Bab 23 - Pacaran? Nikah?

76K 5.5K 224
                                    

Happy reading!🫶

Di bab ini ada revisi dari versi sebelumnya, gue hilangin bagian yang terlalu mesum yaa, wkwk.

Di bab ini ada revisi dari versi sebelumnya, gue hilangin bagian yang terlalu mesum yaa, wkwk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kupikir Dipta hanya akan mencumbuku sesaat, namun ternyata tidak. Ia bergerak mendorong tubuhku hingga rebah di atas sofa, kemudian dia menindihku tanpa melepaskan pagutannya dari bibirku.

Ini membuatku kembali mengingat ciuman panas di sofa kala itu. Memang waktu itu bisa berhenti karena Dipta sakit dan merasa pusing. Namun, sekarang fisiknya segar bugar. Astaga, tidak akan terjadi hal yang seperti kupikirkan bukan?

"Dip ..."

Aku meremas rambut Dipta saat mulutnya turun dan bermain-main di leherku. Rasanya seperti tersengat listrik saat lidahnya menjilat basah di sana, hingga menggigit dan menghisapnya. Aku yakin kalau setelah ini akan menimbulkan banyak tanda kemerahan.

Bibirnya terus bergerak turun hingga sampai di tulang selangkaku, masih memperlakukan sama seperti saat bibirnya berada di leherku. Tiba-tiba kurasakan tangan Dipta menyelusup, masuk ke dalam bajuku. Aku menggeliat resah ketika dia meremas buah dadaku dari balik bra.

"Ah!"

Aku malu! Desahan keluar begitu saja dari mulutku. Aku buru-buru menggigit bibir agar tidak mengeluarkan suara memalukan seperti itu lagi.

Dipta mengangkat baju yang aku kenakan, kemudian melepas kaitan bra. Kulitku merinding sesaat ketika merasakan udara menyapu tubuh polos bagian atasku.

"Dip, udah!" seruku, berusaha tetap sadar.

Dipta terkesiap kaget apalagi saat aku berlanjut mendorongnya dengan kuat.

Dipta terbelalak, seolah baru tersadar dengan apa yang dia lakukan. Dia beranjak duduk dengan cepat lalu membantuku untuk duduk.

Dengan tampang paniknya, Dipta membantuku mengaitkan bra lalu merapikan pakaianku yang sempat berantakan.

"Maaf, Mbak ..."

Suaranya yang terdengar berat dan serak membuatku menelan ludah. Aku ingin mengomelinya, tetapi tak sanggup karena efek dari perlakuannya membuatku terdiam tanpa suara, bahkan baru kusadari kalau sejak tadi napasku memburu.

Aku berdehem, berusaha tetap fokus walaupun sempat salah fokus setelah mendengar suara Dipta. Sepertinya aku tahu kenapa suaranya seperti itu.

Dipta merapikan rambutku yang juga sempat berantakan. Aku hanya diam memandangnya sambil meremas pakaian dengan perasaan gugup mendadak.

"Mbak di sini dulu, jangan ke mana-mana," ucapnya, masih terdengar serak nan parau.

"Kamu mau ke mana?" Baru kusadari kalau ternyata suaraku tak berbeda jauh.

Dipta berbisik, "I'm going solo."

Setelah mengatakan itu, Dipta beranjak dari atas tubuhku lalu berjalan memasuki kamarnya. Aku yakin kalau dia hendak menuntaskan sesuatu di kamar mandi. Untungnya dia masih waras untuk tidak menjebolku.

Trapped by Berondong (On Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang