Chapter 4: Pergi ke Mall

87 60 44
                                    

____________
Setiap hari, akan ada perubahan di hidupmu tanpa kamu sadari.
____________
****

Semua siswa berhamburan keluar dari kelas mereka setelah mendengar bunyi lonceng. Clara menghela napas panjang, dia akhirnya bisa melewati hari pertamanya yang begitu banyak konflik bermunculan.

Gila nih sekolah, baru hari pertama aja dah sebanyak ini masalahnya. Gimana bulan depan dah.

Tak sengaja ia melihat Larry di antara kerumunan, Clara hendak mendatanginya. Ia terhenti saat melihat Larry bergandengan tangan dengan cowok seumurannya. Wajah cowok itu manis, ia juga tersenyum lebar ke arah Larry. Jangan bilang, mereka....

Clara menggeleng, ia tidak boleh berseuzon dengan orang lain. Tapi ... tapi, bukannya genggaman tadi merupakan petunjuk jelas?

Ah sudahlah, Clara terlalu lelah untuk berpikir. Ia harus Healing saat tiba di rumah nanti. Dia bisa bermain bersama Pusi—kucing betina putih kesayangannya.

Liat deh, itukan selingkuhan Garry.

Kasihan banget, cuma dijadiin selingkuhan demi ngeputusin Salwa.

Kalo gue sih, udah gak pergi ke sekolah lagi...

Dan masih banyak cibiran lainnya. Nih sekolah sukanya ngibahin orang lain doang kah? Huh! Ya sudahlah, saatnya Clara bersikap bodoh amat dengan keadaan.

Di depan gerbang sekolah yang besar dan tinggi itu, ada sebuah mobil putih panjang yang sedang parkir. Garry mendatangi mobil itu dan seketika si supir membukakan pintu.

Ah, punyanya si anak donatur rupanya.

Siang terik gini, pasti enak tuh naik mobil mewah gitu. Clara mengambil Smartphone-nya dari saku dan segera memesan taksi online.

Kemana Ayah Clara? Tentu saja dia bekerja. Ayahnya seorang staff di sebuah perusahaan yang Clara sendiri tak tahu bekerja di bidang apa. Semasa SMP dulu, dia terlalu sibuk bermain bersama teman-temannya.

"Mau gue anter?" tawar seseorang yang membuyarkan lamunan Clara.

Ia segera menoleh ke sumber suara, terlihat Garry yang menunggunya diambang pintu mobil.

"Ngg-Nggak deh, makasih."

"Oh, ya udah." Garry berkata dengan dingin. Dia segera masuk ke dalam dan menutup pintunya. Mobil segera di gas dan melesat, pergi menjauh dari pandangan Clara.

"Widih, tumben tuh Garry nawarin tumpangan." Entah sejak kapan Indah sudah ada di samping Clara. Ia sempat terkaget sedikit.

"Jadi—"

"Iya, tuh orang gak pernah nawarin tumpangan ke siapapun, termasuk Salwa. Ppttf, kasihan juga tuh cewek kalo di ingat-ingat." Indah menahan tawanya.

"Ah, begitu," respon Clara singkat.

"Ngomong-ngomong, pulang ini mau ngapain?"

Clara tampak berpikir, ia tak punya kegiatan apapun selain nonton Drama Korea, baca Webtoon, atau cuma sekedar bermain bersama Pusi.

"... ada waktu? Kalo ada, temenin gue ke Mall yok. Sekalian nanti gue traktir." Lanjutnya.

Clara langsung menggeleng cepat. "Gue temenin, tapi gak usah di traktir ya. Makasih banget atas tawarannya."

Indah hanya tersenyum. Baru kali ini dia melihat orang yang tidak mau ditraktir olehnya. Padahal teman-temannya dahulu, sangat gembira kalo di traktir Indah. Terlebih lagi, Indah tidak pernah komplen masalah harga.

"Ya udah, yok. Kita jalan aja, dekat kok." Indah langsung mendahuluinya. Clara mengekori sambil melihat gedung-gedung tinggi di sekitar area sekolah mereka. Hidup di perkotaan memang benar-benar beda.

"Ra, boleh gue tau gimana lo bisa kenal sama, Garry?" tanya Indah di tengah jalan.

Clara menjawab, "Gue sebelumnya gak pernah kenal sama dia. Pas pagi tadi, dia langsung ngerangkul gue, terus bilang gue selingkuhannya."

"Yang bener?" Indah berbalik dan sedikit terkaget. "Garry ngelakuin itu?"

Clara mengangguk.

"Wow kejadian yang langka. Keknya Garry bener-bener putus asa deh sama Salwa."

"Salwa ... dia orangnya emang kasaran?" tanya Clara iseng. Dia nanya cuma untuk menghindari masalah dengan cewek semacam itu. Apalagi Salwa punya gang.

"Sejak satu tahun terakhir pacaran sama Garry, keknya dia mulai lembut sih. Tapi entah kenapa dia bisa selingkuh sama om-om hidung belang, padahal udah punya Garry. Emang ya, manusia itu makhluk yang nggak pernah puas."

Mereka telah memasuki Mall, segera menuju lantai dunia kecantikan....

Indah terhenti di sebuah rak produk Lipstik. Ia mengambilnya dan meng-aplly-kannya ke bibir bawah sambil mengecap beberapa kali.

"Gimana?" Indah memamerkannya.

Clara memandangi bibir merah merona itu. Terlihat sedikit menor, tetapi ia tak bisa mengatakannya.

"Mungkin terlalu terang, Indah. Coba yang sedikit gelap, no, maksud gue sedikit transparan."

"Santai aja kali, Ra, jangan salah tingkah gitu." Dia mengeluarkan cermin bedaknya. "Menor banget nih Lipstik."

"Ah iya, Indah." Entah kenapa Clara jadi canggung begini. Padahal Indah sudah bersikap santai kepadanya.

Indah menyimpan bedaknya kembali. "Lo nggak mau coba? Lumayan loh, siapa tau cocok. Atau produk ginian kurang cocok gaya hidup lo?"

"Ah, nggak kok. Gue cuma anak karyawan. Ayah gue juga cuma seorang Staff." Clara memberitahu.

Tak ada tanggapan dari Indah. Dia sibuk melihat-lihat warna lipstik. "Mau coba yang ini?"

Ia malah menyodorkan lipstik warna Pink. Clara hendak menerimanya, tetapi di rebut paksa oleh Garry. Dia tiba-tiba muncul bagaikan hantu.

"Lipstik murah kek gini gosah dicoba. Yang ada malah bikin bibir lo jadi lecet," katanya sambil mengembalikan lipstik tadi ke tempatnya.

"Garry? Lo ngikutin kita?" tanya Indah dengan tersenyum tipis.

Pria tinggi putih itu tak langsung menjawab. "Siapa bilang?" katanya gelagapan. "Gue ke sini buat beliin ...."

Sialan! Dirumah gue nggak ada cewek lagi.

"... Pembantu, iya beliin pembantu gue lipstik."

"Hah? Lo beliin lipstik buat pembantu?"

"Iya, kenapa emang? Gak boleh?" Garry sedikit menaikkan dagunya.

Clara dan Indah saling menatap. Haruskah mereka mempercayai kebohongan nyata dari Garry barusan? Clara pun sama sekali tidak percaya dengan alasan semacam itu.

"Ya udah, beliin aja. Kami mau ke tempat lain," kata Clara yang beranjak pergi.

Lagi-lagi tangannya di tahan oleh Garry. "Sebagai selingkuhin yang baik, lo harusnya merekomendasikan lipstik yang cocok buat pembantu."

Indah tak senang dengan pemandangan itu. Ia merasa sangat iri seketika.

"Sorry, Gar, gue gak punya pembantu. Jadi—"

"Ikuti aja, kata hati lo. Cepet."

Indah mengambil lipstik sembarang lalu memberikannya ke Garry. "Ambil terus kasih ke pembantu lo. Lepasin Clara sekarang, karena kami mau ke tempat lain."

"Kemana?" tanya balik Garry.

"Dih, gila banget lo, ya kali harus ngasih tau lo setiap dia mau kemana? Lo bener kan ngebuntutin gue sama Clara? Ngaku nggak lo!"

"Nggak!"

"Ya udah, lepasin Clara sekarang."

Garry menyorot tangannya yang masih menggenggam erat pergelangan tangan Clara. Ia segera melepasnya begitu menyadari hal itu.

"Yok Clara, tinggalin aja orang gak jelas kek dia."

Keduanya berlalu pergi, Garry tetap di posisinya sambil memegang Lipstik yang di berikan oleh Indah.

Goblok! Ngapain sih gue ngikutin mereka?! Apa untungnya coba?! Garry, lo harus sadar!

***

I'm not Your Doll [END]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang