10.

62 6 0
                                    

Aku menggeleng dengan tegas dan mantap. NamJoon bukannya kaget malah terkesima sejenak dengan reaksiku. Tubuhnya malah maju cepat hingga bibirnya menubruk bibirku.

"Akh!" NamJoon memekik memegang bibirnya. Aku juga melakukan hal yang sama.

Pria itu tergesa-gesa hingga membuat bibir kami berdenyut sakit. NamJoon membungkuk membantuku mengusap bibir sambil berulang kali meminta maaf. Aku yang lelah, kesal, sebal dibuatnya makin kacau. Mataku tajam menegurnya, NamJoon berhenti tak lama lalu mencium bibirku, menyesapnya membiarkan nafas hangatnya menyentuh pipiku.

Hanya sebuah hisapan ringan, lalu dia memutari meja hingga kakinya menendang kursi di sebalahku. Dia memekik kesakitan memegangi ibu jari kaki yang terkantuk pinggir bawah kursi. NamJoon terduduk dilantai sambil memejamkan mata kesakitan.

Mau tak mau aku tertawa terbahak-bahak melihatnya seperti Ha Joon yang pernah tantrum. Ku lepaskan kaos kakinya dan terlihat jarinya merah. NamJoon masih meringis ketika ku papah dia menuju sofa. Mulutnya meng-aduh tak berhenti saat ku oleskan salep pencegah lebam.

"Ahh..ahhh pelan-pelan sayang. Sakit!" Rengeknya manja.

"Oppa seperti perawan saja! Bagaimana nasib kursiku? Bagaimana jika rusak?! Aigoo, kau memang ceroboh."

NamJoon menghentikan tanganku yang mengipasi ibu jari kakinya. Matanya menatap tajam ke arahku, kemudian kembali mencium bibirku.

"Kau juga mengatakan hal yang sama ketika di Jepang dulu. Hanya saja intonasinya berbeda." Sebuah kecupan mendarat diujung hidung mancung ku.

"Aku tak bilang begitu!" Elakku canggung.

"Masih ku ingat dengan jelas bagaimana kau mendesah memintaku melakukannya dengan perlahan. Tapi asal kau tau, jariku sakit sekali." NamJoon mengamati ini jarinya lagi.

"Bukankah oppa waktu itu mabuk? Oppa ingat semuanya?" Tanyaku mengalihkan perhatiannya.

"Aku minum, tapi tak begitu mabuk. Aku juga sadar jika aku melihatmu sedang mengemasi barang-barang di kamarku waktu itu." Jawabnya kemudian menutup mulutnya tersadar jika dia mengaku.

"Kim NamJoon, apa yang sembunyikan?" NamJoon tau jika aku marah jika ku panggil dia dengan nama.

"Bukan begitu, kau juga tau jika aku minum agak banyak bukan? Aku setengah mabuk. Aku mabuk! Tapi tak semabuk itu. Kau mengerti kan maksudku?" NamJoon mencoba menjelaskan namun gagal karena kejujurannya malah membuatku menangkup kedua pipinya kemudian ku gigit bibirnya.

"Ahh,ahhh sayang sakit!" Suaranya meminta menghentikan aksiku menjadi terdengar lucu.

"Kau sengaja melakukan itu padaku?"

"Apa kau tak menyadarinya? Aku ini jatuh cinta padamu. Bomi Noona juga tau itu. Dia tidak bilang pada mu?" Matanya melotot lucu menahan malu dan sesal telah membuka rahasianya sendiri.

Otakku bahkan tak bisa membayangkan alur plot twist seperti pengakuannya. Dia sedang mengakui jika perbuatannya dulu dilakukannya dengan sadar?

"Aku takut kau menolak ku. Maka Bomi Noona membantuku." Akunya lebih lanjut.

"Tunggu oppa, maksudnya?" Ku tuntut penjelasan.

"Bomi Noona tak pernah butuh asisten, dia memang membantumu mendapatkan pekerjaan. Dia menceritakan semuanya mengenai dirimu. Mungkin saja aku sudah jatuh cinta sejak Bomi Noona bercerita sambil memperlihatkan fotomu. Mungkin saja sekalipun aku qyakin." NamJoon menggenggam tanganku.

"Aku yang membujuk pak manager umum untuk menerima mu dengan alasan aku dan Jin Hyung butuh tangan tambahan. Sejak awal agensi tau, hingga world tour juga aku yang memasukkan namamu di list peserta." NamJoon menurunkan kakinya sambil meringis.

Mr Idol, I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang