PART 8

9.7K 1.4K 38
                                    

PART 8

"KURANG AJAR." Wajah Bintang hampir hangus karena malu dan emosi yang bercampur aduk. "Emang gue cewek apaan? Lo tidur bareng cewek lain kali dan itu mirip gue. Di dunia ini katanya manusia punya 7 kembaran. Mungkin yang lo ingat itu salah satu dari kembaran gue."

Bintang membuang muka saat Baskara terus memandangnya tanpa berkedip. "Pokoknya gue nggak kenal lo."

"Gemesin."

Suara berat cowok di sampingnya membuat Bintang merinding. Bintang menoleh frustrasi. "LO! Jangan pernah lagi ngeluarin kata nyeremin itu dari mulut lo di depan gue."

"Gemesin?" tanya Baskara.

"Wah." Bintang tak tahan lagi. Dia mengubah posisinya untuk menghadap Baskara. Sejak kemarin dia hanya bisa mengumpati cowok itu dalam hati. "Sialan. Heh, cowok ber*ngsek—"

Bintang tak bisa melanjutkan ucapannya. Tangan besar Baskara menutup mulut Bintang sehingga tak bisa lagi mengeluarkan kata-kata. Alis Baskara nyaris bertaut, keningnya berkerut samar. Dia tak suka dengan cara bicara Bintang barusan.

"Mulut lo nggak pernah ngeluarin kata-kata kasar," gumamnya, masih membekap mulut Bintang dan tangannya yang lain menahan kepala bagian belakang Bintang karena cewek itu berusaha menjauh.

Kelas yang hening itu diisi oleh suara pukulan dada. Bintang memukul dada Baskara penuh tenaga dengan kedua tangannya, berharap cowok itu kesakitan lalu menyerah dan melepasnya. Namun, Baskara tidak mau melakukan itu dan Bintang tak bisa melakukan apa pun selain terus memukul Baskara yang tak pernah meringis padahal Bintang sudah memukuli dadanya bertubi-tubi.

Wajah Baskara mendekat ke wajahnya dan hanya sedikit menyisakan jarak. "Janji jangan bicara kasar lagi. Nge-gas nggak apa-apa. Soalnya kalau lo ngegas jadi gemesin."

Emangnya lo siapa, hah? "Mpph!" Bintang memukul Baskara, mendorongnya, bahkan Bintang berusaha memosisikan kakinya untuk menendang Baskara tetapi tak berhasil.

Bintang waswas ketika pandangan Baskara turun beberapa senti meter dari mata Bintang.

Baskara menatap punggung tangannya yang menutupi bibir Bintang. "Tapi gue nggak pernah ingat kita ciuman."

Mendengar kata ciuman saja, jantung Bintang sudah tak keruan. Baru kalu ini dia bertemu dengan orang yang paling absurd.

Dia mendorong wajah Baskara dan berhasil. Cowok itu refleks melepaskan bekapannya di mulut Bintang dan jatuh terduduk di lantai sembari memegang wajahnya yang didorong oleh Bintang, lalu mendengkus pelan dan senyum tipis terbit di bibirnya ketika memandang Bintang yang sedang emosi.

"Lo .... mesum. Cowok sialan."

Bintang menggeram kesal ketika melihat respons Baskara yang hanya tertawa. Cowok itu menyangga kedua lengannya di masing-masing lutut yang tertekuk ke atas.

"Lo beneran gila." Bintang merasa lebih baik dikejar orang gila di jalanan karena dia bisa bersembunyi dan mencari jalan keluar, tetapi berhadapan dengan orang gila yang menyamar sebagai siswa seperti Baskara adalah hal yang menyeramkan.

"Gue mau pulang." Bintang berdiri dan memukul-mukul rok belakangnya untuk menghilangkan debu. Dilihatnya Baskara dengan emosi yang kentara di wajahnya. Cowok itu masih duduk santai di lantai sembari memandangnya dengan senyum ceria. "Cowok gila."

Bintang berbalik menuju pintu kelas itu. Belum sempat memegang gagang pintu, tangan lain sudah menyentuhnya lebih dulu. Hawa aneh itu terasa di belakangnya. Meski mereka berjarak dan Baskara tak menyentuhnya sedikitpun termasuk juga pakaian mereka, tetapi Bintang tak bisa ke mana-mana. Tangan Baskara menyentuh pintu di sisi kiri Bintang dan tangan kanan cowok itu memegang gagang pintu di sisi kanan Bintang.

Bintang tak bisa bergerak meskipun dia sedang berpikir untuk menunduk, lalu lewat di bawah lengan Baskara. Bintang takut, jika dia menunduk maka dia akan menyentuh bagian depan cowok itu.

Raut wajah Bintang kini berubah panik. "Mundur, Berengs*k."

"Gue mau buat kesepakatan sama lo."

Apa pun yang akan Baskara katakan, pasti tak akan masuk akal, pikir Bintang begitu.

"Gue bakalan bayar lo. Asal lo selalu ada di samping gue."

Apa? Bibir Bintang kelu. Kedua tangan Bintang terkepal kuat. Keningnya mengernyit, tak habis pikir dengan pemikiran cowok yang saat ini berdiri di belakangnya tanpa mau pergi.

"Bayar? Lo pikir, karena lo anak orang kaya, lo bisa beli segalanya termasuk gue?" Bintang mendengkus sebal dan menunduk dalam-dalam. "Emang gue pelacur?"

Baskara terdiam. Tangannya yang menyentuh pintu kini terkepal. "Gue nggak pernah nyebut kata itu."

"Minggir," kata Bintang pelan. "Gue bilang minggir."

"Gue nggak bermaksud ngelukai harga diri lo. Gue cuma minta lo selalu ada di samping gue karena itu bisa ngebuat rasa sakit di kepala gue hilang." Baskara menunduk. "Bintang, setidaknya kita gandengan sehari sekali."

BUK

Bintang berhasil menyikut perut Baskara dan membuat cowok itu mundur dengan refleks sambil megang perutnya, tetapi pandangannya tak lepas dari Bintang ketika Bintang berbalik menghadapnya.

"Lo bingung, kan?" Baskara menunduk dan tertawa. Tawa yang membuat Bintang bingung apakah itu karena keputusasaan atau karena hal menyenangkan. "Apalagi gue. Lo itu sebenarnya siapa?"

Mulai lagi. Bintang menatapnya datar. Dia lama-lama ikut gila jika terus berhadapan dengan Baskara.

"Gue nggak akan berhenti ngejar lo." Baskara mengangkat wajah. Tatapan sedih terpancar di matanya yang sayu.

"Lo tahu Pak Yu?" tanya Bintang.

"Berhenti ngomong kasar." Baskara memiringkan kepala. "Setahu gue, Bintang itu anak yang polos dan gemesin. Bukan yang suka ngomong kasar."

"Pak Yu!" seru Bintang geregetan sambil membuka pintu, lalu menutupnya dari luar dengan keras.

Baskara tertawa, lalu dia berbaring di lantai sambil menutupi wajahnya dengan lengan. Bintang kini menjauh. Rasa sakit itu kembali muncul di kepalanya sedikit demi sedikit.

"Hah. Ber*ngs*k."

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Matahari Dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang