About Your Goodness

127 22 1
                                    

Sudah beberapa jam yang lalu Adelia memilih untuk menghabiskan waktu di dalam kamarnya, wanita itu duduk sembari membalik lembar demi lembar halaman buku yang sedari tadi menemaninya.

Sejak pagi tadi Aron menghabiskan waktu di ruang tempat biasa dirinya bekerja, Adelia tidak punya keberanian untuk menemui pria itu, terlebih setelah kejadian pagi hari ini. Adelia tidak tahu bagaimana Aron bisa menciumnya begitu saja, terhitung sudah dua kali sejak mereka menikah. Dan dengan bodohnya Adelia hanya bisa terdiam. Huh, mengingatnya saja membuat Adelia merasa kesal pada dirinya sendiri.

Adelia tentu saja merasa canggung saat harus menghabiskan waktu hanya berdua dengan Aron. Disaat perasaannya ingin menolak pria itu, disisi lain Aron selalu datang dengan eksistensinya yang bisa saja membuat hatinya tersentuh. Adelia menggeleng pelan mencoba kembali fokus pada buku yang dibacanya.

Namun apa yang menjadi alasan pria itu mau menerimanya? Bukankah seharusnya Aron membencinya? mereka berdua menikah karena terpaksa. Adelia tentu paham betul posisi Aron dari ekspresi wajah terpaksa pria itu saat pertama kali datang ke kediamannya di Powis. Terlebih lagi dirinya dan Amelia sudah membuat masalah saat hari pernikahan yang bisa saja membuat keluarga Duke malu.

Adelia menghela nafas panjang menghentikan kegiatan membacanya malam ini, fokusnya sudah berantakan. Saat ini semua masalah seperti sedang bergelut di dalam kepalanya. Apa menikah dengan Aron adalah keputusan yang terbaik? Apalagi pria itu memintanya untuk bisa menerima pernikahan ini, Adelia merasa tidak pantas bersanding dengan Duke muda itu.

Suara kepakan sayap burung yang terlihat hinggap di balkon kamarnya menjadi pusat perhatian Adelia sekarang. Wanita itu melangkah mendekati burung merpati putih yang kini masih terdiam di tempatnya.

"Kau sudah kembali, makanlah"

Tangan Adelia terulur memberi burung itu biji jagung yang biasa menjadi makanan burung itu, seutas senyum muncul di wajahnya melihat benda yang terikat di kaki merpati tersebut. Perlahan Adelia melepaskan benda itu, mengusap kepala merpati itu beberapa kali sebelum membiarkannya terbang kembali.

Dengan penuh harapan Adelia membuaka surat yang baru diterimanya. Senyuman diwajahnya seketika menghilang menyadari jika itu surat yang sama dengan apa yang dirinya kirim kemarin. Suratnya tidak sampai pada Amelia.

Dengan perasaan kecewa Adelia memilih kembali masuk ke dalam kamar. Baru saja dirinya membalikkan badan, wanita itu dikejutkan dengan Aron yang sudah berdiri dihadapannya.

"A-aron"

"Kau belum tidur?"

Pria itu menatap adelia membuat wanita itu kembali merasa gugup. "Apa aron melihat semua yang aku lakukan?" batin adelia.

"Aku.. Belum. Maksudku, aku baru saja akan tidur" senyum kaku Adelia terlihat jelas di wajah wanita itu.

"Jangan terlalu banyak menghabiskan waktu di luar seperti ini saat malam hari, udara dingin bisa saja membuatmu jatuh sakit" ucap Aron penuh perhatian. "Tidurlah" pria itu terlebih dulu masuk dan mengambil tempatnya di salah satu sisi tempat tidur. Adelia dengan sedikit ragu mengikuti pria itu, merebahkan badannya di sisi lain tempat tidur mereka. Semua berjalan seperti kesepakatan mereka hari ini.

"Selamat malam" ucap Adelia.

Adelia meraih selimutnya, memilih tertidur dengan posisi membelakangi Aron. Matanya belum juga bisa terpejam, Adelia kembali memikirkan keadaan Amelia sekarang. "Dimana kau?" batinnya gelisah.

"Adelia"

Suara Aron yang memanggil namanya membuat Adelia terkejut. Perlahan wanita itu membalikkan badannya menghadap Aron, pria itu tersenyum.

Royal Prince of AnaphalisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang