PART 32

4.4K 803 31
                                    

PART 32

Setelah kepergian Bintang, Julie terdiam merenung. Dia masih tak menyangka telah sengaja menyiram Bintang dengan minuman dan berlindung di balik kata ketidaksengajaan.

Setelah sempat merasa puas, kini di dalam dirinya ada penyesalan dan kekesalan pada dirinya sendiri. Mengapa dia melakukan hal itu kepada teman seperjuangannya?

Julie menggigit bibirnya. Kedua kakinya bergerak-gerak di bawah meja, lalu dia menunduk. Melihat seseorang yang datang, dia langsung menoleh dan kini melihat Baskara berdiri menjulang di sampingnya.

Lupain aja kejadian tadi, batin Julie, tak ingin larut dalam rasa bersalah. Senyum kecilnya mengembang, lalu senyuman itu hilang ketika melihat raut Baskara menjadi dingin.

"Hai, lo nggak duduk?" Julie mengalihkan perhatiannya dari hal yang mengganggu. Diambilnya ponsel dari dalam tas. "Gue boleh minta—"

"Lo sengaja, kan?"

"Hah...? Apa?" Julie kembali melihat Baskara. Rasa pegalnya ketika mendongak tidak ada apa-apanya dibanding intimidasi yang diberikan Baskara lewat tatapan mata saat ini.

Baskara berkata pelan. "Gue udah merhatiin lo. Lo yang katanya sahabat Bintang? Kelihatannya nggak seperti itu."

Julie meneguk ludah dan mengalihkan pandangannya dari Baskara. Dipegangnya erat gelas minuman bekas Bintang di atas meja dengan kedua tangan.

"Kalau mau jadi sahabat, jadi sahabat yang bener." Baskara duduk di kursinya dan tanpa mau menatap Julie. "Ini peringatan. Sekali lagi gue ngelihat hal memuakkan dari lo ke Bintang, gue nggak akan tinggal diam. Lo tahu gue kayak apa dari cerita Bintang, kan?"

Julie tidak bisa mengatakan apa pun. Hanya ada harga dirinya yang sedang terluka. Cewek itu beranjak dari sana dan segera pergi, meninggalkan tempat itu tanpa pamit pada Bintang.

***

Sia-sia saja membersihkan kemeja sekolahnya itu. Bintang hanya bisa membersihkan wajah dan sedikit rambutnya yang terkena minuman manis itu. Bintang keluar dari kamar mandi sambil menarik bajunya ke depan karena rasa tak nyaman pada kulitnya yang agak terasa lengket karena minuman.

Bintang keluar dari rumah makan itu dan melihat hanya ada Baskara di sana. Dia mendekat dan duduk di kursinya sambil melihat bangku Julie yang kosong.

"Julie ke mana?" tanyanya.

Baskara menatap arah kepergian Julie. "Mungkin pulang."

"Mungkin?"

"Dia nggak ngomong apa-apa."

Balasan Baskara membuat Bintang menatap cowok itu dengan curiga. "Lo ... nggak habis ngomong yang aneh-aneh, kan?"

Baskara hanya menatapnya. Setiap kali Baskara tak menggeleng dengan tegas, maka dugaan Bintang pasti benar. Bintang hanya menghela napas. Tak biasanya dia ada dalam situasi ini. Dia tahu Julie tertarik pada Baskara. Tatapan mata cewek itu tak bisa bohong. Namun, tak mungkin hanya karena itu Julie menjadi aneh.

Bintang sudah mengenal Julie seperti apa. Julie adalah salah seorang yang bisa membuka hati Bintang sehingga Bintang bisa menganggap Julie sebagai orang baik, mematahkan sikap Bintang yang akan menganggap setiap orang yang dia temui sebagai orang jahat. Julie adalah teman seperjuangannya. Dia selalu mengulurkan tangan ketika Bintang sedang membutuhkannya, yang selalu tersenyum di setiap keadaan untuk membuat hati siapa pun melupakan kejadian buruk yang terjadi.

Semua hal yang pernah mereka lewati, tak sekalipun membuat Bintang berpikir bahwa Julie adalah seseorang yang jahat.

Tidak mungkin hanya karena dia menyukai Baskara yang dekat dengan Bintang sampai membuatnya bersikap tak biasa. Julie tak sekekanakan itu.

"Jadi kotor."

Ucapan Baskara membuat Bintang menatapnya.

Baskara memandang seragam sekolah Bintang, lalu tangan cowok itu menyentuh ujung rambut Bintang yang basah. Bintang melirik sekitarnya. Ini tempat ramai.

Baskara mengambil jaket dari dalam tasnya, lalu menyampirkannya di kedua pundak Bintang.

Dari tempat yang tak terlihat oleh keduanya, Julie tak bisa ke mana-mana dan mendapatkan pukulan dari seorang laki-laki sampai membuatnya babak belur.

***

Ketika Baskara tiba di apartemennya, dia melihat seorang wanita duduk di sofa ruang tamunya sambil membaca sebuah majalah. Majalah yang tak pernah ada di apartemen itu sebelumnya dan Baskara pastikan majalah itu adalah salah satu majalah yang dibawa oleh wanita itu ke mana-mana ketika bosan.

Baskara sempat berhenti berjalan, tetapi kemudian memutuskan untuk mengabaikan wanita itu.

Mereka masih saja terasa jauh. Dari dulu.

"Minggu depan ada jadwal libur yang lumayan, kan?" Euginia membuka suaranya tanpa mengalihkan perhatiannya dari majalah yang hanya dia gunakan sebagai pengusir kebosanan.

Baskara berhenti berjalan dan mulai curiga dengan pertanyaan itu.

"Mama, Papa kamu, dan Baron bakalan ke Paris. Kamu juga ikut. Kita keluarga, nggak mungkin cuma kamu yang nggak ada. Kami pergi duluan. Kamu nyusul sehari sebelum hari libur kamu."

"Ck." Baskara membuang muka sambil berdecak kesal.

"Mama bakalan kirim tiketnya." Euginia menutup majalah itu, lalu berdiri. Dia berbalik memandang Baskara dan tak menyangka Baskara masih di ruangan yang sama dengannya. "Mama nggak larang kamu pacaran, tapi udah beberapa kali kamu bawa anak perempuan orang ke sini."

Euginia kemudian memakai kembali topinya dan berjalan keluar dari apartemen itu.

Baskara sedang termenung sekarang.

Beberapa kali?

Baskara lalu berjalan ke kamarnya. Dia sudah tak mau memikirkan hal itu karena yang terpenting sekarang adalah Bintang. Dia tak ingin mengingat apa pun hal yang terjadi di masa lalu.

Baru satu kali Bintang ke apartemennya. Lalu sisanya? Bagaimana pun Baskara berusaha melupakan perkataan mamanya, tetapi hal itu terus muncul di benaknya dan membuatnya bertanya-tanya.

Sesering apa?

Terbersit keinginan untuk mengecek CCTV gedung ini, tapi mau sebanyak apa dia mengeceknya? Tidak. Baskara sudah nyaman dengan keadaan sekarang.

Baskara tak ingin mengingat apa pun atau merasakan sakit tak tertahankan di kepalanya lagi. Dia harus melupakan apa pun yang terjadi di masa lalu dan fokus dengan keadaan terjadi di masa sekarang ini.

*** 


thanks for reading!

love,

sirhayani

Matahari Dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang