PART 12

8.2K 1.1K 35
                                    

PART 12

Bintang menarik tangannya dari genggaman tangan Baskara. Saat cowok itu kembali ingin memegang tangannya, Bintang memukul tangan Baskara dengan cepat. Raut wajah Baskara murung seketika, membuat Bintang mendengkus sebal.

"Sebenarnya seberapa parah sih sakit kepala lo? Sampai setiap gue lengah, lo selalu aja nyuri kesempatan buat megang-megang gue." Meskipun benci berhadapan dengan Baskara, di sisi lain dia tidak bisa juga mengabaikan perkataan Shareen untuk tidak mengabaikan cowok di depannya ini.

Bintang berada dalam dua hal yang saling bertolak belakang; memikirkan dirinya sendiri dan tak peduli dengan orang lain atau menjadi manusia yang memiliki hati mulia... kepada orang gila di depannya ini.

Baskara cukup lama diam ketika dia mencoba mundur selangkah dan merasakan perubahan apa yang terjadi pada dirinya. "Setiap satu langkah jarak di antara kita, kepala gue rasanya dihantam ke dinding sekali. Coba lo bayangin aja jarak kita jauhnya berkilo-kilo meter. Sakitnya kayak gimana?"

"Haaah." Bintang menghela napas panjang seraya memijat pelipisnya. "Gue nggak akan bantuin lo kalau lo masih seenaknya, masih kurang ajar, masih tetap agresif, dan masih nggak minta izin sebelum nyentuh tangan gue."

"Oh." Sepasang mata Baskara berbinar-binar. Tampak kesenangan dengan jelas di matanya. "Jadi, gue nggak boleh kayak gitu, kan? Kalau gue nurutin lo, lo mau nginep bareng gue?"

Astaga. Bintang menutup wajahnya karena lelah, lalu ditatapnya kedua mata Baskara yang memandangnya penuh harap. "Lo nggak gila. Emang otak lo aja yang otak udang. Gue? Nginep di rumah lo yang adalah cowok? Berdua doang? Gue masih waras kali."

"Gimana kalau gue yang nginep di rumah lo? Gue bakalan bayar sewa bulanannya." Baskara masih terus melobinya, membuat energi Bintang nyaris habis karena terkuras pada hal yang sebenarnya tak ingin dia urusi.

"Itu lebih nggak boleh." Apa kata Shareen nanti? Meskipun Shareen memiliki dugaan terkait mesin waktu, tetap saja tak boleh ada lawan jenis yang tinggal di rumah mereka. Bahaya. Sifat asli Baskara belum jelas seperti apa. Shareen, kakaknya itu harus dia lindungi dengan sepenuh hati dari orang-orang kurang ajar seperti Baskara.

"Gue bakalan izin ke orangtua lo."

"Gue udah nggak punya orangtua!" seru Bintang sambil menendang pelan kaki Baskara. "Pertemuan hari ini sampai sini dulu, oke? Jangan ganggu gue sebelum lo introspeksi diri."

"Soal pegangan tangan—"

"Stop." Telunjuk Bintang reflek menyentuh bibir Baskara. "Eh!" Bintang menarik kembali telunjuknya dengan panik. "Gue nggak mau denger apa-apa. Introspeksi dulu. Dah."

Bintang buru-buru keluar dari ruangan itu dan terkejut melihat 5 cewek dalam posisi sedang menguping. Kelima cewek itu langsung mengubah posisinya seolah tak terjadi apa-apa.

"Gue udah ketemu Bos kalian. Nggak usah ikutin gue." Bintang berlari kencang untuk menghindar dari mereka. Suasana hatinya sedang buruk untuk diajak bicara oleh siapa pun. Ketika menoleh, tak ada salah satu dari mereka yang mengikuti.

Suasana koridor yang sepi membuat Bintang sadar bahwa sudah beberapa menit berlalu sejak waktu istirahat berakhir. Bintang melihat sekelilingnya dan tersesat karena lingkungan baru yang mana di hari pertama sekolah tak dia gunakan untuk mengenal sekolah ini lebih dalam.

Dia memegang dinding koridor dan berhenti sesaat untuk menenangkan diri. Ketika akan memulai perjalanannya kembali, dia dihentikan oleh seorang siswa yang dia ketahui adalah anak buah Baskara.

"Lo tersesat?" Cowok itu, Pandu, menaikkan alisnya dan tersenyum miring. "Gue lihat dari tadi lo celingukan di lorong."

Selain fakta bahwa Pandu adalah orang Baskara, Bintang juga membenci bagaimana Pandu memandangnya seperti sedang melihat seseorang dengan cara merendahkan. Tak mau sedikit pun berurusan dengannya, Bintang memilih untuk bungkam dan memalingkan wajah untuk fokus dengan tujuannya kembali ke kelas.

Matahari Dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang