Penantian Berbalas

146 16 0
                                    

Selamat membaca:)
.
.
.
Di hari minggu ini Jendral menjemput Dara dirumahnya. Sang bunda sudah tak sabar bertemu dengan Dara, rindu sekali katanya. Sesampainya di rumah Dara, Jendral disambut baik oleh kedua orang tua Dara, Mbah Uti, dan juga Jihan yang baru pulang kemarin untuk libur semester.

"Oh ini mas Jendral.. halo mas! Kenalin aku Jihan haha aku yang paling terakhir. Mas Jendral udah kenal sama bang Randy kan?"

"Halo juga Jihan, iya sudah waktu itu sempat ngobrol sebentar juga"

"Mbak.. mantap tenan pilihanmu"

"Apasih Han, ga sopan"

"Hehe bercanda mbak, gapapa kan mas?"

"Gapapa kok Han kan kamu ga ngapa ngapain mas"

"Tuh mas Jendral ga masalah hehe"

"Udah sana dicari ibu kamu tadi"

"Halah bilang aja mau berduaan"

"Hush anak kecil dilarang kepo! Udah sana ih"

"Aku dah kuliah loh mbak"

Perdebatan antara Dara dan Jihan terlihat lucu dimata Jendral seakan ia melihat dirinya dengan abangnya dulu. Tak dipungkiri kalo ia mulai menjaga jarak dengan abangnya semenjak masalah kak Jean dan kak Risa. Ia hanya merasa kecewa. Meskipun Jendral pernah menduakan Dara atau bermasalah dengan Kirana, ia tidak pernah merusak siapapun. Malah ia dijebak dan dituduh sembarangan oleh perbuatan orang lain. Akibatnya ia menjadi lebih dingin kepada orang-orang terutama lawan jenis. Hanya ke beberapa orang tertentu ia bisa berlaku lembut termasuk Dara dan keluarganya.

"Kamu udah siap Sie?"

"Udah kok Jen, maaf ya kamu nunggunya lama"

"It's okay Sie, aku bakal nunggu kamu sampe kapanpun itu"

Dara hanya tersenyum mendengar hal itu. Ia yakin ada makna mendalam pada perkataan Jendral barusan.

"Yaudah ayo, aku mau izin sekalian sama ayah kamu"

"Oke sebentar ya.. ayah.. yah.. Dara mau berangkat"

"Eh.. udah mau berangkat ini masih jam 9 pagi loh Jen, Dar.. ga mau sarapan dulu toh?"

"Em.. kalo saya ga perlu om, soalnya bunda sudah menunggu di rumah. Kalau boleh, saya izin untuk mengajak Dara sarapan di rumah saya"

"Oalah.. tapi ga ngerepotin Jen?"

"Ngga om, bunda juga masak banyak banget hari ini karena beliau tau Dara ingin berkunjung"

"Yasudah, om titip anak sulung om ya! Jangan macam-macam ingat!"

"Siap om"

"Yaudah Dara pamit ya yah.."

"Iya jangan gugup ya Dar ketemu calon mertua, calon besannya ayah haha" canda ayah Dara

"Ihh ayah apaan sih, udah yuk Jen kita berangkat"

"Pamit om, saya sama Dara permisi"

"Hati-hati"
______________________________

"Bunda, Jendral pulang"

"Iya Jen.. mana Dara?"

"Selamat pagi Tante"

"Astaga Dara.. udah lama banget ga ketemu.. bunda kangen banget sama kamu... Bunda kangen masak masak lagi tau ga sama kamu"

"Iya Tan, Dara juga kangen sama Tante"

"Panggil bunda aja ya sayang jangan Tante"

"Iya tan- maksud aku bunda"

Hal inilah yang membuat Jendral nyaman dengan Dara. Dara mudah sekali akrab dengan keluarganya. Bahkan ia sering sekali dilupakan saat bundanya sudah berbincang dengan Dara seperti saat ini.

"Ekhem.. Bun kayaknya ngobrol di dalem aja lebih enak"

"Oh iya ya.. ayok masuk Dar"

Bunda Jendral langsung menarik tangan Dara untuk bergandengan. Jendral agak kesal karena bunda memonopoli Dara tapi tak apa karena artinya sudah dapat restu dari bundanya kan. Oh wajah Jendral jadi semakin sumringah.

"Loh Bun, ada tamu? Halo saya Risa istri mas Jeffry!"

"Eh.. halo kak Risa saya Dara...saya..em.."

"Calon istriku kak"

"Calon istri?" ucap Bunda, kak Risa, dan Dara bersamaan. Dan oh.. tampak juga wajah terkejut kak Jean yang baru keluar dari dapur dan ayah Jendral yang baru saja turun dari lantai 2.

"Iya.. ada yang salah?"

"Kamu ini... Emang Dara udah setuju? Lagian bukannya kamu perlu luruskan kesalahpahaman yang dulu. Lihat! Dara aja ikut terkejut tadi" balas ayah sambil memukul pelan kepala Jendral

"Aku serius ayah.. aku udah cerita semuanya sama Dara. Lagian keluarga Dara setuju aja.. asal semua kembali lagi pada keputusan Dara"

"Kapan kamu ngobrol sama keluarga aku?"

"Dari sebelum kamu kasih kesempatan aku buat cerita Sie. Setelah aku cerita semua ke bunda tentang pertemuan kita dan rencana aku dateng ke keluarga kamu. Waktu itu kamu lagi ke tempat Heera. Aku meminta izin untuk dekat dan menjalin hubungan dengan kamu lagi. Mereka mengizinkan asalkan aku berniat baik dan ga bakal menyakiti hati kamu kembali. Mereka juga bilang semua keputusan ada sama kamu, kalo kamu mau nerima aku kembali dan menjalin hubungan yang lebih serius mereka mengizinkannya tapi itu sesuai keinginan kamu sendiri bukan dipaksakan dari pihak manapun"

"Wah mantap! Kerennya anak bunda"

Dara terkejut mendengar semua perkataan Jendral. Jadi ia sudah meminta izin dari lama makanya ia sangat percaya diri dengan syarat yang diberikan Dara.

"Dar.. kamu mau kan jadi calon mantu-nya bunda"

"Bun, jangan langsung tanya begitu dulu.. tanya dulu Dara sudah memaafkan Jendral belum? Ayah juga minta maaf karena sudah gagal mendidik dengan baik anak ayah ini"

"Ah iya.. Ayah benar.. bunda juga minta maaf ya Dar"

"Eh.. sudah kok bun-om, Dara sudah maafin Jendral. Lagipula Jendral sudah menjelaskan masalah terakhir pada Dara. Ini salah Dara juga menyimpulkan semua sendiri tanpa mendengar apapun dari Jendral. Jadi, tidak perlu merasa bersalah"

"Hah.. calon mantu bunda baik banget!"

"Iya kakak jadi kagum sama kebaikan kamu" ujar kak Jean tiba-tiba muncul

"Eh..?"

"Ah.. halo aku Jean istri mas Jeffry"

"Eh.. bukannya.. istri mas Jeffry.."

"Istri bang Jeffry ada dua Sie"

"Haaahhh?"

Semua tertawa melihat reaksi Dara. Itu adalah hal wajar karena Dara sendiri belum mengetahui bahwa kakaknya Jendral memiliki 2 pasangan dalam hidupnya.

"Ceritanya panjang nak.. lebih baik kita sarapan dulu yuk" ujar sang kepala keluarga menyadarkan semua. Mereka pun sarapan dengan diselingi canda tawa.
.
.
.
To be continued

Deja VuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang