13.

55 5 0
                                    

Tangannya menyentuh lembut Surai rambutku yang basah karena keringat. Lampu taman telah menyala otomatis seiring berakhirnya sinar matahari. Artinya hari sudah mulai gelap. NamJoon masih mendekapku yang kelelahan dengan pertarungan asmara kami.

Bahagia ini akan segera berakhir, sepertinya memang kami tak ditakdirkan untuk bersama. Demi dirinya aku telah banyak berkorban, jadi menekan rasa hatiku lagi sudah bukan hal baru. Tapi rasa sakit itu tak mau pergi. Rasa tak rela itu makin mengikat.

Ku tarik tangan yang kini kekar itu hanya untuk merasakan yang terakhir kalinya dia mendekapku. Ku kecup singkat lengannya yang berurat untuk mengatakan jika aku tak rela harus kembali berpisah dengannya. Nafasnya menghangat di ubun-ubun, membuatku tau jika dia mengerti.

"Jika kau masih keras hati, aku sangat mengerti. Tapi tolong, aku ayah Ha Joon mungkin juga ayah adiknya kelak." Ucapnya membuatku terhenyak hingga bangun.

"Mwo? Jadi oppa sengaja ingin membuatku hamil lagi?" Tanyaku terkejut baru menyadarinya.

"Tidak, aku yakin jika kau juga tak mau itu terjadi bukan? Aku hanya bilang mungkin saja. Jika itu terjadi maka aku akan sangat bersyukur usahaku dua hari ini tak sia-sia." NamJoon berusaha sangat keras untuk tidak menunjukkan lesung pipinya.

"Masa iya aku harus jatuh di lubang yang sama dua kali?" Gumamku keki.

"Kau sungguh-sungguh tak mau hamil adik Ha Joon?"

"Aku hamil Ha Joon diluar nikah, apa iya aku harus hamil lagi di luar nikah?" Protesku.

"Tapi yang menghamili mu adalah pria yang sama." Telunjuknya mengarah didepan hidung sendiri.

"Entahlah, aku tak mengerti mengapa oppa jadi begini sekarang?" Keluhku sebal sambil duduk bersandar sembari menarik selimut menutupi dadaku.

"Jadi bagaimana maksudnya?" NamJoon ikut duduk.

"Aneh, bodoh, gila, tak punya rencana, pokoknya seperti itu."

"Cinta bisa membuat orang berubah 360⁰, aku juga begitu. Apa perlu ku katakan siapa yang membuatku seperti ini? Untungnya aku masih dijalan yang benar, mengejar mantan istri yang masih ku cintai." Wajahnya menoleh padaku.

"Molla!" Aku turun ranjang menuju kamar mandi.

"Mau kemana?"

"Mandi, aku harus menjemput Ha Joon."

"Oke, mandilah. Aku akan meminta support sistem kalian untuk mengantarnya sekalian sup daging panas dengan irisan lemon, kecap juga sambal." Deretan giginya muncul sambil alis matanya bergerak naik turun menggoda.

"Terserah!" Jawabku masuk kamar mandi.

"Jika wanita bilang terserah artinya LAKUKAN bukan?" Teriaknya.

Aku terkekeh geli mendengar kepandaiannya mengerti diriku. Terdengar dia sedang menelpon seseorang. Tak berapa lama kemudian suara Ha Joon memanggilku terdengar.

"Paman?" Ha Joon terdengar sumringah.

"Joon-aa." Aku menyongsong kearah pria mungil kesayanganku itu melewati pria kekar yang membukakan pintu

Ha Joon tersenyum masuk dalam dekapanku. Dia bercerita mengenai aktivitas yang dia lakukan seharian ini. Kami berempat duduk di ruang makan bersiap makan malam.

"Baiklah Noona, Hyung aku harus pulang. Aku tak ingin nenek menceramahi ku." Baekhyun berpamitan setelah makan malam.

Wajah pria itu tak bisa menyembunyikan senang melihat kami bertiga duduk bersama. "Noona, kau kelihatannya sangat bahagia. Aku turut senang." Ungkapnya menyemangati ku.

Mr Idol, I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang