24.

51 5 0
                                    

Orang tua kami menyambut dengan tangis haru di rumah. Mereka memelukku seperti tak ingin aku pergi lagi. Melihat mereka begitu khawatir membuatku merasa sangat bersalah.

"Maaf, aku membuat kalian semua khawatir." Tangis ku tumpah dalam dekapan ibu.

"Aigoo, aku bahkan menyalahkan diriku sendiri yang tak bisa melindungi mu." Ayah NamJoon tertunduk.

"Maaf akan saya pak Miller, kami lalai." Ayah NamJoon meminta maaf pada ayahku.

"Tidak pak Kim, semua sudah berlalu dan ini bukan kesalahan siapapun. Putri kita sudah di rumah sekarang. Itu yang jauh lebih penting." Jawab ayahku menenangkan beliau.

Malam ini kami bermalam di rumah orang tua NamJoon. Aku menolak dirawat dan NamJoon menyetujuinya setelah dia menandatangani surat penolakan rawat inap. Petugas kepolisian juga mengijinkan kami pulang.

Aku meringkuk dalam dekapan NamJoon di kamar. Pria itu seperti tak mau aku bergerak kemanapun. Bahkan dia melarang ku membangunkan Ha Joon. Kami berdua berpelukan erat.

"Tolong jangan pergi lagi. Aku mohon atau aku akan mati berdiri." Kecupannya mendarat di pipiku.

"Mian, aku tak mendengarkan oppa untuk tetap di rumah." Tatapan mata kami saling beradu.

"Apa kau tau betapa kalutnya aku mendengar mu tak pulang? Aku merasa jika sebagian nyawaku lenyap begitu saja."

Rasa dicintai membuatku jauh lebih tenang. Berada dalam pelukan orang yang mencintai kita begitu nyaman. Rasa takut dan was-was masih ku rasakan, tapi kesempatan bisa kembali melihat orang-orang yang ku cintai membuatku bersyukur.

Paginya.....
Ha Joon heboh meneriakkan namaku begitu dia melihat aku sudah kembali.

"Mommyyyyyyyy!"

Pria kecil kami memelukku sambil menangis bahagia. Berkali-kali dia berkata jika dia ketakutan tak ada aku disampingnya.

"Mom dari mana? Dokter Boram itu jahat! Dia sudah menculik mom, bukan?" Ha Joon bertanya setelah dia lebih tenang.

"Mom minta maaf tak mendengarkan kalian. Mulai sekarang, mom janji akan lebih berhati-hati." Ku peluk putraku yang tampan itu sekali lagi.

Panggilan pertama pemeriksaan membuatku harus ke kantor polisi. NamJoon tidak diperbolehkan menemaniku oleh agensi. Namun ada ayah dan ibuku yang bersamaku.

Pemberitaan mengenai penggerebekan menjadi berita utama negara, termasuk penculikan yang ku alami. Semua stasiun televisi menayangkannya. Namun, pemilik bangunan itu ternyata bukan bandot tua yang akhirnya diketahui bernama Jang Doha.

Penyelidikan terus dilakukan dengan menanyai semua wanita yang disekap bersama ku juga para penjahat yang tertangkap. Wanita-wanita itu kebanyakan berasal dari pinggiran kota juga desa terpencil. Polisi seperti mendapatkan jackpot. Sekali menebar kail mereka mendapatkan dua tangkapan sekaligus.

Bangtan mengunjungi kami di rumah orang tua NamJoon keesokan harinya. Mereka telah mendengar cerita lengkap dari NamJoon sebelumnya. Kami duduk bersama di ruang santai. Perbincangan masih seputar kejadian yang menimpaku.

"Mereka menemukan tulang belulang di halaman belakang bangunan itu." Ucap JiMin.

"Apa kalian tau bagaimana kabar para wanita yang ikut disekap bersamaku?"

"Mereka sekarang ada di rumah sakit pusat untuk menjalani terapi psikologis. Kami dengar ada juga remaja yang menjadi korban ya?" Taehyung ingin tau.

"Namanya Sugar. Dia mengeluh lapar jadi aku berikan sebungkus terakhir coklat yang ku curi di toko pom bensin."

Mr Idol, I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang