Selamat membaca:)
.
.
.
Hari berganti hari
Minggu berganti minggu
Bulan berganti bulan
Tahun berganti tahunTak pernah terlewatkan usaha Jendral untuk merebut hati sang Dara. Terkadang Jendral menggunakan sedikit kekuasaannya untuk bisa bersama Dara. Seperti saat ini, dia meminta Dara untuk menjelaskan secara detail prediksi harga yang dibutuhkan untuk pembangunan properti mereka di Bali.
"Jadi, ini pak untuk data rincian harganya.. dari furniture kayu yang digunakan kita bisa menggunakan bahan dasar *bla bla bla*"
Jendral hanya menatap wajah cantik Dara saat menjelaskan. Dara begitu menggemaskan dimatanya. Ah.. rasanya Jendral ingin memeluk Dara, sayangnya tidak bisa karena sedang berada di kantor dan harus bersikap profesional. Jadi ia tahan rasa gemasnya saat ini.
"Begitu pak, apakah ada penjelasan yang kurang?"
"..."
"Ekhem.. pak.. pak Jendral"
"Ah iya.. aku setuju sama kamu" sambil menampilkan eyesmile-nya
Dara menghela nafas. Bukannya ia tidak sadar, justru ia sangat sadar kalau Jendral menatapnya intens sedari tadi. Semburat merah hinggap di pipi Dara tetapi ia berusaha untuk menyembunyikannya. Ia harus bersikap profesional saat ini.
"Maaf pak tapi kita sedang bekerja sekarang"
"Hah.. kita sedang berdua saja Sie.. ayolah jangan terlalu formal oke" ucap Jendral seraya mendekati Dara. Langsung saja Jendral memasukkan Dara pada pelukan hangatnya, dia sudah tidak tahan lagi akan rasa gemasnya.
"Astaga Jendral kita di kantor, nanti ada yang lihat dan salah sangka gimana? Aku ga mau jadi bahan gosip disini" sembari mendorong Jendral menjauh tetapi Jendral malah mengeratkan pelukannya
"Biar saja! Nanti aku hukum mereka yang berani gosipin kamu!
..
Oh ya Sie, bunda nanyain kamu tau.. katanya suruh main ke rumah lagi" lanjut Jendral"Eh.. kamu cerita sama Tante Tiffany?"
"Iyaa dong..terus bunda antusias pengen ketemu kamu. Katanya kalo hari minggu ini aku ga bisa bawa kamu dateng ke rumah, dia bakal bakar semua dokumen kantorku"
"Ah? Em.. gimana ya?"
"Bisa kan Sie? Bisa ya.. bisa please.. nanti aku yang izin sama orang rumah.. ya please bisa ya" hilang sudah wibawa, dan kharisma Jendral jika dihadapan Dara
"Hahah apa apaan sih kamu.. yauda nanti aku kasih tau ayah-ibu dulu ya.. sekarang aku harus balik ke meja aku oke"
"Ga boleh! nanti aja balik ke mejanya Sie... Kamu ga pengen lama lama sama aku?"
"Ga bisa Jen, mereka nanti pasti tanya tanya kenapa aku lama disini sama pak direktur yang dingin dan galak ini haha" goda Dara dan Jendral hanya mencibik kesal. Jendral memang terkenal akan ketampanannya yang luar biasa tetapi tatapan tajam dan wajah jarang tersenyum Jendral juga menjadi daya tarik tersendiri dari dirinya.
"Hah.. yauda tapi nanti pulang aku anter ya"
"Tapi..."
"Aku ga terima penolakan! Kamu mau aku kurung disini atau kamu pulang bareng aku!"
"Pulang bareng!" Jawab Dara cepat
"Nah gitu dong! Oke kamu boleh balik sekarang"
"Dasar manja" ucap Dara dengan suara kecil
"Aku masih bisa denger ya"
"Saya permisi dulu pak" langsung saja Dara menutup pintu ruangan Jendral tersebut
______________________________Jam sudah menunjukkan jam 5 sore, waktunya kembali ke rumah masing-masing.
"Dar nanti kamu balik naik bus?"
"Huft.. ga Hee, kamu tau sendiri kan..Jendral.." suara Dara semakin mengecil di akhir kalimat
"Cie... Cie... Cie.. udah ada yang mau balikan nih.. ehm..pebe-nya jangan lupa!"
"Ish jangan gitu! Lagian pebe.. pebe.. apaan tuh pebe?"
"Pajak Balikan hiya hiya hiya"
"Ada ada aja! dah sana balik itu si Dilan udah nelpon kamu terus"
"Iya iya... Ga sabar banget emang si Dilan"
"Rindu ketemu Milea-nya tuh"
"Dikira film Dilan 1990 kali ah"
"Lagian namanya sama gitu"
"Entah orang tuanya yang kasih, tapi jadi lucu gitu ya"
"Iyain biar cepat hahah"
Dara segera turun dengan lift bersama Heera dan beberapa karyawan lainnya. Setelah sampai dibawah Dara sedikit berjalan agak jauh dari halte bus. Disana sudah ada Jendral yang menunggu dengan mobil mewahnya.
"Maaf ya aku lama"
"Huft.. iya gapapa"
"Kamu ngambek?"
"Ngga! Siapa juga yang ngambek.. childish banget"
"Hm.. haha yakin?" Balas Dara menahan tawa
"Yakin, udah ah aku tiba-tiba jadi bete sama kamu"
"Oh gitu yauda aku turun ya.. naik bus aja" sambil memegang handle pintu mobil
Jendral langsung mengunci pintu mobilnya dan segera berjalan menuju rumah Dara.
"Jen.. Jendral.. maafin aku ya"
Ah Jendral tak bisa marah lama lama dengan Dara. Dia terlalu sayang pada gadisnya itu.
"Huft.. iya.. jadi kapan kamu mau nerima aku lagi.. aku bener bener ga tahan untuk ngajak kamu berdiri diatas altar tau"
Blush! Pipi Dara memerah seketika mendengar ucapan frontal Jendral
"Ekhem.. kalo kamu bisa yakinin kedua keluarga kita.. aku siap" sambil memainkan jemarinya gugup
Mendengar ucapan Dara barusan membuat Jendral menginjak rem seketika.
"Jen, pelan-pelan astaga"
"Coba kamu tadi ngomong apa? Ulang lagi"
"Yang mana?"
"Kapan kamu mau nerima aku?"
"Hah.. kalo kamu bisa yakinin keluarga kita, aku bakal terima kamu lagi"
"Serius? Terus kita bisa nikah!"
"Serius! Kamu yakinin dulu aja ya kedua orang tua kita. Kalo mereka udah yakin, kita baru lanjut ke tahap yang berikutnya"
"Siap princess! Kamu mau makan dulu ga? Atau mau sesuatu gitu"
Akhirnya setelah penantian panjang yang membutuhkan waktu setahun lebih, Dara bisa menerimanya kembali. Ia sungguh bahagia saat ini. Dia hanya ingin bersama Dara pokoknya! Tidak ingin yang lain. Oh.. apa syaratnya tadi? Meyakinkan kedua orang tua? Jendral hanya tersenyum. Dara tidak tau saja dari awal Jendral sudah meminta izin untuk dekat dan mengambil hati Dara kembali. Jendral yakin bisa melakukan syarat tersebut dengan segera.
.
.
.
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Deja Vu
RomanceDéjà vu adalah suatu perasaan telah mengetahui dan déjà vécu adalah sebuah perasaan mengingat kembali . . . "Ingin membenci! Namun aku pernah mencintaimu terlalu dalam sehingga tak semudah itu rasa ini terlupakan" - Adara . . . "Kesalahanku terlampa...