mereka.
Garry beralih kembali menatap Salwa. Ia naik ke atas panggung, berdiri di depan gadis itu. Salwa yang menyadari kehadiran Garry pun lantas mendongak, ia memegangi lutut cowok itu.
"Gar," panggilnya menatap mata cowok itu, Garry tertunduk membalas tatapannya. "Gue ... gue nggak mau di DO, Gar, tolongin gue!"
Garry hanya menghela napas pelan, tak ada yang ia bisa lakukan. Terlebih lagi, peraturan pacaran mereka melarang untuk Garry menggunakan kekuasaannya.
"Iya, Gar, tolongin Salwa!" pinta Dara, ikut-ikutan memegang lututnya.
"Atau, atau, lo mau gue cium sepatu lo, Gar, nggak masalah buat gue."
Saat Salwa hendak menundukkan kepalanya ke sepatu Garry, cowok itu segera mundur beberapa langkah. Salwa pun terhenti, kembali mendongak.
"Kenapa, Gar? Please, biarin gue sekolah di sini."
"Sorry, Salwa, kali ini, gue benar-benar nggak bisa bantu." Garry membuang muka, ia tak bisa mengatakan hal itu sambil menatap mantannya itu. Mereka pernah dekat, tapi hanya sebatas itu saja.
"Kenapa nggak bisa, Gar? Lo bisa ngelakuin sesuatu. Atau, Clara ngelarang lo buat nolongin gue?" Ia berdiri dengan cepat, turun panggung dan berjalan lurus ke arah Clara.
Garry mengejarnya dari belakang, Clara dan Salwa saling bertatapan, Dina dan Naura menjauh.
Salwa menghapus air matanya, ia terisak sesekali, menghela napas panjang. "Clara, gue tau lo pasti benci banget kan sama gue? Gue juga sadar sama apa yang telah gue lakuin ke elo selama ini. Dan itu bener-bener sebuah kesalahan bagi gue."
Salwa menelan salivanya sekali. "Tapi asal lo tau, gue sedikit pun nggak pernah memanfaatkan Dara, seperti yang lo duga. Hubungan gue dan Dara itu murni terbentuk karena saling percaya, nggak ada dusta diantara kami."
Clara menatapnya lurus, bahkan matanya ikut tak berkedip. Apa lagi yang dibicarakan Salwa ini? Benarkah itu? Bukankah selama ini sudah sangat jelas jika Salwa cuma memanfaatkan Dara karena kepintarannya?
"Itu benar, Ra," timpal Dara yang baru turun dari panggung, ia melangkah ke arah mereka, berdiri di samping Salwa.
"Apa?"
"Semua yang lo pikirkan itu cuma overthinking, mungkin kelihatannya begitu karena gue terlalu bergantung pada Salwa. Tapi, tanpa Salwa, gue nggak bakal bisa ada di titik ini, Ra."
"Kenapa kalian ngejelasin ini ke gue?" tanya Clara bingung. "Gue nggak punya hak apapun untuk menentang Indah."
"Gue tau kok!" balas Salwa cepat. "Tapi entah kenapa, gue rasa lo harus tau hal ini. Gue ... udah pasrah kalo Garry pun nggak bisa bantu gue."
"Gue juga bakal ikut lo keluar, Salwa," ucap Dara tiba-tiba.
Salwa menatapnya terkejut. Clara pun sama. "Tapi, Clara baru pindah, Dar. Lo selalu ceritain dia ke gue kan? Biarin gue pergi sendiri."
"Hati gue bilang, gue harus ikut lo, Salwa."
Clara menatap teman lamanya itu dalam diam. Ia tak tahu jika hubungan mereka begitu-begitu dekat. Bahkan Dara sampai rela pindah sekolah.
"Ingat semua beasiswa yang lo peroleh dari sekolah ini, itu semua bakal hangus."
"Gue nggak peduli!"
Salwa hanya menghela napas, Dara memang penurut, tapi jika ia jadi batu begini, tak ada satu hal pun yang bisa mengacaukan keinginannya.
Clara mendekati Dara. Ia memegangi kedua bahunya, kemudian tersenyum lebar. "Lakuin hal yang lo mau, Dar."
"Sorry, Ra, gue bener-bener nggak bisa ninggalin Salwa sendirian."
Clara mengangguk paham. "Sekarang gue paham sama kalian berdua, dan sekarang gue yakin lo bakal baik-baik aja sama Salwa."
"Makasih, Ra!" Dara memeluk Clara erat.
Baik Salwa maupun Garry hanya memandangi kedua gadis itu. Selayaknya drama dengan happy ending!
"Clara," panggil Salwa beberapa saat setelahnya.
Mereka melepas pelukan itu, dan Clara menoleh ke Salwa.
"Gue cuma mau bilang untuk yang terakhir kalinya. Terserah lo mau percaya atau nggak, tapi gue ngerasa wajib untuk menyampaikan ini."
Clara menatapnya lurus, ia berdiri tegap, bersiap menerima apa yang akan Salwa katakan.
"Indah itu, nggak sebaik yang lo kira."
"Maksud lo?" tanya Clara langsung. Ia tak mengerti dengan apa yang Salwa katakan barusan.
"Indah adalah manusia busuk yang bisa memanipulasi keadaan. Lo harus waspada kalo berhadapan sama dia. Gue adalah contoh nyatanya, sekalinya gue kalah, dia langsung menyingkirkan gue dari kehidupannya. Jangan sampe lo ngealamin hal yang sama kek gue."
"Nggak bakal gue biarin!" sela Garry, mendekati ketiganya. "Gue bakal pasang badan buat ngelindungi orang yang gue sayang."
Salwa tersenyum melihat Garry. "Baguslah, Gar, lo bener-bener berbeda sekarang, dan itu berkat Clara. Makasih ya Clara, udah buat orang yang gue sayang jadi sebahagia ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm not Your Doll [END]✅
Teen Fiction[UPDATE SETIAP HARI] "Kenalin! Ini selingkuhan gue." Gimana perasaan lo ketika, ada cowok asing yang tiba-tiba merangkul pundak lo dan berkata demikian? Pasti Ilfil, 'kan? Begitu juga dengan Clara yang tiba-tiba di pertemukan dengan Garry dalam situ...