Princess Alice of Anaphalis

106 17 0
                                    

Menjadi anggota paling muda di kerajaan membuat Alice merasa seperti orang paling bodoh. Dari kecil dia terbiasa melihat semua orang yang berada disekelilingnya tersenyum bahagia, hidup saling berdampingan satu-sama lain sampai dia berfikir jika tidak pernah ada yang namanya kesedihan. Seiring bertambahnya usia membuat Alice sadar satu hal, setiap orang berusaha keras menyimpan lukanya dengan baik darinya.

Banyak hal yang menjadi pertanyaan Alice saat ini. Kepergian sang kakak dari istana, juga beberapa hal yang terjadi beberapa hari terakhir yang membuat ayahnya tampak terlihat khawatir. Sebagai anak perempuan, Alice memang lebih dekat dengan sang ayah dari kecil. Saat ada yang mengganggu pikiran ayahnya, Alice selalu bisa merasakannya.

Seperti sekarang, wanita itu tahu jika sudah terjadi sesuatu yang semua orang coba sembunyikan darinya. Aron yang dia kenal takkan pernah ikut campur dalam hal yang berhubungan dengan istana sampai ikut pergi bersama ayahnya kemarin.

Alice terpejam merasakan hembusan angin yang menerpa wajahnya, wanita itu sudah berdiri cukup lama memandangi gerbang istana yang terlihat dari balkon kamarnya. Matanya terkunci pada pintu gerbang yang sudah dibuka dari pagi.

"Tuan putri" suara Marry memanggilnya membuat Alice membalikkan badan.

"Rombongan Pangeran Shawn sudah pergi meninggalkan istana kembali ke kerajaan Gerdenia"

Alice mengangguk, dia tahu jika hari ini pria itu akan kembali ke Gerdenia. Semalam bahkan keduanya sempat bertemu dan berbincang sebentar.

"Terimakasih Marry, kau boleh pergi" tatapan mata wanita itu kembali menatap gerbang istana yang kini mulai ditutup.

Alice menggenggam erat selembar kertas yang dipegangnya. Satu-satunya benda yang Alice dapatkan dari pria itu semalam. Entah apa yang akan dia lakukan akan selembar kertas kosong yang pria itu berikan.

"Putri bisa menggunakan ini untuk mengirim pesan rahasia. Anda tinggal menulis nama orang yang anda tuju di bawah pesan anda dan orang itu akan menerimanya dengan cepat" ucap Shawn mengulurkan selembar kertas kosong.

"Bagaimana bisa?" Alice menerima kertas itu dengan raut wajah bingung.

"Ada sihir yang mengikatnya, saya mendapatkannya dari teman saya di Gerdenia"

"Tapi.. saya tidak pantas mendapatkannya pangeran" tolak Alice sambil mengembalikan kertas itu lagi.

"Tolong terimalah. Saya memberikan ini karena putri Alice telah berbaik hati mengenalkan banyak hal di Anaphalis, saya merasa sangat berterima kasih" senyuman pria itu lagi-lagi membuat perasaan Alice menghangat. Bisakah dirinya melihat senyum itu lagi suatu saat?

Mata Alice terpejam kembali merasakan hembusan semilir angin yang menerpa wajahnya. Alice tidak tahu apa yang sudah Shawn lakukan, Alice rasa dia bukan pria yang akan melakukan segala cara untuk memikat wanita. Tapi kenapa Alice dibuat jatuh hati sedemikian rupa padanya?

Setelah puas menikmati udara segar dari balkon kamar, Alice bergegas menyimpan benda berharga pemberian pangeran Shawn dan keluar dari kamarnya. Hari ini bersama para Lady dari keluarga bangsawan, Alice sudah berjanji untuk berkumpul dan membahas festival musim gugur yang akan segera tiba. Satu-satunya festival yang semua tanggung jawab didalamnya Raja serahkan sepenuhnya pada Alice.

Senyum di wajah cantiknya kembali merekah melihat Adelia bergabung bersama Rosaline dan beberapa Lady dari keluarga bangsawan Anaphalis yang sudah berkumpul.

"Maaf membuat kalian menunggu lama" Alice menyapa semua yang hadir dalam acara yang sudah biasa diadakan oleh istana.

"Kami juga baru saja datang Putri Alice" sahut Lady Caterina.

Royal Prince of AnaphalisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang