6.

86 10 0
                                    

Kata cinta yang dia ucap itu terngiang lagi ditelingaku. Kata cinta yang tak pernah aku jawab. Kakiku melangkah berlalu masuk kamar. Akan butuh waktu beberapa lama hingga Ha Joon akan terlelap. Tanganku meraih kotak biru berpita pink dari dalam laci. Kotak yang sama yang pernah kudapatkan dari NamJoon. Cincin pernikahanku didalamnya.

Masih mengkilat dan tak cacat. Bermodel sederhana dengan grafir nama KIN NAMJOON di atasnya. Sebuah berlian biru mungil menambah kesan manis. Aku tergila-gila dengan warna biru. NamJoon tau itu, bahkan kamar ini juga selalu dicat dengan warna biru. Selera warna kami berdua berbeda. NamJoon suka warna monokrom sedangkan aku suka biru dan pink.

"Eden-aa..." Panggilannya membuatku terkejut.

Kututup cepat laci dimeja rias. Dia menyembunyikan senyuman, NamJoon masuk kamarku. Matanya beredar mengelilingi ruangan. Banyak hal baru dikamar ini.

"Semuanya seperti sebuah usaha melupakanku, bukan begitu?" Penilaiannya membuat hatiku seperti jatuh.

Dia berdiri ditengah ruangan yang tak begitu luas ini.

"Jika Ha Joon sudah tidur, sebaiknya kau..."

"Baiklah. Aku sudah janji pada Ha Joon akan kembali setiap weekend. Aku harap kau tak keberatan." Kakinya menukar sandal dengan sepatu yang dipakainya tadi.

Kuikuti dia hingga pintu. Tangannya meraih handel pintu, mendorongnya. Aku berdiri tepat dihadapannya menghadap keluar. Tanpa dinyana, NamJoon tiba-tiba merengkuh tubuhku. Aku membeku! Tak bergerak melakukan apapun. Menolak maupun membalas pelukannya. Degup jantungku sepertinya sampai terasa hingga luar dadaku.

NamJoon melepaskan pelukannya, mengamati wajahku yang panas karena malu. Pasti sekarang rona merah pipiku yang membuatnya tersenyum sambil melirik kecil disertai lesung pipi seperti milik Ha Joon.

"Kau masih seperti dulu, jadi imut jika malu." Bisiknya seperti sedang menggodaku.

"Aku pergi ya. Katakan pada Ha Joon, aku akan kembali weekend nanti. Bye Eden."

Langkah NamJoon masih menyita perhatianku hingga dia masuk mobil. Ternyata supirnya menunggu selama itu. Bau parfum NamJoon sepertinya melekat di tubuhku. Membayangkan hidungnya menempel di leherku tadi, badanku merinding. Hatiku menghangat dan pikiranku kembali ke waktu itu.

NamJoon tau jika aku masih merindunya. Dia mengerti bahwa aku juga terpaksa melakukan perceraian dengannya. Aku bahkan tak pernah mengabarkan perkembangan Ha Joon padanya. Dia tentu tau bagaimana pontang-panting diriku membesarkan Ha Joon sendirian.

Kuputus otak tak sehat karena ulah sembrono sengaja NamJoon barusan. Hari ini, malam ini akan kututup dengan tidur dan berharap semua ini hanya mimpi tak nyata.

*******
"Oppa?" Seorang gadis menyambut NamJoon dalam pelukannya.

Pria itu juga mendekap gadis itu untuk meringankan kelelahannya.

"Oppa terlambat pulang? Hari ini sibuk ya?" Gadis itu menuju dapur dan kembali dengan secangkir teh manis.

NamJoon tak menjawab hanya menyeruput teh dihadapannya. Tangannya kini sibuk membuka jaket yang dipakainya.

"Apa ada yang terjadi di agensi?" Gadis itu mulai penasaran.

"Hmmm, aku bertemu putraku." Jawabnya singkat padat dan menyakitkan untuk gadis itu.

Sesaat dia terbenam dengan otaknya. Dia tau waktunya hampir selesai. Dia mengerti bahwa dia hanya pengganti dan timer telah memulai menghitung mundur waktu sisa yang dia punya.

"Aku akan siapkan air mandi oppa." Ujarnya kemudian setengah tergesa masuk kamar mandi.

NamJoon yakin jika Boram menekan sendirian sakit hati dan kekagetannya. Benar saja, gadis itu terisak dalam kamar mandi. Air matanya tak mau berhenti. Hampir 5 tahun bersama NamJoon membuatnya tau jika hatinya tertambat pada pria itu.

Mr Idol, I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang