Pelabuhan Terakhir

159 15 0
                                    

Halo readers!

Chapter ini merupakan chapter terakhir dari cerita pertama aku 😆 Aku mau ucapin banyak banyak terimakasih buat semua yang sudah membaca, memberikan vote, dan komentar di cerita ini. Jujur masih banyak banget kekurangannya tapi kalian masih menyempatkan waktu untuk melakukan ketiga hal yang sudah aku sebutkan. Semoga aku bisa lanjut lagi menulis cerita kedepannya!

Btw selamat menjalankan ibadah puasa 1443 H ya guys!

Selamat membaca:)
.
.
.
Tak lama setelah kunjungan Dara ke rumah Jendral. Keluarga Jendral segera menemui keluarga Dara. Menurut keluarga Jendral tak baik menunda niat baik lama-lama. Apalagi Jendral dan Dara sudah lama saling mengenal.

Awalnya keluarga Dara terkejut akan kunjungan dadakan dari keluarga Jendral. Ditambah keluarga Jendral datang dengan berbagai mobil mewah yang berjajar di depan rumah mengundang bisik-bisik dari tetangga sekitar.

"Maaf nih sebelumnya, kami belum ada persiapan untuk menyambut. Dara baru kasih tau tadi malem banget haha"

"Iya, gapapa kami minta maaf atas kunjungan yang dadakan ini. Segini saja sudah cukup kok untuk menyambut kami"

"Hahah makasih nih atas kerendahan hatinya. Jadi ada keperluan apa ya nak Jendral dan sekeluarga datang kesini?"

"Ah.. jadi begini..kedatangan kami kesini.. ingin meminta izin kepada bapak dan sekeluarga untuk melamar putri sulung di keluarga ini yakni Adara Sienna Yeondra untuk menjadi menantu dari putra bungsu kami Jendral Advano Rajendra"

Ayah Dara terkejut bukan main mendengar hal ini. Jendral memang sudah meminta restu beberapa kali secara pribadi tapi hari ini benar-benar secara resmi bahkan membawa kedua orangtuanya. Jendral benar-benar membuktikan bahwa ucapannya serius. Jujur saja masih ada perasaan tak rela ketika seorang anak yang kau besarkan dan kau rawat dengan susah payah akan dipinang oleh orang lain. Akan tetapi setiap keluarga yang memiliki anak pasti akan mengalami hal yang sama.

"Ah begitu ya... Ehm.. jujur saja saya dan keluarga terkejut karena hari ini secara langsung nak Jendral membawa orang tuanya sekaligus untuk melamar putri sulung kami. Mungkin saya dan ibu sudah pernah mendengar nak Jendral melamar putri saya secara pribadi, tetapi saya tak mengira niat serius nak Jendral dilakukan hari ini. Dari lubuk hati saya yang paling dalam, jujur saya masih merasa tidak rela. Akan tetapi, ini sudah menjadi bagian dari tanggung jawab kami sebagai orang tua untuk memberikan pilihan selanjutnya pada anak-anak kami bagi masa depannya. Oleh karena itu, kami sebagai orang tua Dara menyerahkan segala keputusan pada Dara. Bagaimanapun juga ini adalah hak Dara sendiri untuk menentukan jalan ia kedepannya"

Dara terharu mendengar ucapan yang dilontarkan ayahnya. Jadi begini rasanya ketika akan berpisah dari orang tua yang membesarkan dan merawatmu sedari kecil untuk memulai kehidupan baru bersama orang yang dicintai. Rasa sedih dan bahagia bercampur satu di hati Dara saat ini.

"Jadi nak Dara, bagaimana keputusannya? Semua keputusan ada ditangan nak Dara sendiri"

Ah.. Dara terlalu berlarut saat ini sampai melupakan pertanyaan yang hanya bisa dijawab olehnya.

"Saya... em.. saya..em..." Sang ibu yang duduk disamping Dara menggenggam tangannya untuk meminimalisir rasa gugup yang hadir

"Hah.." Dara menghela nafas gugup "saya menerima lamaran dari saudara Jendral Advano Rajendra" lanjut Dara

"Syukurlah kalau begitu"

Jendral yang tadinya ikut gugup langsung senyum begitu lebar setelah mendengar jawaban Dara bahkan matanya ikut tersenyum. Jendral bersyukur bisa meluruskan kesalahpahaman dari permasalahan mereka terakhir kali dan Dara memaafkan kesalahannya terdahulu. Kali ini hanya Dara wanita satu-satunya setelah bunda, tak ia biarkan wanita manapun mendekati dirinya. Oh.. ia juga akan menghajar siapapun lelaki yang berani mendekati Dara.

"Jadi bisa kita tentukan tanggal untuk pernikahan keduanya haha" ucap ayah Jendral bahagia

"Ah.. ya tentu saja"

"Sebelumnya salam kenal ya.. untuk calon besan haha.. anda bisa panggil saya Dhani"

"Ah yaa.. anda juga bisa panggil saya Eko.. kan sebentar lagi kita akan jadi keluarga.. biar tambah akrab"

"Setuju.."

Kemudian pembicaraan berlanjut antara kedua keluarga tersebut diselingi canda tawa tentunya.
______________________________

"Sie, sayang... boleh yaa?"

"Ngga dulu Jen, aku gabisa"

"Oh.. ayolah Sie.. emang kenapa? bukannya lebih enak kalo terbuka gitu?"

"Ihh.. ambigu banget! Ga Jen! Ngga ya ngga dulu.. oke"

"Hayoo...lagi mikir apa tadi! Hahaha gemesin banget sih kamu.. sabar ya bentar lagi sah"

Jendral dan Dara mulai berdebat kembali. Mereka berdebat karena Dara belum mau status mereka saat ini dibongkar ke publik. Hah.. hal itu karena Jendral masih menjadi atasannya, dan Dara seorang karyawan marketing biasa. Ia takut ada gosip yang tidak tidak sebelum ia resmi resign dari kantor ini. Ya, Dara memutuskan untuk berhenti bekerja kantor ketika sudah menikah nanti. Oleh karena itu, lebih baik menghindari gosip buruk sebelum akhir kerja kan? Dara hanya tidak ingin memancing keributan atau apapun itu.

"Tapi Sie, kan udah tinggal satu bulan lagi.. biar gaada yang lirik-lirik atau deketin kamu! Aku takut nanti kamu berpaling dari aku"

"Astaga Jendral, kayaknya ga bakalan ada deh yang kayak gitu. Kamu udah bersengkongkol kan sama Heera untuk ngejauhin aku dari laki-laki di kantor. Bahkan setiap kerjaan aku pasti kerjanya sama perempuan terus dan juga Heera selalu belokkin jalan aku kalo mau papasan sama laki-laki"

"Ya biar kamu ga kepincut sama lelaki lain Sie.. kalo mereka ada yang liat kamu terus gemes gimana? Kayak siapa tuh dulu yang di Jogja... Hasyi?Hans?Hamis? Yaa.. itulah pokoknya!"

"Haris Jen! Udah ah.. Ga bakalan ada Jendral... sayang.." kata terakhir diucapkan Dara dengan suara kecil tetapi jarak diantara mereka sangat dekat sehingga Jendral bisa mendengarnya.

"Sayang? Wow.. coba panggil aku gitu lagi"

"Ga.. gaada pengulangan" semburat rona merah hinggap di pipi sang Dara

"Ish pelit banget"

"Hah.. udah ya Jen, pokoknya jangan macem-macem sebelum undangan tersebar di kantor! Kalo ga nurut aku tunda pernikahan kita nih.. terus jalanin ritual pingitan biar kamu gabisa ketemu aku 3 bulan"

Tadinya mereka ingin melaksanakan acara pingitan sesuai adat Jawa dari keluarga Dara, tetapi karena beberapa hal jadi dibatalkan. Bisa dilihat kan manjanya Jendral seperti apa kalau bersama Dara. Apalagi diadakan acara semacam itu, Dara yakin Jendral akan lebih manja lagi setelah pemberkatan nanti.

Dara bersyukur karena kisah cintanya berakhir bahagia. Ia kira akan berakhir tragis. Untunglah ia mau mendengarkan dan melaksanakan saran dari Heera tempo hari. Kalau saja ia tidak mendengarkan penjelasan dari Jendral mungkin akan ada rasa mengganjal dan menyesal di hati Dara. Syukurlah semua keadaan menjadi baik.
.
.
.
Tamat

Deja VuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang