by sirhayani
part of zhkansas
PART 29
Bintang mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Hampir saja dia mengeluarkan berbagai kalimat yang akan membuatnya terlihat salah tingkah. Sebuah refleks yang selalu dia sesali setiap kali berubah menjadi cerewet karena salah tingkah itu.
Bintang memejamkan matanya rapat-rapat. Tangannya meremas seprai dengan kuat tanpa disadarinya. Tubuhnya sekaku robot. Walau tak berpelukan, tetapi Bintang merasa apa yang terjadi di antara mereka terlihat seperti setengah berpelukan.
Hening yang ada justru membuat Bintang semakin tak nyaman. Baskara pun tak mengatakan apa-apa dan tak bergerak sama sekali seolah sedang tak ingin diganggu.
Sial. Bintang membuka kelopak matanya dan bernapas dengan pelan.
"Setelah denger kata-kata lo malam itu, gue berpikir untuk harus introspeksi diri sebelum ketemu lo lagi. Sehari nggak cukup dan dalam proses itu gue malah sakit. Padahal gue rajin makan, rajin olahraga, nggak malas-malasan, tapi kenapa gue sakit?" Baskara seperti anak kecil yang merajuk. Suara rendahnya yang diliputi kesedihan itu membuat jantung Bintang terasa diremas.
"Pikiran," gumam Bintang. "Bisa berdampak ke fisik. Percuma jaga kesehatan tubuh, tapi kalau hal utama nggak dijaga baik-baik."
Bintang akan tetap membiarkan Baskara menyangga pipi di bahunya walau dia sendiri pegal karena tak berani bergerak.
"Terus gue juga mimpi," kata Baskara dengan suaranya yang pelan.
"Mimpi apa?" tanya Bintang siap mendengarkan apa pun yang ingin Baskara katakan.
"Mimpi anak kecil namanya Nina."
Kali ini, Bintang yakin Baskara memang mimpi. "Terus kenapa dengan anak kecil itu?"
"Gue bingung ini mimpi atau masa lalu yang keinget soalnya kayak nyata pernah terjadi, tapi gue nggak ingat sama sekali kapan dan di mana. Mungkin karena gue juga masih kecil waktu itu?"
"Lo di mimpi itu juga anak kecil?"
"Bener." Baskara mengangguk. "Di mimpi itu, mukanya nggak jelas, tapi gue tahunya dia nangis nggak mau ketemu sama orang yang pengin dikenalin sama papanya. Dia nangis-nangis manggil mamanya. Gue cuma bisa lihat dia dari jauh. Namanya mimpi aneh, kan? Keadaannya seperti lompat. Gue denger kabar kalau anak itu udah meninggal."
"Nina...." Bintang menggumamkan nama itu. Nama yang tak asing, tetapi juga terasa asing. Bintang merasa bingung dan berpikir itu adalah nama panggilannya saat masih di rumah itu.
Nina....
Bintang menggeleng kecil. Apa mungkin Lina? Bintang juga lupa nama kecilnya. Nama Nina mungkin saja tak asing baginya karena mirip kata Lina dari namanya, yaitu Selina. Namun, Bintang tak pernah merasa Lina adalah nama panggilannya saat kecil.
Hal-hal menyakitkan di masa kecil, termasuk namanya, dia sudah lupa semuanya. Bintang sadar penyebab dia melupakan banyak hal yang berhubungan dengan masa kecilnya adalah trauma.
"Udah, ya." Bintang mendorong dada Baskara hingga cowok itu menjauh. Kini ada jarak di antara mereka. "Lo udah minum obat?"
Baskara mengangguk. Bintang terlalu percaya Baskara kali ini. Kenyataannya, Baskara belum minum obat karena tak suka.
Bintang mengangkat rambut Baskara yang menutupi dahi, lalu memegang dahi Baskara yang hangat.
Tatapan Baskara pada Bintang membuat Bintang jadi merasa tak nyaman. Ketidaknyamanan itu berasal dari Bintang yang tak berani mengatakan tentang mesin waktu kepada Baskara. Bagaimana dia bisa mengatakan hal tentang mesin waktu nantinya? Dia tak mungkin membawa-bawa kematian di depan Baskara langsung. Lagipula, pasti sulit membuat cowok itu percaya tentang mesin waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Matahari Dan Bintang
Teen FictionSELESAI ✔️ Bintang, cewek yang pernah tinggal di jalanan selama bertahun-tahun, tiba-tiba terbangun di sebuah kamar yang asing. Satu hal yang membuatnya kaget. Dia terbangun di atas kasur yang sama dengan seorang cowok yang sedang tertidur lelap d...