Tak terasa, vana dirawat di rumah sakit hampir seminggu. Ia sudah berkemas-kemas untuk kembali kerumah.
Seraya vana menunggu pulang, dengan sementara berada di ruang rawat chika.
Ia duduk di kursi dorong sambil menatap layar monitor. Ada rasa takut di dalam dirinya.
"Mommy chika kapan siuman, mr?" Tanya vana menatap vino yang berada dihadapannya.
Vino hanya mengedikkan kedua bahunya, "kok tanya mr? Kan mr bukan dokter"
Ceklek
"Vanaa, daddy udah siap!" Seru ara masuk kedalam kamar rawat, ia membawa tas ransel yang berisikan baju-baju milik vana.
"Dadd.." vana memajukan bibir bawahnya. "Vana masih mau disini, temenin mommy chika sampe sadar dari komanya"
Ara mendekati vana, dirinya berlutut dan mengusap pucuk kepala vana. "Sayangg.. kamu itu udah sembuh, udah boleh pulang ke rumah. Biar nanti yang ngurusin mommy chika mr. Vino, yaa?"
Vino mengangguk, "yaa, vana, biar mr aja yang ngurusin mommy chika, jadi gausah panik atau cemas karna udah mr urus"
"Jadii.. vana tenang aja" ara menepikan rambut vana ke arah belakang telinganya, "sekarang, kan udah dijagain sama mr. Vino"
"Raa.. om boleh ngomong berdua sama kamu diluar?" Tanya vino.
Ara mengangguk, "boleh, om" ara mengusap rambut halus vana. "Vana, daddy mau bicara sama mr. Vino diluar, kamu disini jagain mommy, ya?" Vana pun mengangguk.
Vino dan ara beranjak dari kamar rawat chika. Saat sudah diluar, ara menanyakan apa maksud vino mengajak dirinya untuk berbicara diluar?.
"Jadii.. om mau ngomong apa sama aku?"
Vino menghela nafasnya, "om berterima kasih.. banget udah mau menjaga anak kandung om sendiri dengan baik. Maaf pada saat vana lahir, om sedang bersama istri barunya om"
"Gak pa-pa, om, aku udah ngejaga vana banget sampai aku anggap anak kandung aku sendiri" ujar ara, "vana bukan anak beban, dia anak yang pintar, cerdas, berprestasi di bidang akademik dan non akademik"
"Jadii, kalau mau jujur kalau ayah kandungnya itu om mending jangan sekarang, pemikirannya masih berkembang. Takutnya dia masih belum mengontrol emosinya kalau ini semua sudah terungkap"
"Om sekali lagi makasih, maaf juga om gak bisa bertanggung jawab pada saat chika hamil anak om. Om malah lari dari yang tanggung jawab" sambung vino.
"Iyaa, aku udah maafin, om, itu hanya masa lalu yang harus kita kubur lebih dalam lagi"
Mereka berbincang sampai menghabiskan waktu hampir 2 menit. Saat asyik berbincang. Ara dan vino terkejut mendengar suara tangisan yang cukup kencang dari dalam kamar milik chika.
"MOMMYY.." suara tangisan kencang mampu terdengar dari luar ruangan.
"Raa, gawatt!!" Seru vino langsung masuk ke dalam kamar rawat chika dan disusul oleh ara.
Saat masuk ke dalam, vino terdiam menatap vana menangis seraya memeluk tubuh chika. Ia menoleh ke arah layar monitor. Vino terkejut, garis di layar monitor sudah lurus horizontal.
"Mommy.. bangun, mommyy"
Ara langsung memeluk tubuh vana, isakan tangisnya sangat terdengar. "Dad. Mommy udah pergi, dad" ujar vana, ara berusaha menahan tangisnya namun tak sengaja air matanya mengalir cukup deras
"Tunggu, om panggilin dokter dulu" vino bergegas keluar dan memanggil dokter. Dan tak lama, vino datang sudah bersama dokter dan para suster. Ara pun langsung menarik kursi dorong untuk mundur.

KAMU SEDANG MEMBACA
God, i love her 2 [ Completed ]
Fanfiction"Aku mencintai mu, Chika!" CERITA FIKSI!! WARNING : GXG SCENE ⚠️ ADEGAN KEKERASAN⚠️ ⚠️ SEBELUM MEMBACA. DISARANKAN UNTUK MEMBACA S1 NYA TERLEBIH DAHULU