PART 28

4.9K 971 35
                                    

PART 28

Bintang tak perlu lagi memastikan apakah ini nyata atau tidak. Apa yang dilihatnya di depan matanya sendiri benar adalah dirinya yang sedang menjelajah waktu. Mereka sama-sama tertegun, lalu timbul pertanyaan di benak Bintang,

apa yang dirinya dari masa depan lakukan di kamar ini?

"Eh? Kamarnya bukan di situ." Aska muncul di belakang Bintang dan membuat Bintang terkejut sampai dia menutup pintu dengan membantingnya sambil menoleh. Aska terlihat tersentak karena kerasnya suara itu.

"Lo datang sendirian nemenin Baskara?" tanya Bintang basa-basi, hanya untuk memastikan bahwa memang hanya ada mereka berdua di sini. Wajahnya masih pucat dan tak bisa dia sembunyikan dari Aska. Seolah dia sedang ketahuan mengintip sesuatu.

"Iya, dia mana mau ada orang yang ganggu ketenangannya." Aska melambaikan tangan menuju pintu keluar. Dia sama sekali tak memperhatikan keanehan sikap Bintang. "Pamit, ya. Baskara kayaknya udah kangen banget sama orang yang dia tunggu-tunggu."

Keisengan Aska itu membuat Bintang berdecak kesal. Setelah Aska pulang, Bintang menarik napas panjang-panjang dan mengembuskannya pelan. Berkali-kali dia melakukan itu sampai dia merasa cukup tenang. Bintang pikir pertanyaan Aska saat di lift ada hubungannya dengan dia yang sedang menjelajah waktu, tetapi dari pertanyaan yang Aska ajukan itu tak mungkin ada kaitannya dengan hari ini.

Dia ingin bicara dengan dirinya sendiri atas apa yang sebenarnya terjadi di masa depan. Andaikan takdir terjadi seperti itu, tetapi tidak demikian. Ketika dia membuka kembali pintu kamar itu, tak ada siapa pun di dalam sana.

Apakah yang dilihatnya tadi hanya halusinasinya saja?

Bintang menyentuh kepalanya yang berdenyut karena pusing. Ditutupnya pintu itu kembali. Dia baru merasakan tangannya masih gemetar akibat hal tak masuk akal yang terjadi padanya hari ini.

Bintang berlari ke kamar Baskara. Kehadiran dirinya yang menjelajah waktu pasti diketahui Baskara. Baskara pasti tahu sesuatu dan hal itu bisa menjadi petunjuk Bintang atas apa yang Bintang lihat tadi. Apakah halusinasi atau bukan.

Ketika membuka pintu, dia melihat Baskara sedang duduk di tepi tempat tidur sambil menatapnya.

"Hai, lama nggak ketemu," sapa Baskara sambil mengulurkan tangan.

Mengerti akan uluran tangan itu, Bintang menggapainya dan menggenggamnya. "Lo sakit nggak ngomong apa-apa ke gue. Nggak butuh obat lagi?"

"Gue nggak pengin lo mikir gue sengaja ngomong gitu."

"Harusnya lo ngomong aja kalau lo perlu, kalau gue nggak bisa gue tinggal nolak, kan? Ah, tapi gue nggak mungkin nolak karena perjanjiannya."

"Gue habis mimpi panjang." Baskara tak mau berhenti menatapnya. "Rasanya terlalu nyata, tapi dalam mimpi itu lo meluk gue sampai nggak mau pisah. Itu hal yang nggak mungkin terjadi di dunia nyata. Lagian lo sekarang di sini. Mata lo nggak sembab karena habis nangis lama seperti di mimpi gue."

Walaupun itu dirinya yang menjelajah waktu sekalipun, Bintang merasakan jantungnya berdenyut. Walaupun itu dirinya yang menjelajah waktu, tetapi Bintang tetap merasa tak pernah memeluk Baskara.

Bintang menggeleng kencang hanya dalam hati. Memangnya kenapa kalau ada cewek yang memeluk Baskara?

Bukan urusan gue juga! batin Bintang menjerit-jerit.

"Gue ... di dalam mimpi itu gue ngapain?" tanya Bintang, terbata dan suara yang rendah.

Baskara tersenyum. "Lo meluk gue dengan agresif."

"HAH? APA?" teriak Bintang. "Ag—resif?"

Tidak. Jika di masa depan dia melakukan hal itu, maka itu adalah hal yang memalukan.

"Ya, sambil nangis-nangis nggak mau kehilangan gue. Lo bilang nggak mau gue mati. Lo bilang gue nggak boleh naik pesawat nanti pesawatnya meledak."

Pesawat yang meledak....

Apakah itu sebuah petunjuk? Seluruh tubuh Bintang lemas mendengar kata-kata itu.

"Itu mimpi yang terasa nyata banget, tapi sekarang lo ada di sini. Di depan gue."

Bintang termenung. Semua yang dikatakan Baskara mengganggu pikirannya. Rasanya dia ingin Baskara mengetahui bahwa apa yang terjadi padanya bukanlah mimpi, tetapi kenyataan. Namun, bagaimana dia menjelaskan semuanya? Terutama mesin waktu yang mau tak mau dipercayai oleh Bintang karena sudah melihat hal tak masuk akal itu secara langsung di depan matanya.

Bintang masih akan menyangkal jika yang dilihatnya di dalam sana adalah orang lain, tetapi dia melihat dirinya sendiri yang bermata sembab. Seperti yang Baskara ceritakan bahwa di dalam mimpinya itu mata Bintang sembab.

Satu-satunya kemungkinan tangisan Bintang adalah kepergian Baskara.

Kecelakaan pesawat? Apakah separah itu? Tak sadar mata Bintang berkaca-kaca saat melihat senyuman Baskara di depannya langsung.

Kematian seseorang itu tak ada yang tahu.

"Gue butuh dosis tinggi." Baskara menatap Bintang lekat-lekat.

Bintang duduk di samping Baskara dan menepuk pelan bahunya sendiri. Baskara kemudian menyandarkan dagunya di sana.

"Gue kangen sampai rasanya mau mati," gumam Baskara.

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Matahari Dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang