Bab 7 - Tidur Bersama

132K 6.7K 192
                                    

Satu titik
Dua koma
Pembaca cantik
Jomblo semua

Kaburrr🏃

Buat pembaca lama, di bab ini nggak ada revisi ya🙃

Mulutku terbuka, hendak berucap sesuatu, namun Dipta lebih dulu menunduk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mulutku terbuka, hendak berucap sesuatu, namun Dipta lebih dulu menunduk. Aku memejamkan mata kuat-kuat, mengira kalau dia akan lanjut mencumbu leherku atau menurunkan pakaianku, tetapi ternyata tidak. Justru yang kurasakan malah kepalanya jatuh di atas dadaku.

"Dip." Astaga, baru kusadari kalau suaraku berubah serak. Berdehem, aku lantas kembali berucap, "Kamu kenapa?"

"Pusing," bisik Dipta, lebih tepatnya terdengar seperti merengek. Dia semakin merebahkan kepalanya di dadaku.

Aku menarik napas panjang lalu menghembuskannya. Baru kusadari kalau sejak tadi napasku memburu. "Angkat dulu kepala kamu, berat," pintaku.

Dipta menggeleng. Ia malah rebah di sampingku dan menyembunyikan kepalanya di lekukan leherku dengan tangannya yang mendekap tubuhku.

"Pusing, Mbak," ucapnya, lagi.

Entah mengapa terdengar menggemaskan seperti bocah. Ah, iya, dia memang masih bocah SMA.

Aku menundukkan kepala, kemudian menyingkirkan rambut bagian depan Dipta dan menempelkan punggung tanganku ke keningnya. "Panas. Kamu ... cuma demam biasa kan? Bukan positif Covid?!"

Kemungkinan bahwa Dipta terserang Virus Corona membuatku panik. Bagaimana kalau ternyata dia bukan demam biasa, tetapi terserang virus itu? Kalau benar begitu, aku bisa ketularan! Tadi aku bercumbu dengannya!

Pikiran barusan membuatku panik. Ingin bergegas menyingkir dari Dipta, tetapi cowok itu malah memelukku dengan erat.

Dipta menggelengkan kepalanya. Aku yang melihatnya menghembuskan napas lega. Itu artinya dia hanya demam biasa bukan?

"Udah dari kapan demamnya?"

"Dari kemarin."

Aku mengangguk-angguk. "Kamu pindah tidur di kamar aja gimana?"

Sofa ini cukup kecil, rasanya tidak nyaman. Selain itu, dekat-dekat dengan Dipta seperti ini berbahaya untuk kesehatan jantungku.

"Nggak mau, di sini aja sama Mbak Aya," lirihnya, semakin menyembunyikan wajahnya ke lekukan leherku hingga napas hangatnya menerpa kulit leherku. Rasanya geli.

Bagaimana bisa tingkah Dipta berubah secepat ini? Tadi dia seperti pria dewasa yang hendak menerkamku, sekarang berubah seperti anak kecil yang merengek kepada ibunya karena sedang sakit. Sekali lagi, menggemaskan!

Aku berusaha untuk tetap tenang, meskipun bayang-bayang kegiatan tadi membuat wajahku memanas. Sungguh gila. Entah mengapa saat Dipta mencumbuku, aku seperti tidak mampu untuk menolaknya. Jangan-jangan aku suka padanya? Ah, tetapi tidak mungkin. Mustahil. Kemungkinan aku hanya penasaran karena belum pernah melakukan hal seperti itu sebelumnya. Ya. Pasti begitu.

Trapped by Berondong (On Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang