(Jangan dibaca dulu. Proses revisi ditunda. Dilanjut setelah cerita "Stuck with You" selesai).
"Aku mau kamu, Mbak!"
Satu kalimat itulah yang menjadi awal dari kisah baru Ayana.
Ayana Maharani (22 tahun), mahasiswi semester 6 yang tengah disibukkan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pagi gaes! Info: ada sedikit revisi di sini dari versi sebelumnya karena ada bab tersembunyi. Jadi yang di awal nih kelanjutan yang di Karyakarsa yaa🌚🤣
Happy reading!❤️✨
***
Usai menemukan dalaman, aku bergegas mengenakannya.
“Udah, Mbak?”
“Hm,” responku setelah selesai berpakaian lengkap.
Dipta sendiri sudah memakai kembali celananya. Dia tak mentapku karena katanya khawatir burungnya bangun lagi jika melihatku masih tak mengenakan busana.
Dipta memutar tubuh, kembali menatapku lantas secara tiba-tiba dia memelukku.
“Kapan-kapan mau lagi boleh?”
“E-enggak!” tolakku dengan gugup.
Aku malu sekali setelah tersadar sepenuhnya usai kejadian panas barusan.
Aku bergegas melepaskan diri dari Dipta lantas kabur ke kamar mandi. Aku butuh membersihkan tubuh dan menenangkan diri!
***
Aku tidak bisa fokus, dari tadi uring-uringan. Seolah baru tersadarkan bahwa aku baru saja melakukan hal gila sepanjang dua puluh dua tahun hidupku. Mau ditaruh di mana wajahku kalau bertemu Dipta?
Sejak tadi aku menghindar dari Dipta, bahkan ngotot tidur di sofa walaupun Dipta memintaku tidur di kasur. Tak apalah badanku pegal-pegal lagi, daripada berakhir tidak bisa tidur jika harus berada di kasur yang sama dengan Dipta.
Aku malu, intinya malu! Apalagi masih terbayang jelas di ingatanku bagaiman wujud dari adik kecil Dipta yang kulihat sekilas. Masih terasa juga milik Dipta di genggaman tanganku. Kacau!
“Mbak.”
Pikiranku buyar saat melihat Dipta keluar kamar dan berjalan mendekat ke arahku. Itu bocah kenapa keluar kamar? Kukira sudah tidur.
Dipta hendak duduk di sebelahku yang masih dalam posisi duduk di sofa, namun aku berdiri dan berpindah ke ujung sofa.
“Nggak usah deket-deket!” ancamku.
Seolah tidak mendengar ancamanku, Dipta malah duduk persis di sebelahku. Dia mengulurkan tangannya, hendak memelukku dari samping. Langsung saja aku berdiri dan menghindar darinya.
“Jangan sentuh!”
Entah mengapa sejak kejadian tadi, sentuhan Dipta tiba-tiba berefek aneh padaku. Kulitku seperti tersengat listrik dan dadaku berdegup begitu cepat.
