Bab 32 - Aya Menangis

51.8K 4.4K 164
                                    

Selamat malam zeyeng! Happy reading!😍💋❤️

Bonus gambar Dipta mandi:

(Gambar dihapus karena gak sesuai dengan visual yang udah didapat😔)

Beberapa hari berlalu, Dipta tidak menemuiku sama sekali, bahkan tidak pernah mengirimiku pesan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beberapa hari berlalu, Dipta tidak menemuiku sama sekali, bahkan tidak pernah mengirimiku pesan. Aku sadar sekarang kalau aku salah, dan aku ingin memperbaiki semuanya dengan Dipta. Namun, apakah Dipta mau memaafkanku? Mungkin aku memang egois, dan aku terlalu banyak berpikir negatif. Aku juga ingin berjuang, tetapi aku terlalu bingung, memikirkan ini-itu.

Di sisi lain, aku juga masih takut dengan pendapat keluargaku. Aku menatap Rizky yang sedang sibuk di depan laptopnya, mengerjakan tugas kuliah di ruang tengah. Aku berjalan mendekat lalu duduk di sebelah Rizky.

“Riz, seandainya gue pacaran sama cowok yang empat tahun lebih muda gimana? Yang seumuran sama lo.”

Rizky langsung menoleh ke arahku. “Nih, Mbak. Lo sebentar lagi lulus kuliah, dan umur lo udah mau dua puluh tiga tahun. Seharusnya lo cari cowok yang matang, kalau bisa ke depannya diseriusin, bukan malah mikir pacaran, apalagi sama bocah seumuran gue. Lihat gue, bocah seumuran gue bisa apa?”

Aku menelan ludah. Sudah kuduga kalau jawaban adikku akan seperti itu.

“Kalau orangnya beda dari cowok kebanyakan yang seumuran dia gimana? Nggak kayak bayangan lo. Dia lebih dewasa dari segi pola pikir, bahkan udah punya tempat tinggal sendiri dan penghasilan sendiri.”

“Gue ragu kalau ada cowok seumuran gue yang kayak gitu.”

Apakah Rizky tidak ingat Dipta? Padahal, dia yang kumaksud, dan jelas sekali kalau Dipta termasuk jenis cowok yang aku bicarakan.

Aku bingung bagaimana berbicara dengan Rizky. Adikku itu memang bisa bercanda, tetapi kalau sudah serius akan menjadi sangat serius, bahkan kalau marah bisa lebih mengerikan daripada Papaku. Justru aku lebih takut kepada adikku daripada Papaku. Adikku bahkan pernah berdebat dengan Papaku. Siapa yang menang? Tentu saja adikku.

Menyerah, aku beranjak dari duduk.

“Lo mau ke mana?” tanya adikku.

“Main ke tempat Irfan.”

Aku sangat merindukan Dipta, tidak bertemu selama berhari-hari dan dia tidak mengirimiku pesan membuat kerinduan ini semakin memuncak. Entah Dipta merasakan hal yang sama atau tidak, aku tidak tahu. Atau mungkin dia benar-benar membenciku sekarang. Namun, apapun itu, aku akan tetap mendatanginya saat ini.

Setelah berganti pakaian dan memesan taksi online, aku langsung keluar dari rumah. Sepanjang perjalanan, aku menyempatkan untuk mengirim Dipta pesan, walaupun aku yakin kalau dia tidak akan membalasnya, karena beberapa kali aku sudah mencobanya. Kalau aku meneleponnya pun tidak diangkat. Dia benar-benar marah padaku.

Trapped by Berondong (On Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang