27. Air Mata Maira

485 79 9
                                    

Dengan lamanya waktu, aku masih tetap setia menunggu. Tapi mengapa justru ini balasanmu padaku? Apa kamu 'tak menghargai sedikit-pun dari penantianku?

~Aisyah Humaira

Kau menyuruhku untuk tetap menunggumu. Di situ tanpa kamu sadari, kamu telah menerbangkanku setinggi-tingginya. Dan dengan mudahnya kamu langsung menjatuhkanku? Apa kamu pikir aku ini sebuah mainan? Yang bisa kamu gunakan ketika kesepian, lalu kamu buang begitu saja ketika sudah bosan?

~Aisyah Humaira

'Tak terasa kini sudah dua bulan berlalu. Tentang Maira? Masih seperti dulu, masih berharap pada Rifki, yang jelas-jelas sudah dijodohkan dengan gadis lain.

Berbeda dengan Zaky, kini ia kembali seperti dulu lagi. Ceria di depan para sahabatnya. Meskipun masih ada galau-galaunya dikit. Tetapi, perlahan ia mencoba untuk menghilangkan rasa itu. Walaupun awalnya susah, tetapi, seiring berjalannya waktu ia bisa melupakannya. Ya, meskipun di hatinya masih terdapat nama gadis itu.

Ting ....

Maira yang sedang sarapan bersama Abi dan Izar, kini pandangannya beralih pada benda pipih yang berada di sampingnya. Di atas meja. Melihat di layar ponselnya, tertera nama kak Rifki. Dengan lincah jari-jarinya membuka pesan itu.

Kak Rifki

|Assalamualaikum
|Ra, hari ini gue pulang. Gue mau ketemu sama lo di jembatan deket ponpes bisa ga?

Tanpa berfikir panjang lebar, Maira langsung menyetujui ajakan Rifki.

Waalaikumsalam, bisa kak|

|Oke, nanti sore mungkin. Jam tiga lo ke sana dulu ga papa kan? Nanti gue nyusul

Iya kak|

|Yaudah kalau gitu, makasih
|Oh iya, gimana kabar Kyai?

Sama-sama|
Alkhamdulillah baik kak|

|Alkhamdulillah

Iya|

[Read]

"Ira, kalau makan jangan sambil main ponsel Sayang ...." Ujar abi refleks membuat Maira tersentak dan langsung mematikan ponselnya.

"Hehe iya Bi, maaf."

"Ngapain sih lo? Habis buka ponsel kok muka lo jadi aneh." Maira hanya menatap adiknya itu dengan tatapan sinis. Bisa-bisanya ia mempunyai adik seperti Izar!

"Hust ... ga boleh gitu Zar," peringat abi. Sedangkan Izar hanya cengengesan tidak jelas.

"Tuh, dengerin!"

"Ck! Iya-iya."

"Oh iya Bi, nanti sore Maira izin ke luar bentar ya?" izin Maira dengan ragu-ragu.

"Mau ke mana lo?"

"Ish! Apaan sih nyolot terus! Aku tanyanya sama Abi!" sentak Maira pada Izar.

"Iya, tapi hati-hati ya."

"Siap Abi Sayang ... Abi jadi makin ganteng deh,"

Salat Tarawih [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang