27.

67 5 1
                                    

Kemunculan NamJoon membungkam semua orang termasuk aku. Aku bahkan tak bisa mengontrol ekspresi wajah terkejut ku. NamJoon langsung duduk tanpa basa-basi. Mata monolitnya terlihat kesal dan marah.

"Tu-tuan Kim." Kepala sekolah bahkan terbata-bata menyambut NamJoon.

Kim NamJoon tetaplah seorang Kim NamJoon yang tetap punya attitude bagus. Wajahnya benar-benar tak bisa terkontrol jika marah, namun tata bahasa juga gestur tubuhnya bisa tetap tenang.

"Nde, gyojangnim."

"Sa-saya minta maaf. Aigoo, anda bahkan harus meluangkan waktu untuk Ha Joon. Aigoo, maafkan saya." Kepala sekolah makin lunak.

"Demi putra saya, saya akan punya banyak waktu." Jawab NamJoon diplomatis.

Aku hampir terbahak dengan kebohongannya pada orang lain itu. Dia sendiri seharusnya malu dengan kalimatnya, bahkan dia belum pulang selama beberapa Minggu ini. Jangankan pulang, menelpon saja tidak.

"Nde tuan Kim." Kepala sekolah terdengar tak enak hati.

"Saya yakin jika Ha Joon tak akan bertindak kasar pada orang lain. Sekalipun demikian, saya sebagai ayahnya akan tetap meminta maaf atas masalah yang ditimbulkan olehnya. Woo Yoon abonim dan eommanim, saya minta maaf. Gyojangnim, saya juga minta maaf atas keributan karena Ha Joon." Ucap NamJoon tulus.

"Aigoo, nde." Kepala sekolah bahkan tak bisa duduk dengan tenang.

"La-lalu bagaimana dengan putra kesayangan kami? Perawatannya akan membutuhkan banyak uang." Ibu Woo Yoon masih mencak-mencak.

"Kami akan menanggung biaya perawatannya. Namun eommanim, kalian juga harus menanggung biaya dokter Ha Joon. Luka Woo Yoon tak separah luka Ha Joon. Artinya, anak kalian bukan hanya pembuli namun juga pelaku kekerasan fisik."

Orang tua Woo Yoon terperangah dengan penuturan NamJoon. Aku juga kaget, aku bahkan belum mengecek keadaan Woo Yoon.

"Saya juga akan mengajukan keberatan pada sekolah yang menghukum Ha Joon alih-alih membawanya keklinik sekolah." Wajah guru kelas Ha Joon pucat.

Keputusan menghukum Ha Joon duduk di sudut kelas adalah dari guru kelasnya. Kepala sekolah menatap marah pada guru kelas Ha Joon yang seketika tertunduk lesu.

"Pengacara kami akan menangani hal ini. Ayo sayang kita harus ke rumah sakit untuk visum."

Tangan NamJoon menggandeng ku keluar. Meninggalkan semua orang duduk terpaku dengan semua yang didengar mereka. Kami berdua berjalan berdampingan dengan tangan saling menggenggam.

Ha Joon dan Baekhyun telah menunggu didalam mobil. Kami harus ke rumah sakit atas petunjuk pengacara untuk visum. Di IGD rumah sakit terdekat dari sekolah telah menunggu seorang petugas polisi.

Kami akhirnya pulang setelah dimintai keterangan dan selesai pemeriksaan. Sepanjang perjalan kami berdua diam. Ha Joon duduk diantara kami berdua. Baekhyun juga pulang dengan mobil ku.

"Daddy, maafkan aku." Ha Joon menatap kearah ayahnya.

"Miane, daddy bahkan melewatkan semua pesan dan panggilan mu. Daddy juga tak pulang atau sekedar memberi kabar." NamJoon memeluk putranya yang diam.

Peristiwa ini membuat NamJoon keluar dari gua persembunyiannya? Peristiwa ini adalah batas sabar yang dimiliki Ha Joon. Maaf NamJoon terdengar hambar dan basa-basi.

Begitu mobil berhenti didalam garasi, Ha Joon turun terburu-buru. Aku yakin, dia ingin penjelasan dari ayahnya yang "menghilang tanpa kabar". NamJoon hanya bisa melongo menatapku juga mengikuti punggung Ha Joon yang langsung masuk kamarnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 05, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mr Idol, I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang