Chapter 33: Gatot (Gagal Total)

17 6 1
                                    

"Ferdi, keknya kita telat, tuh parasit udah datang duluan."

"Bangsat! Tuh orang kenapa ngehindar mulu anjing?!" teriak Ferdi panas, ia bahkan menendang kursi itu setelah Larry dan yang lainnya pergi cukup jauh.

"Emang kenapa sih? Harus banget lo main sama dia, Fer?" tanya salah satu dari gerombolan itu.

"Hah?!" Ferdi menatap mereka dengan wajah dinginnya. "Karena dia lugu! Sebagai Biseksual, gue memandangnya wanita berbatang, apalagi tubuhnya yang kurus itu, sangat seksi layaknya model."

"Bukan karena dia kaya?" saut yang lainnya.

Ferdi mendengus, bibirnya terangkat. "Mau dia gembel pun, kalo tubuhnya bagus bakal tetep gue sikat!"

Setelahnya ia melangkahkan kakinya pergi begitu saja, gerombolan itu mengekorinya sepanjang lorong.

***

Garry, Larry, dan Clara telah duduk di meja kantin, menunggu pesanan mereka. Masing-masing memesang es dengan isi burger yang berbeda, tapi Clara malah menambah porsi burgernya menjadi dua.

"Lo makan banyan gitu, nggak takut ngendutan, hah?!" respons Garry saat tau pacarnya memesan dua burger.

"Kenapa? Lo keberatan kalo gue gendutan? Ya, bagus juga sih, dipikir-pikir. Soalnya kalo mau putus sama lo, tinggal melarin badan."

"Tai lo!" Garry membalasnya ketus. Sementara Clara tersenyum lebar.

Larry hanya memperhatikan keduanya, mengamati sepasang kekasih itu. Larry pikir, ini pertama kalinya Garry berpacaran seperti ini. Tidak seperti yang sebelum-sebelumnya, Garry hanya menjawab seadanya saja, tidak pernah membuka topik duluan.

Kemudian tak lama, pelayan datang, meletakkan makanan sesuai dengan yang mereka pesan. Larry menyeruput es bobanya tanpa aba-aba. Garry yang melihat itu cuma menatapnya sinis.

"Lar, lo nggak ikut kelas Ekstrakurikuler?" tanya Clara, menatap lurus cowok itu .

Ia menggeleng. "Nggak ada temen, Ra."

"Ya udah, sama gue yuk!"

Garry meliriknya cepat, sorot matanya menandakan ketidaksetujuan. Ia sangat keberatan jika saudaranya berpasangan dengan pacarnya. Apa kata orang nanti?!

"Ehmm...."

"NGGAK!" potong Garry, "Lo harus jadi pasangan gue!"

Clara memegang ujung sedotannya. "Tapi kita beda bidang, Gar, gimana dong?" tanya Clara, menggoda Garry.

"Masuk bidang apa emang lo?"

"Dih kepo! Mau tau aja urusan orang."

Entah sejak kapan Clara bisa berbicara seenteng ini. Sejak bertemu orang tua Garry dan menerima tantangan itu mungkin? Entah, ia juga tidak tahu.

"Eh, lo pacar gue, bego, kasih tau nggak?!" Mata Garry melotot. "Atau, Larry bakal gue blacklist dari kelas itu."

"Dih, Gar, lo harusnya ingat perjanjian pacaran kita. Berarti selama ini, lo terus melanggar itu, 'kan?" tebak Clara, ia yakin sudah pasti benar.

Garry melirik ke tempat lain sesaat, berpikir, apakah ia harus mengakui itu semua atau berbohong.

"So, soalnya gue belum terbiasa dengan itu semua."

Clara ber-oh panjang, "Ya udah sih, jadiin ini yang pertama aja, gimana? Adil kan?"

"Tapi gue nggak mau kalo lo pasangan sama Larry."

"Kenapa nggak boleh emang?"

"Ya! Gue ...."

Tiba-tiba secara tak sengaja Garry mendengar bisikan cewek-cewek yang lewat di belakang Clara.

"Eh, itu kan pacarnya Garry sekarang ya? "

"Iya, murid pindahan yang langsung dijadiin Garry pacar itu."

"Oh iya, gue denger dia ikut Ekstrakulikuler loh, bidang memasak."

Jackpot!
Tanpa bersusah payah Garry mendapatkan informasi penting itu, ia tersenyum. Sementara Clara panik sendiri karena rencananya untuk menyatuhkan keduanya terancam gagal.

Clara awalnya berencana membuat kedua berada di tim yang sama, jika Garry tak mengijinkan dirinya berkelompok dengan Larry, bagaimana mungkin rencananya bisa terlaksana? Aghhh!

"Udah kebongkar, mending lo ungkapin deh, apa alasan lo ngajak Larry ke sini? Sekedar basa-basi? Itu bukan gaya lo, Clara. "

Mampus! Rencana Clara rusak total. Ia hanya bisa berpasrah dan menjelaskan semuanya di depan saudara kembar itu.

"Jadi gini, Gar, gue mau bikin kelompok kita bertiga, tapi gue mau kalian berdua yang aktif. Tunjukkan kekompakan kalian sebagai saudara—"

"Biar misi lo berhasil, begitu, Ra?" potong Larry, ia menatap gadis itu.

"Yaps!" Clara membenarkan apa yang Larry katakan barusan.

"Maaf, gue nggak mau." Larry beranjak dari kursinya, "sebelumnya makasih buat burgernya, enak kok."

"Siapa yang ngasih lo ijin buat pergi?" sela Garry tiba-tiba dengan nada yang begitu dingin dan menusuk. Ia memandangi sorot mata saudaranya yang baru beranjak itu.

"Gue—"

"Nggak!" Garry ikutan bangkit dari duduknya, kemudian berjalan ke depan saudaranya itu. "Apapun alasannya, lo nggak punya hak sama sekali buat pergi tanpa seizin gue."

"Udah, udah. Gar, udah ah, biarin aja dia mau pergi, mungkin dia nggak nyaman ada di sini." Clara memegangi pergelangan tangan cowok itu, menahannya agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.

Larry memandangi keduanya, menghela napas, hingga akhirnya pergi melangkah keluar. Diam-diam siswa yang ada di kantin merekam kejadian barusan, ini akan jadi berita terhot nantinya.

"Lo kenapa sih?" bisik Garry setelah menarik tangan Clara. Posisi mereka hampir berpelukan, ia menempatkan wajahnya di samping telinga cewek itu.

"Kalo lo nggak ngundang dia, mungkin kejadiannya nggak bakal kayak gini."

Kemudian Garry memundurkan tubuhnya, kemudian menggenggam jemari gadis itu, dan melangkah keluar. Tidak memperdulikan potretan kamera yang berbunyi sekian kali.

Lagi-lagi Garry menyeret Clara ke lorong yang sepi, tempat pertama kali mereka bertemu. Ia berhenti di tempat dan membalik badannya.

"Sekarang gue tanya, apa yang Larry bilang barusan itu benar?" tanyanya.

Clara mengangguk, mengiyakan. "Gue mau kalian akur biar misi gue berhasil, Gar."

"Lo pikir, hubungan kami cuma sekedar musuhan?" balas Garry, memiringkan kepalanya.

"Terus, kalo bukan cuma musuhan, hubungan kalian apa?"

Kerutan wajah Garry semakin dalam. "Artinya, lo belum pantas buat ngejalanin misi itu." Kali ini, dia menunjuk-nunjuk Clara.

Clara terdiam, bukan karena tersindir, tapi malah memikirkan hal-hal yang lain. Coba Clara pikir, kenapa dua saudara kembar selalu bertengkar jika bukan karena musuhan? Mereka hanya tidak mengenal satu sama lain bukan? Lantas, apa salahnya menyatuhkan keduanya kembali?

"Kenapa diem?" tanya Garry, membuyarkan pikiran Clara.

"Terus gue harus apa biar pantas ngejalanin misi ini?"

"Lo kenapa jadi ngebet banget pengen jalanin misi ini? Lo mau uang? Gue kasih, berapapun yang lo mau."

Plak!
Tamparan ringan melayang di pipi Garry, ia terdiam dan menyorot gadis itu, melotot.

"Tolong jangan pernah berpikir gue ngelakuin ini demi uang! Gue benar-benar tersinggung, Gar. Udah hampir setiap hari kita ketemuan sebulanan ini, tapi lo sama sekali nggak ngerti gue."

Garry masih memegangi pipinya, ia masih diam, menunggu kata yang akan cewek itu keluarkan selanjutnya.

"Lo denger gue nggak sih?" tanya Clara, ia melambaikan tangannya di depan cowok itu.

***
Tbc....
Guys, pokoknya baca terus cerita ini ya.
Jangan lupa VOTE dan KOMENnya.
Biar aink semakin semangat buat ceritanya 🥰

Next, Chapter, guys!!!

I'm not Your Doll [END]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang