Bab 11 - Perkara Maaf

72.9K 6K 84
                                    

Halo sayang-sayangku, mau nanya nih. Kalian lebih suka baca cerita saat pagi/siang/sore/malam?

Bab ini nggak ada revisi dari versi sebelumnya ya😁

Happy reading💋

Aku nyaris gemetar, bentakan Dipta membuatku takut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku nyaris gemetar, bentakan Dipta membuatku takut. Baru kali ini ada yang membentakku sampai seperti itu, bahkan Rizky dan orang tuaku tidak pernah melakukannya jika marah padaku. Dengan perasaan kecewa, aku berjalan cepat keluar dari kamar Dipta, kembali ke sofa di depan televisi.

Cukup lama aku terdiam dengan posisi duduk di sofa sampai akhirnya bingung mau melakukan apa. Aku beranjak berdiri, memutuskan untuk mandi dulu, mengerjakan tugas, kemudian langsung tidur.

Aku berjalan mendekat ke arah kamar untuk mengambil pakaian. Sampai di depan pintu kamar yang terbuka, aku terdiam sejenak, agak ragu untuk masuk ke sana. Kepalaku melongok ke dalam kamar, Dipta sudah tidak ada di lantai.

Setelah menimbang-nimbang, aku masuk ke dalam kamar dan berjalan mendekat ke arah koper yang berisi pakaianku. Aku mencuri pandang ke arah Dipta yang saat ini tengah tiduran di atas kasur dengan posisi meringkuk. Cowok itu menatap lurus ke depan, tetapi sorot matanya terlihat kosong. Aku ingin bertanya, tetapi takut kalau dia membentakku lagi.

Usai mengambil pakaian, aku hendak keluar kamar. Namun, pandangan mataku tertuju ke arah pecahan gelas yang masih berserakan di lantai. Aku menajamkan penglihatan, ada darah yang menempel di pecahan gelas itu. Apakah Dipta menginjak pecahannya?

Aku buru-buru mendekat ke arah Dipta, kemudian memeriksa kedua telapak kakinya.

“Dip, telapak kakimu berdarah!” seruku, panik.

Dipta diam saja, masih berada di posisi yang sama, tidak menyahuti ucapanku sama sekali.

“Kamu punya kotak P3K nggak?”

Melihat Dipta masih bungkam, aku mendengkus kesal. Akhirnya, aku mengelilingi kamar, membuka beberapa laci dan lemari, hingga menemukan kotak yang kucari. Aku kembali berjalan ke arah Dipta, duduk di tepi kasur.

“Duduk dulu, aku obatin kakinya.”

Dipta seperti patung, tetap diam.

Aku menghela napas melihatnya. Sebenarnya sangat kesal, dia sudah membentakku, tetapi tidak meminta maaf. Saat kutanya seperti ini, dia malah diam saja.

Aku meraih telapak kaki Dipta yang sebelah kanan, terdapat luka akibat menginjak pecahan gelas di sana. Anehnya, Dipta tidak merengek kesakitan atau meringis sedikitpun, bahkan saat aku mulai mengobatinya, cowok itu tetap diam.

“Udah selesai,” ucapku lalu beranjak berdiri.

Untuk sejenak, aku menatap ke arah Dipta. Di detik selanjutnya, kulihat cowok itu semakin meringkuk lalu memejamkan kedua matanya.

***

Aku terbangun di pagi hari dengan tubuh pegal-pegal. Bagaimana tidak? Aku berakhir tidur di sofa yang berada di depan televisi. Sofa ini ternyata memang tidak cukup untuk menampung tubuhku, berakhirlah aku tidur dalam posisi tubuh ditekuk. Sialnya, Dipta cuek, dia tidak menawariku untuk tidur di kamar bersamanya, padahal sebelumnya dia yang ngotot ingin aku tidur dengannya.

Trapped by Berondong (On Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang