PART 17

6.4K 1K 42
                                    


PART 17

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

PART 17

"APA?!"

Bintang kaget pada dua hal. Baskara yang menggenggam tangannya dan ucapan Baskara barusan.

"Tangan!" seru Bintang, memperingati lewat tatapan.

"Gue baru pindah hari ini." Baskara mulai berjalan dan membuat Bintang mau tak mau ikut melangkah daripada terseret-seret. Genggaman tangan Baskara terlalu erat.

"Oi!" seru Bintang. "Tangan!"

Baskara memelankan langkah sehingga langkahnya dan Bintang sepadan. Cowok itu menunduk ke samping, menatap Bintang dengan senyuman penuh arti.

Bintang baru menyadari Baskara punya senyuman licik—yang bisa membuat Bintang jadi diam seribu bahasa.

Mereka jadi perhatian siswa-siswi lain. Baik Baskara maupun Bintang tak peduli dengan berbagai pasang mata yang memandang mereka karena Baskara sibuk memegang Bintang dan Bintang sibuk melepaskan diri meski mereka sama-sama tak mengatakan apa pun. Keduanya terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang dalam pertengkaran kecil.

Baskara tiba di bangku paling belakang, yaitu kursi yang menjadi tempat Bintang duduk sejak hari pertama. Baskara menarik kursi, lalu menuntun Bintang untuk duduk dengan cara sedikit memaksa. Kedua bahu Bintang ditekan turun membuat Bintang mau tak mau melakukan apa yang Baskara perintahkan lewat gerak tubuh.

Kemudian Baskara duduk di kursi kosong tepat di samping Bintang.

"Bentar?" Bintang menoleh heran pada Baskara yang sudah duduk dengan nyaman di sampingnya. "Kok bisa?"

"Bisa."

"Gimana bisa?"

"Diurus."

"Siapa yang ngurus?"

Baskara bertopang dagu sambil menatap Bintang di sampingnya. "Siapa, ya?"

Bintang memutar bola matanya, lalu tak sengaja pandangannya tertuju ke ambang pintu dan melihat geng Barbieberry menatap Bintang dan Baskara sambil menutup mulut dan mata yang berkaca-kaca karena terharu.

Mereka berlima langsung bubar ketika guru mata pelajaran pertama datang. Proses perkenalan Baskara yang merupakan siswa pindahan dari kelas lain berjalan dengan lancar. Tidak aneh jika ada siswa pindahan dari kelas lain, tetapi Bintang semakin pusing karena orang itu adalah Baskara.

Di tengah-tengah pelajaran, tiba-tiba saja Baskara meraih tangan Bintang yang ada di bawah meja. Sesuatu yang ditunggu-tunggu Baskara sejak tadi karena Bintang selalu menaruh kedua tangannya di atas meja.

"Baskara." Bintang menoleh, menatap Baskara penuh peringatan.

"Mana kontrak tadi?" tanya Baskara.

"Ambil sendiri di tas." Bintang menarik tangannya dan sempat memelintir jari telunjuk Baskara saking gemasnya, tetapi sayang cowok itu tidak meringis sedikit pun. Justru dia tersenyum pada Bintang.

Cowok aneh. Bintang membatin sambil mengalihkan pandangan ke guru.

Baskara membuka tas ransel Bintang dan mengambil kertas yang masih dia ingat jelas. Kertas yang merupakan kontrak, berisi aturan yang akan menjadi patokan mereka.

Baskara melirik Bintang yang sedang fokus dengan guru, lalu cowok itu menuliskan kata-kata di poin kedua dan menambahkan poin ketiga, lalu tanpa pikir panjang menandatangi kontrak tersebut.

Dia menggeser kertas itu dan menjadi perhatian Bintang. Bintang menoleh padanya dengan alis yang hampir bertaut, lalu membaca dua poin yang Baskara tambahkan.

2. "Berobat" yang dimaksud pada poin 1 adalah "obat dengan dosis tinggi" dan diberikan di tempat tertutup.

3. Pihak B memiliki hak untuk memakai "obat dengan dosis rendah" di manapun tempatnya tanpa persetujuan Pihak A. Dalam hal ini, pihak B memakai "obat dengan dosis rendah" jika tiba-tiba merasakan sakit dan Pihak A tidak berhak melarang Pihak B untuk memakai "obat dengan dosis rendah" tersebut. Jika Pihak A melanggar (dalam hal ini melarang Pihak B), maka Pihak A akan diberi hukuman yaitu dengan memberikan "obat dengan dosis yang sangat tinggi" kepada Pihak B. Satu kali pelanggaran sama dengan satu pemberian "obat dengan dosis yang sangat tinggi".

Demikian aturan-aturan yang telah dibuat atas kesadaran masing-masing Pihak. Kontrak ini berlaku sampai Pihak B sembuh dari sakitnya. Dalam hal rasa sakit yang dimaksud adalah rasa sakit di kepala Pihak B, bukan sakit karena luka yang telah dibuat oleh kenalan Pihak A.

Bintang menoleh dengan bingung. "Obat? Dosis?" bisiknya. "Dan ngapain lo tanda tangan sepihak sebelum rundingin bareng gue dulu?"

"Tadi aja lo buat poin 1 dengan sepihak. Nggak adil kalau cuma lo. Jadi, gue tambahin. Biar adil." Baskara mendekat, berbisik di dekat Bintang dan melindungi wajah mereka dengan buku. "Obat dengan dosis tinggi itu dagu gue di bahu lo. Obat dengan dosis rendah adalah pegangan tangan. Dan obat dengan dosis yang sangat tinggi adalah pelukan. Adil, kan? Tiga dosis itu bakalan jadi kata sandi."

Bintang mendorong wajah Baskara dengan brutal. Namun, tangannya berhasil ditangkap oleh Baskara dan menahannya ketika menyelipkan pulpen di sana.

"Ayo. Tanda tangan di sini," kata Baskara, menunjuk bagian kosong di bawah tulisan Pihak A.

Bintang akhirnya menanda tangani kontrak itu karena tak ingin ribut. Bintang punya intuisi bahwa jika dia menolak menandatanginya sekarang, maka Baskara akan menambahkan poin-poin yang semakin tak masuk di akal atau membuat keributan di tengah-tengah pelajaran berlangsung.

Baskara kan cowok gila.

Lagipula Bintang tak akan melanggar kontrak yang membuatnya dipeluk cowok gila di sampingnya ini.

"Udah. Gue yang simpan." Bintang menarik kertas itu dengan cepat, takut Baskara yang mengambil dan menyimpannya. Kemudian Bintang kembali fokus pada guru.

Hanya saja, selama pelajaran berlangsung, Bintang tak tenang karena merasa diperhatikan. Ketika dia menoleh, Baskara memang benar menatapnya.

Kedua sudut bibir Baskara tertarik ke atas. "Lo manis, ya."

Bintang memegang tangan Baskara di bawah meja, lalu memelintir semua jari tangan kanan cowok itu sampai Baskara meringis kesakitan.

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Matahari Dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang